Karena tak sanggup langsung mencerna ucapan Kila, Pita hanya melongo seperti orang bego. Mulutnya membentuk lingkaran dan matanya tak fokus. Ia tidak bisa menebak bagaimana keadaan Ibad sekarang hanya dari suara Kila sebab tak ada yang bisa diidentifikasi dari nada datar yang didengarnya. Pita juga tidak berani bertanya, ia sudah takut duluan dengan jawaban yang akan diterimanya, khawatir dengan kemungkinan terjelek yang kadang berenang-renang di otaknya sejak tahu bahwa Ibad hilang di laut."Pita? Pit? Kenapa bengong? Cepat beritahu Dion!"Pita cepat-cepat mengerjapkan matanya, menghimpun kembali pikirannya yang sempat berceceran. Ia kemudian mengangguk pada Kila, berbalik, dan berlari memasuki ruangan kapal. Tapi, Pita berhenti setelah beberapa langkah, menoleh dan memberikan Kila tatapan bimbang, menggeleng sendiri tidak jelas apa maksudnya, dan melanjutkan larinya mencari Dion.Berpikir dan berharap Dion ada di ruang kemudi, Pita berhenti di depan tangga besi yang akan membawanya
"Tita, gue pergi dulu ya. Mesti balik ke rumah sakit nih."Kala berbisik pada Tita yang sedang sibuk memeragakan adegan wawancara dengan Efran sesudah makan malam yang tak diinginkannya selesai. Selain karena cepat-cepat ingin tahu informasi yang telah diserap oleh ponselnya, Kala juga khawatir telah minggat terlalu lama. Bisa saja saat ini ibunya terbangun dan menyadari Kala menghilang dari brankarnya kemudian membuat kegemparan. Ia bahkan yakin ibunya tidak akan malu-malu berlari ke kantor polisi dan melaporkan kalau putranya telah diculik dalam guyuran air mata."Oke, hati-hati di jalan ya. Sori gue nggak bisa nganterin lo. Wawancaranya belum selesai soalnya."Tita balas berbisik ketika Efran menjawab pertanyaan perihal inovasi yang bakal diluncurkannya jika berhasil memenangi pemilihan walikota Ryha dengan antusias."Nggak apa-apa. Gue bisa sendiri. Thanks ya bantuannya. Gue terima kasih banget nih."Meskipun matanya masih terpancang ke wajah Efran, Tita
Citra tidak langsung menjawab pertanyaan mendesak yang ditembakkan ayahnya. Matanya menatap resah ke wajah suaminya. Walaupun ia sudah mengalami penganiayaan begitu rupa, rupanya masih tersisa secuil rasa iba terhadap nasib yang mungkin menimpa Profesor Gani jika ia mengatakan yang sebenarnya. Bagaimanapun juga, pria yang sudah menjelma menjadi sosok yang sangat menyeramkan di depannya itu adalah orang yang Citra pilih dari sekian milyar manusia untuk ia nikahi, makhluk yang telah menghadiahkan Neta kepadanya."Kenapa tidak menjawab, Nak? Jangan takut! Bilang saja pada Ayah apa yang sudah dilakukan orang brengsek itu sampai penampilanmu kacau begini? Apa dia memukulmu? Menyiksamu?"Meskipun sebisa mungkin berusaha kelihatan tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa, Profesor Gani nyatanya tegang juga. Ia tahu betul hal mengerikan seperti apa yang sanggup dilakukan ayah mertuanya yang murka kepadanya. Itulah alasannya selama ini ia berupaya untuk tidak melukai istrinya, wanita memukau itu.
"Ibad sudah ditemukan, Ketua? Beneran? Syukurlah. Bagaimana kondisinya?"Sakil agak menjauhkan ponsel Dion yang kali ini dipinjamnya untuk menyelamatkan telinganya dari teriakan histeris Yudi yang mengalir melalui sinyal telpon. Kalau didengar, mungkin Yudi mengatakannya sambil melonjak-lonjak di seberang telpon. Sakil belum pernah mendengar suara anggota timnya itu seantusias ini, bahkan ia sudah menganggap Yudi dikutuk untuk hidup dalam kekakuan sikap dan tidak bisa mengekspresikan perasaannya."Dia masih hidup. Tolong sampaikan kabar ini ke Pak Neco. Saya tutup telponnya dulu. Saya mau telpon ambulans. Kamu mengerti?"Tapi, yang menyambut kalimat Sakil adalah kesenyapan. Situasi itu berlangsung cukup lama sampai Sakil berpikir bahwa telponnya terputus. Namun, ketika ia memelototi layar ponselnya yang diterangkan, jidatnya mengernyit karena ternyata telponnya masih tersambung. Lalu, kenapa Yudi tidak merespons?"Halo, Yudi? Kenapa tidak menjawab? Kamu dengar s
Setelah penantian yang terasa seperti satu pekan yang mengenaskan, karena meskipun orang-orang yang menyapa Efran menyembunyikannya, Kala tahu dari kerlingan aneh dan jidat berkerut mereka bahwa kehadiran Kala dengan fashion rumah sakitnya yang ajaib sama sekali tidak pantas mendampingi sang Wakil Walikota. Sebab itu, sebisa mungkin Kala berupaya terlihat tidak memiliki kaitan dengan Efran lebih dari dua manusia yang baru kenal dan salah satunya hanya mengantar yang lain pulang sebagai tanda kesopanan.Meskipun begitu, tidak satupun dari makhluk dengan berbagai kepentingan itu menunjukkan ketertarikan terhadap perwujudan Kala dengan cara mempertanyakannya, kecuali seorang wanita glamor yang kilauan emas di semua bagian tubuhnya yang terlihat agak menyilaukan mata tiap kali ia menggerakkannya."Siapa dia, Efran?"Kala hanya bisa mengangguk canggung sambil tersenyum tidak tulus. Efran berpaling sejenak untuk melihatnya kemudian menatap wajah gemuk wanita di hadapannya
"Sialan, sialan, sialan!"Satu kata itu saja yang sanggup diulang Profesor Gani sejak ia memutuskan untuk menjadi orang yang dikejar dengan kecepatan gila-gilaan oleh pengawal ayah mertuanya. Jalanan yang sudah agak sepi turut serta menjadi faktor penyebab mobilnya tidak berakhir dengan menyenggol mobil lain walaupun tiap beberapa detik sekali ia merasa berkewajiban melirik kaca spion di sisi kanannya dan menemukan dua mobil hitam yang memburunya sehingga kata itu terlontar lagi dari mulutnya.Tapi, situasi jalanan yang seperti itu juga memberi keuntungan kepada pengejarnya untuk menggunting jarak, sehingga hanya dalam beberapa menit saja, Profesor Gani dan pengawal ayah mertuanya hanya dipisahkan oleh dua mobil saja."Sialan, sialan, sialan!"Profesor Gani mengumpat lagi. Perburuan ini membuat kebencian terhadap istrinya, wanita memukau itu, tumbuh begitu cepat dan sebentar saja sudah menguasai tubuhnya.Namun, urusan dengan istrinya dapat menunggu. Sekaran
Suara sirene ambulans yang memekik-mekik mencegah AKBP Neco menyampaikan apapun yang ingin dikatakannya kepada Dion. Matanya mengikuti pergerakan ambulans yang semakin mendekat dan akhirnya berhenti di jalan sebelah tenda mereka. Dua perawat pria berseragam coklat segera melompat dari mobil, mengeluarkan brankar, dan berlari menuju tenda. Usai mengangkat Ibad ke brankar dengan bantuan banyak tenaga, mereka kemudian kembali ke ambulans dikawal oleh belasan orang berpakaian selam."Permisi, tolong beri jalan. Saya mau temani Ibad ke rumah sakit."Manusia-manusia yang mendengar seruan itu dari belakang mereka spontan menoleh dan disusul dengan memberikan celah kepada Kila yang sudah berganti pakaian dan Pita yang masih mempertahankan busana lembapnya.Setelah dua perawat dan brankar yang mengangkut Ibad sudah menemukan posisi nyaman di dalam ambulans, Pita bergabung ke dalam rombongan kecil itu.Kila baru menaikkan satu kakinya untuk memasuki ambulans ketika sebuah
"Sepertinya ada pasien yang baru datang, ya."Efran berujar sambil matanya terpancang pada ambulans putih yang masih ngotot memekik-mekik. Ketiadaan kendaraan di antara mobilnya dan ambulans memberinya akses langsung untuk menyaksikan situasi.Kala tidak sempat menanggapi karena terlalu terperangah ketika pintu belakang ambulans terbuka dan yang meloncat lebih dulu dari dalamnya adalah wanita berambut bob sebahu yang dikenali sebagai kakaknya."Kak Kila?"Tatapan Efran berpindah dari ambulans yang sedang menurunkan pasien ke Kala yang tampak terkejut dan kembali lagi ke ambulans."Kamu kenal pasien itu?"Kala menggeleng cepat-cepat."Bukan pasiennya. Wanita yang lebih dulu turun dari ambulans itu kakak saya. Kalau begitu, jangan-jangan...."Pemahaman yang tiba-tiba menghajar jidatnya membuat Kala turun dari mobil tanpa kata dan berlari mendekati brankar yang sudah diturunkan dari ambulans."Kala? Sedang apa di sini?"Yang menyadari kedata