"Hampir tengah malam, datanglah Mbak Honey menolong Wari. Dia baru pulang dari kafenya, Wari diajak pulang ke rumah kontrakan." sambil berusaha untuk menenangkan diri, Prameswari melanjutkan ceritanya, "Wari merasa sangat bersyukur dan beruntung karena Mbak Honey orangnya baik. Sangat baik. Hanya saja …!"
"Apa, Neng?" Abah bertanya dengan mimik wajah sedih sekaligus prihatin, "Hanya saja apa, Neng?"
Sejenak, Prameswari menimbang-nimbang. Haruskah dia menceritakan semuanya tentang Mbak Honey? Maksudnya tentang Mbak Honey yang melarangnya memakai jilbab. Bukankah itu aib yang seharusnya dia jaga? Terutama, tentang Mbak Honey yang memaksanya menjadi Ladies Companion di kafenya. Bukankah itu hal yang wajar, karena Mbak Honey sudah menolong dan menyelamatkannya? Kalaupun tidak bisa disebut sebagai balas budi, setidaknya bisa
Setelah pembicaraan super serius yang melelahkan seluruh saraf otaknya itu, Prameswari berbaring lemas di tempat tidur. Pandangannya lurus ke arah kalender biru laut yang terletak di meja belajar. Hari ini, usianya telah genap menjadi sembilan belas tahun. Tak pernah dia sangka sebelumnya, di usia yang masih tergolong belia ini dia sudah harus mengalami hal-hal traumatis seperti ini. Belum lagu, kehilangan Ummi. Sungguh itu adalah hal yang paling berat dalam hidupnya. Patah hati terdahsyat.Terlebih, saat itu terjadi Prameswari masih dalam keadaan gila. Menggilai Giga hanya demi membalas dendam pada Peony. Padahal, Peony bersikap seperti itu karena siapa? Dirinya sendiri, bukan? Misalnya Prameswari tidak mengusik ketenteraman rumah tangga mereka, tidak mungkin kan, Peony sampai menghujat? Tapi itulah mungkin kehendak Allah. Lantaran dia ikut pulang ke rumah mereka lah, akhirnya dia bisa
"Evan!" seru Yuka setengah menjerit, "Coba, lihat ponsel kamu!"Tanpa menunggu reaksi apa pun dari Evan, Yuka merangsek ke depan, merebut ponsel dari tangannya. "Kok, bisa kebetulan gini, sih? Atau jangan-jangan …?"Mati kutu. Itu yang dirasakan Evan sekarang. Sungguh, ini bukan hal yang diharapkannya sekarang. Memang, pernah dulu dia menguatkan tekad untuk berterus terang mengakui segala kejahatannya. Dulu, jauh sebelum Prameswari ditemukan. Tetapi nyalinya langsung mengkerut, menyusut dengan sempurna, begitu berhadapan dengan Abah. Konyol rasanya, seperti seekor kucing yang menyerahkan ikan bakar hasil curiannya. Apalagi waktu itu Abah sedang terbaring sakit."Evan, ternyata kamu ya yang sudah menipu Wari?" tuding Yuka dengan kemarahan membara di w
"Wari jahat banget ya, Amma?" Prameswari memberanikan diri mengalihkan pandangan ke Amma yang duduk di depannya, "Gara-gara Wari ceroboh, bodoh … Ummi sampai meninggal!"Prameswari menundukkan pandangan lagi setelah itu, mengikuti napasnya yang naik turun tiada menentu. Memburu, seolah-olah sedang dalam kejaran binatang buas. Lagi, jiwanya memberantas, meronta-ronta. Bukan karena tidak mau atau setengah hati menuntut ilmu di AISYAH tapi karena gejolak penyesalan yang tak kunjung reda. Andai dulu tak sedekat itu dengan Meyka, mungkin dia takkan pernah pergi dari rumah. Takkan pernah bertemu dengan Mbak Honey hingga mengalami amnesia. Bukan amnesia yang menjadi penyesalan besar bagi Prameswari, melainkan percobaan bunuh dirinya. Kenapa coba, dia sampai sekonyol itu? Kenapa tidak melarikan diri saja?"Wari sedih banget, Amm
Betapa bahagianya Prameswari setelah tahu kalau Yuka juga belajar di AISYAH. Terlebih setelah tahu kalau mereka ditempatkan di kamar yang sama. Wah, sampai-sampai Prameswari melompat-lompat karena hatinya terisi penuh oleh kebahagiaan. Bukan, bukan berarti dia tak suka dengan Audry atau bagaimana tetapi rasanya lebih spesial. Istimewa."Yuka oh Yuka … Kupikir kamu sudah sampai di Jepang?""Wari, aku belum jadi pulang ke Jepang sekarang.""Alhamdulilah, Yuka. Aku seneng banget kamu juga mesantren di sini.""Iya, aku juga seneng banget bisa belajar sama-sama kamu lagi. Kita juga bisa sahabatan deket lagi kan, Wari?""Pastinya dong … Nggak perlu LDR lagi. Hehehehe …!"
Sedikit ragu, Yuka mengayunkan langkah menuju pintu gerbang. Membukanya perlahan-lahan sambil terus merapikan pemikiran dan perasaan yang kian berantakan. Duh, tak lain dan tak bukan yang menjadi beban pemikirannya saat ini hanyalah Prameswari. Ya, walaupun dia sudah mulai bisa menyadari bahwa dalam setiap perjuangan dan sepak terbang akan selalu ada tantangan. Bahkan, halang rintang."Mari Mas, Mbak?" sapa Yuka setelah pintu gerbang terbuka lebar, "Silakan masuk enggg silakan duduk di bangku tamu. Sebentar, saya ajak Wari ke sini dulu, ya?""Ya, makasih ya Dek Yuka?" kata Mas Eiden dengan lembut dan sopan, gaya khas pembawaan dirinya.Yuka hanya mengangguk lalu memutar badan, kembali mendekati Prameswari yang terlihat semakin gelisah. Yuka bisa memaklumi kegelis
To: Prameswari Shalihatun NisaAssalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhIzinkan saya, Hayyina Khansa memilih engkau untuk menjadi pendamping hidup suami saya, Eiden Malik. Jika engkau bersedia menerima apa yang menjadi maksud dan tujuan saya ini, tolong segera memberi kabar di nomor chat room ini: 082 … 272 atas nama Hayyina Khansa.Demikian surat ini saya tulis karena Allah Ta'ala. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi setiap urusan kita. Aamiin Yaa Allah.Assalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhFrom: Hayyina KhansaLagi dan lagi, Prameswari membaca surat dari Mbak Hayyina. Surat pina
Prameswari masih terlihat lemas di tempat tidur tapi tetap saja menggambar senyum tipis yang manis begitu tahu kalau Yuka datang menjenguknya. "Yuka … Kangen banget, tahu?"Tanpa basa basi dalam bentuk apa pun lagi, Yuka mendekati tempat tidur Prameswari. Menarik kursi tunggu dan menghempaskan tubuh langsingnya seolah-olah itu kasur empuk. Tak dirasakan lagi, bagaimana tulang ekornya terasa berdenyut saat itu terpenting bisa segera memeluk sahabat dekatnya. Ya, walaupun belum berani memeluk erat-erat seperti biasa, sih. Karena kan, luka bekas operasi di perut Prameswari masih belum sembuh. Masih belum dilepas pun perbannya. Alhasil, hanya pelukan pelepas rindu sajalah yang tercipta. Itu pun sudah sangat pantas untuk disyukuri. Sebab bagaimanapun Allah masih memberikan keselamatan pada Prameswari. Jika tidak?"Maaf,
"Mytha," Mbak Honey memanggil lembut dan manja, "Kamu tahu nggak kenapa Mbak nakal?" kali ini Mbak Honey mengalihkan seluruh pandangan dan konsentrasi pada Prameswari yang tak dapat menutupi rasa terkejutnya. Dalam hati ia membatin, 'Kenapa tiba-tiba Mbak Honey bertanya seperti itu, ada apa?'Prameswari menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Mbak, Mytha nggak tahu. Enggg tapi menurut Mytha, Mbak Honey nggak nakal, kok. Mbak Honey baik, kok. Baik banget malah."Penuh sayang, Mbak Honey mencuil pipi Prameswari. "Hehehehe … Bisa aja nih, adek Mbak yang cantik kayak embun pagi?"Karena Mbak Honey mengembalikan pandangan ke kaca jendela, Prameswari pun melakukan hal yang sama. Menembus kaca jendela dengan kata bulat besar dan beningnya yang mulai terasa hangat. Terharu sekali