Suara sirene ambulans yang memekik-mekik mencegah AKBP Neco menyampaikan apapun yang ingin dikatakannya kepada Dion. Matanya mengikuti pergerakan ambulans yang semakin mendekat dan akhirnya berhenti di jalan sebelah tenda mereka. Dua perawat pria berseragam coklat segera melompat dari mobil, mengeluarkan brankar, dan berlari menuju tenda. Usai mengangkat Ibad ke brankar dengan bantuan banyak tenaga, mereka kemudian kembali ke ambulans dikawal oleh belasan orang berpakaian selam."Permisi, tolong beri jalan. Saya mau temani Ibad ke rumah sakit."Manusia-manusia yang mendengar seruan itu dari belakang mereka spontan menoleh dan disusul dengan memberikan celah kepada Kila yang sudah berganti pakaian dan Pita yang masih mempertahankan busana lembapnya.Setelah dua perawat dan brankar yang mengangkut Ibad sudah menemukan posisi nyaman di dalam ambulans, Pita bergabung ke dalam rombongan kecil itu.Kila baru menaikkan satu kakinya untuk memasuki ambulans ketika sebuah
"Sepertinya ada pasien yang baru datang, ya."Efran berujar sambil matanya terpancang pada ambulans putih yang masih ngotot memekik-mekik. Ketiadaan kendaraan di antara mobilnya dan ambulans memberinya akses langsung untuk menyaksikan situasi.Kala tidak sempat menanggapi karena terlalu terperangah ketika pintu belakang ambulans terbuka dan yang meloncat lebih dulu dari dalamnya adalah wanita berambut bob sebahu yang dikenali sebagai kakaknya."Kak Kila?"Tatapan Efran berpindah dari ambulans yang sedang menurunkan pasien ke Kala yang tampak terkejut dan kembali lagi ke ambulans."Kamu kenal pasien itu?"Kala menggeleng cepat-cepat."Bukan pasiennya. Wanita yang lebih dulu turun dari ambulans itu kakak saya. Kalau begitu, jangan-jangan...."Pemahaman yang tiba-tiba menghajar jidatnya membuat Kala turun dari mobil tanpa kata dan berlari mendekati brankar yang sudah diturunkan dari ambulans."Kala? Sedang apa di sini?"Yang menyadari kedata
Profesor Gani berhenti berlari dan memilih menoleh saat mendengar hardikan yang sarat dengan kemurkaan itu. Seperti dugaannya, yang membuat pria berkemeja biru itu memekik-mekik adalah ulah salah satu dari empat pengawal ayah mertuanya yang minggat begitu saja usai menabrak jatuh seorang wanita sehingga ia terkapar menyedihkan di tanah berumput yang dihiasi plang mengancam berbunyi "Jangan Menginjak Rumput".Tapi, Profesor Gani tidak bisa menikmati umpatan yang diluncurkan oleh pria berkemeja biru itu lebih lama sebab ia harus cepat-cepat berada di luar jangkauan pandang para pengawal itu demi keselamatannya sendiri.Setelah berlari agak lama menyeberangi alun-alun yang berbentuk persegi itu, Profesor Gani akhirnya berhenti di balik pohon besar dengan banyak akar gantung yang dipercaya orang-orang dahulu sebagai tempat makhluk halus bertahta, satu-satunya tempat yang ia lihat tidak dijilati cahaya lampu sepenuhnya.Dari balik persembunyiannya, Profesor Gani menginta
"Profesor itu mana, sih? Dia sudah telat lima belas menit. Kalau dia tidak datang lima belas menit lagi, saya akan pulang dan tidak akan mau diajak janjian ketemu lagi."AKBP Neco menggerutu geram. Ia sudah lelah menunggu Profesor Gani di tempat yang dijanjikan: dalam mobil di tempat parkir Hotel Ryha. Pilihan lokasi yang agak aneh.Usai melongok arloji di tangan kirinya, AKBP Neco melempar napas jengkel. Hari ini sangat tidak menyenangkan baginya. Diserang ibunya Fatih sampai ia mesti dikawal oleh perban dan plester, kecelakaan kapal tenggelam yang menyibukkan, sampai dengan insiden penculikan yang diwarnai aksi penyanderaan Pita dan adik Kila yang berujung dengan pencarian Ibad yang sempat hilang di laut. Kejadian yang berpotensi besar bakal mengancam jabatannya di Kepolisian Ryha.Lima menit lagi berlari dan Profesor Gani masih belum mewujudkan dirinya. AKBP Neco meraup ponsel dari tempatnya yang tergantung di bagian depan pinggang sebelah kiri, agak sulit karena
Kila mondar-mandir sambil bersedekap di depan ekspresi ingin tahu Kala yang duduk di bangku besi yang bertebaran di halaman rumah sakit, mungkin diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menyeruput udara segar yang disajikan oleh pepohonan di situ. Pita juga duduk di bangku yang sama, raut wajahnya mempertontonkan kekagetan dan ketertarikan yang teramat sangat karena Kala baru saja menceritakan semua yang dialaminya hari itu."Wah, organisasi tempat orang yang bisa mendeteksi kebohongan berkumpul? Keren banget. Selama ini gue kira cuma Kala yang punya kemampuan begitu, ternyata ada banyak. Daebak!"Melirik Pita sebentar yang masih menunjukkan kegirangannya, Kila berpikir lagi. Organisasi manusia pendeteksi kebohongan? Pantas saja dokter muka dingin itu tahu kalau Kila berbohong dan kelihatan sangat tertarik dengan alasan Kala pingsan."Oh ya, gue tadi sempat ngerekam suara pertemuan mereka. Cuma bisa rekam suara doang sebab agak susah buat ngambil video."Kala me
"Apa? Betulkah yang kamu bilang itu? Gendi meninggal?"Mata Fikri membeliak, mungkin bisa saja sampai meluncur ke lantai kalau tidak ditopang oleh rongga tempatnya bernaung. Di sampingnya, Citra yang baru saja menyampaikan alasan bohong tentang ketidakhadiran Neta membekap mulutnya sendiri dengan ekspresi ngeri. Pikirannya berlarian untuk menghubungkan suaminya dengan semua ini.Salah satu pengawal yang tadi menjadi sasaran pembantaian anak buah Bento, dengan luka memar dan berdarah di wajah dan tangannya, bahkan matanya bengkak mengenaskan, mengangguk lemah membenarkan."Bagaimana dia bisa meninggal? Siapa yang melakukannya?"Si pengawal mendongakkan wajahnya yang sedari tadi menunduk, mempertontonkan cidera yang menderanya."Kami juga tidak tahu, Pak. Kami bertiga pingsan dipukuli oleh preman-preman yang tiba-tiba datang membawa Profesor Gani. Begitu kami sadar, kami menemukan Gendi terbaring di jalan agak jauh dari kami."Fikri berdiri dari kursi mewa
Berkendara dalam diam, otak Profesor Gani sedang bekerja keras. Banyak hal yang terlalu jauh melenceng dari jalurnya, membuat jalan menuju kursi Rektor Universitas Ryha tidak semulus biasanya. Tak bisa dipungkiri, kekacauan ini berawal dari kebodohan Neta yang membunuh kekasihnya sendiri, sehingga ia juga ikut terseret. Keterlibatan Kala juga sama sekali tidak diinginkan karena hanya membuat persoalan ini semakin pelik.Belum lagi kelakuan istrinya, wanita memukau itu, turut menghamburkan bidak-bidak catur rencana yang telah disusun pada papan permainan yang harus Profesor Gani menangkan. Sekarang, ayah mertuanya yang menyebalkan juga akan ikut berpartisipasi karena Profesor Gani telah sengaja membunuh salah satu pengawalnya.Profesor Gani melirik ke kaca spion di sebelah kanannya, dua mobil hitam berisi anak buah Bento mengikutinya dari belakang, menjaganya sampai ke markas. Sepertinya ia mesti dikawal ke manapun ia akan pergi mulai sekarang, sebab ayah mertuanya tidak
"Keadaannya sudah baik dan tidak ada cidera yang berat. Detak jantung, pernapasan, semuanya stabil. Jadi, dia boleh pulang hari ini."Dokter muka dingin berbicara kepada ibunya Kala seolah tidak mendengar apapun, terutama gosip soal dirinya semalam. Entah ia hanya bersikap profesional atau benar-benar sudah melupakan bahwa ibunya Kala sempat mengira ia yang menculik anaknya."Syukurlah. Terima kasih, Dok."Justru yang tidak dapat mengabaikan kejadian semalam adalah ibunya Kala. Ia masih agak gugup membalas ucapan dokter muka dingin dan lebih banyak menunduk, sebisa mungkin tidak bertatap muka langsung dengan si dokter."Dokter, saya ingin mengatakan sesuatu, bisa kita ke tempat yang lebih tenang?"Dokter muka dingin tidak sigap menjawab, ia lebih dulu memelototi muka Kila, mencari alasan yang mungkin terpahat di wajah itu tentang ajakan ngobrolnya."Kalau begitu, saya tinggal dulu, ya. Kala, jaga kesehatan. Tidak usah kembali ke sini lagi."Kala meng
Kila dan gerombolannya yang terdiri dari Kala, Pita, Tita, ibu Fatih, ibu Lavi, dan ibu Neta menunggu di depan pintu utama gedung pengadilan. Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, bercokol puluhan reporter dari berbagai media, baik koran, radio, atau daring seantero Kota Ryha, siaga menunggu kemunculan bintang utama sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit yang baru saja selesai digelar."Kok lo nggak ikutan gabung dengan para reporter di sana, Tita? Lagi malas kerja, ya? Ntar keduluan mereka cetak hot news loh!"Tita melirik saja kawanan yang dimaksud kakaknya dengan gestur nyaris tidak peduli."Biarin aja. Gue udah ajakin mereka buat gali lebih dalam kasus ini dan mereka nggak mau. Giliran Neta buat pengakuan aja mereka baru kalang kabut. Gue punya bahan berita yang lebih banyak dari mereka, gue kan ngikutin kasus ini dari awal. Tenang aja Kak, gue bakal pasang foto lo yang cantik di media daring gue."Mata Pita membulat riang mendengar janji adiknya. Ia kemu
"Sebenarnya, saya ingin membuat pengakuan, Yang Mulia."Hadirin sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit, yang lebih membludak daripada sebelumnya, tiba-tiba terdiam mendengar ucapan wanita berambut layer sebahu dan mengenakan sandang mahal yang duduk di kursi saksi di tengah ruangan.Ketua majelis hakim, pria berambut keabuan berwajah kebapakan itu memerbaiki gagang kacamatanya dengan ekspresi bingung kemudian mengangguk."Pengakuan apa, Saudara Saksi?"Wanita itu, Neta, tidak langsung menjawab. Ia justru menoleh ke jejeran kursi penonton sidang di belakang, ke arah Kala yang manggut-manggut menyemangati, Kila yang tersenyum, ibu Lavi yang terlihat ratusan tahun lebih tua, dan ibunya yang tidak berhenti menyemburkan tangisan sejak sidang dimulai, bahkan sejak ia duduk di ruangan itu.Setelah menghamburkan senyum lemah pada orang-orang itu, Neta memantapkan hati dan menoleh kembali ke meja majelis hakim."Sayalah yang telah membunuh Lavi di bukit menggunakan arsenik yang dicampur dal
Kelopak mata Kala tersentak membuka dengan napas berlarian. Bola matanya nyalang jelalatan menjelajahi tempatnya terkapar. Ia baru saja bersiap bangkit dan melanjutkan perlawanannya demi menyelamatkan Neta dari tindakan beringas Fikri dengan menggerakkan tangan kanannya ketika Kala sadar, setelah melihat infus, bahwa ia sudah tidak berada di hutan lagi.Kala memelototi plester yang menempel di kulit tangannya untuk menghimpun ingatan yang sempat berserakan karena tidak sadarkan diri selama dua hari di rumah sakit."Sudah sadar, Ka? Gimana keadaan lo? Ada yang sakit? Kepala lo udah baikan?"Kala menoleh ke sumber suara dan menemukan kakaknya tengah berdiri di dekat pintu. Penampilannya yang lusuh akibat kurang tidur, dengan sweater abu-abu yang sudah dikenakan berhari-hari, sama persis dengan ingatan Kala tentang wujud Kila sebelum ia pingsan."Gue pingsan berapa lama, Kak? Kakak nggak pernah mandi ya selama gue pingsan? Kok nggak pernah ganti baju?"Kila menyorot
"Lep ... passs ..."Setelah beberapa menit hanya bisa megap-megap, akhirnya Neta mampu menembakkan satu kata dari mulutnya dengan suara yang teramat rendah. Agak kurang tepat jika disebut berujar, lebih pas jika dikatakan sebagai bisikan.Tapi Fikri tidak mendengarnya, atau mendengar namun tidak peduli. Ia justru semakin mengencangkan cekikannya karena penghalang satu-satunya sudah tumbang. Sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangi untuk menyelesaikan urusannya dengan cucu tunggalnya yang cuma bisa memproduksi masalah itu.Kala sendiri tengah terkapar di tanah, persis di sebelah kaki Fikri. Dengan kelopak mata yang sudah teramat ingin menutup tapi dipaksa sebisanya untuk tetap terkuak, Kala menyaksikan adegan pembantaian itu tanpa bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk menggerakkan sepotong jarinya.Fikri melirik sinis ke arah Kala di samping bawahnya kemudian menyeringai, merasa luar biasa riang dengan situasi ini. Setelah selesai dengan Neta, Fikri baru akan
Kila memanjang-manjangkan leher dengan ekspresi resah. Sudah tiga puluh menit ia mencari Kala begitu menyadari bahwa adiknya tidak berada di lokasi kecelakaan.Saat polisi dan ambulans kota sebelah telah tiba di tempat terjadinya insiden, Kila yang mengetahui kalau Neta dan kakeknya tidak terdeteksi di manapun dari keterangan Citra berniat mengajak Kala untuk mencari mereka secara berjamaah.Tapi, Kila justru dibuat risau ketika matanya menjelajahi seantero jalanan, sela-sela mobil yang terlibat tabrakan, di antara masyarakat yang menonton, bahkan sampai memeriksa mobil yang terkapar di aspal, siapa tahu Kala sedang berurusan dengan orang yang terjebak di dalamnya, dan tidak menemukan adiknya."Bu Citra, apa Anda pernah melihat adik saya?"Citra yang juga sibuk mengidentifikasi lokasi demi mencari ayahnya dan Neta menoleh dengan raut kalut. Bagaimana bisa ia memerhatikan kehadiran manusia lain saat dua orang keluarganya lenyap?"Tidak, Bu Kila. Saya tidak pernah melihat adik Anda. Say
"Sakit, Kek. Lepaskan!"Kesadaran Kala terhimpun kembali dan telinganya menjaring kalimat yang diteriakkan Neta itu. Berupaya keras membuka kelopak matanya yang serasa diselotip, Kala mencoba mengingat apa yang telah menimpanya dan di bumi bagian mana ia terkapar saat ini.Begitu kelopak matanya terkuak, hal pertama yang dilihat Kala adalah bidang luas halus berwarna biru muda: langit. Mengerjap beberapa kali dengan susah payah, Kala bisa merasakan tanah di bawah punggungnya dan menyadari kalau ia tengah terbaring di alam, entah apa sebabnya. Yang jelas bukan dalam rangka menikmati pemandangan karena setiap senti tubuhnya terasa sakit."Jawab! Kamu tahu anak muda itu bisa deteksi kebohongan, kan? Makanya kamu melepaskannya dari pegangan Kakek karena kamu tahu itu bisa membunuhnya?"Hardikan itu begitu mengagetkan sampai kelopak mata Kala tersentak, semua rasa berat dan lemah yang menggayutinya tiba-tiba lenyap, dan dengan satu gerakan cepat ia membangkitkan badannya agar duduk.Punggu
Senyum mengerikan terpahat di wajah awet muda Fikri. Tatapannya pada Kala tak lagi seperti ingin mengusir. Sebaliknya, ia memberi Kala pandangan tertarik.Kala yang masih belum pulih sepenuhnya dari sakit kepala bertubi-tubi yang diperolehnya akibat menyentuh Fikri, sehingga kebanyakan menunduk, tidak menyadari perubahan ekspresi orang tua itu. Karena itu, ia sangat kaget saat tanah di depan matanya mempertontonkan sepasang sepatu pantofel berwarna hitam mengilat dari kulit asli.Saat mengangkat penglihatannya, Kala sampai tersentak ke belakang ketika menemukan muka Fikri yang hanya dihiasi sedikit kerut terpampang persis di depan hidungnya."Kemampuanmu sangat menarik sekaligus merepotkan, Anak Muda. Bagaimana rasanya bisa mendeteksi kebohongan? Menyenangkan? Tapi, sepertinya tidak terlalu membahagiakan kalau melihat bagaimana kamu kesakitan tiap menyentuh orang yang berbohong. Bagaimana kalau saya membantumu lepas dari kesakitan itu?"Tidak mengerti dengan yang dim
"Apa? 20 tahun? Untuk kejahatan yang tidak anakku lakukan? Anda sudah sinting, Bu Jaksa?"Auman kemurkaan ibu Fatih menyambut usai Irsita menyampaikan tuntutannya. Dengan wajah aslinya yang berbedak kedengkian jaksa itu menoleh ke belakang, memberi wanita fashionable yang duduk di kursi penonton sidang barisan depan itu tatapan merendahkan."Jaga ucapan Anda, Bu. Anda tidak tahu sudah mengatai siapa? Kalau Anda tidak hati-hati, saya bisa menjadikan Anda menyusul putra Anda untuk duduk di kursi terdakwa."Ibu Fatih meradang mendengar ancaman Irsita. Ia sudah nyaris melompati pembatas kayu antara kursi penonton sidang dengan meja saksi beberapa meter di depannya, kalau tidak sigap ditahan oleh suami dan anak perempuannya."Lepaskan saya, Pak, Veli. Saya harus menghajar wanita jelmaan setan itu. Lepas!"Bunyi palu yang dipukul oleh pria berambut keabuan yang teronggok di kursi ketua majelis hakim menyadarkan ibu Fatih. Ia pun kembali duduk di kursinya dengan mata masih mendelik pada Irsi
Kala memekik saat menyaksikan iringan mobil di depan mereka berpartisipasi dalam kecelakaan beruntun. Kila pun bereaksi sama dan cepat-cepat menghentikan mobilnya. Jarak mereka dengan mobil di depannya yang memang dijaga Kila agar tidak terlalu dekat, dalam rangka pengintaian yang dilakukan, membantu mereka tidak ikut serta dalam kekacauan itu."Apa yang terjadi, Kak? Kok mereka pada kecelakaan?"Kala berteriak setelah kakinya memijak bumi begitu keluar dari mobil yang telah dibawa Kila agak menjauh dari lokasi insiden."Gue juga nggak tahu, Ka. Sebentar, gue telpon polisi dan ambulans dulu."Mengangguk sekadarnya, Kala meninggalkan kakaknya yang sedang berurusan dengan ponselnya dan berjalan mendekati mobil yang paling dekat dengan mereka.Semua pintu mobil terkuak, pertanda seluruh penghuni telah minggat. Kala melanjutkan penjelajahannya ke mobil lain di depannya dan mendapati pemandangan yang sama."Gue udah telpon polisi dan ambulans. Mereka sedang perjal