Beranda / Romansa / PLAYER / 151 Tidak Sematre Itu

Share

151 Tidak Sematre Itu

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Pak Herman, boleh saya sama Ervin bicara sebentar di luar? Lima menit mungkin,” pinta Arla sambil mengangguk sungkan pada pengacara itu.

Herman mengangguk sebelum akhirnya tidak tahan lagi untuk melepaskan tawanya ketika kedua anak muda yang meminta bantuannya untuk menyusun prenuptial agreement telah menghilang dari ruangannya. “Oh God. Anaknya Naren kenapa sebelas dua belas sama Naren.”

Staf di ruangan itu—yang baru sadar dari keterpanaannya—menatap atasannya dengan bingung.

“Itu, anak muda itu anak dari temen kuliah saya dulu. Saya pikir temen saya aja yang gila. Meskipun temen saya nggak bikin prenup, tapi setelah menikah, dia langsung konsultasi ke saya, buat ngalihin sebagian asetnya ke istri. Anak pertama lahir, dia pindahin lagi asetnya, anak kedua juga, anak ketiga begitu lagi. Saya rasa sekarang temen saya itu cuma jadi budak korporat, jabatan aja yang Direktur Utama, tapi semua aset udah atas nama istri dan anak-anaknya,” terang Herman sambil menggelengkan kepala.

***

“Vin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
cheepychan
ketemu mantan lagi ya vin.
goodnovel comment avatar
dinaningtyasna
sapa lagi vin...? duh nyesel ga tuh dulu jd player? beresinnya tu lo repottt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PLAYER   152 One Thing for Sure ...

    “Yang tadi, Mbak Anya, dia mantan kamu?” tanya Arla begitu mereka keluar dari butik dan kini sedang berdua di dalam mobil menuju ke kantor Arla.Kalau Ervin menjawab ‘tidak’ atas pertanyaannya, maka Arla akan menebak kalau Anya memiliki perasaan lebih kepada Ervin, atau mungkin sedang dalam kondisi yang kurang sehat.‘Damn!’ Ervin mencengkeram setir lebih erat dari sebelumnya. Kenapa Arla bisa menebak? Ia bahkan tidak ingat kalau Arla tidak bertanya. “Kamu tau dari mana?”“Jadi bener dia salah satu mantan kamu?”Ervin mengangguk pelan.“Pantesan, tangannya dingin banget pas tadi salaman sama aku. Terus selama ngukur badanku, dia kayak … apa ya, kayak lagi menilai aku gitu.”“Nilai ukuran badan kamu? Berani banget dia! Itu kan tugas aku nanti.”“Ervin!”Mendapati pelotototan dari Arla, Ervin menghentikan kekehannya. “Kamu mau tau apa lagi? Tanya aja.”“Nggak! Nggak mau tanya apa-apa.” Arla mengalihkan pandangannya ke kaca jendela mobil di sisi kirinya.“Udah lama,” ucap Ervin tiba-tiba

  • PLAYER   153 Bukti

    Desti mengernyit bingung. “I’m just saying,” kilahnya sambil mengedikkan bahu.Arla hampir saja lanjut mengamuk andai Desti tidak menghentikan ucapannya. Ia bukan marah karena Desti mencemooh hubungannya dengan Ervin, ia marah karena berita yang baru saja diceritakannya, karena ia yakin inisial BP yang disebutkan Desti adalah papanya, Bagaskara Prawira.“Nda.”Arla langsung menoleh ke sumber suara. Entah mengapa Ervin muncul kembali di ruangan itu.“We need to talk, Nda,” kata Ervin dengan gusar. Ia baru saja turun dan hampir masuk ke dalam mobilnya saat Aris menghubungi dan menceritakan berita tidak benar yang beredar di media sosial serta beberapa kanal berita.Tanpa membalas ucapan Ervin, Arla mengikuti Ervin menuju ruang rapat yang biasa mereka gunakan di lantai itu.“Nda.” Ervin menutup pintu ruang rapat agar tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka.“Ada berita nggak bener yang beredar?” tebak Arla.“Kamu udah tau?”Arla menarik napas dalam-dalam sembari mencoba melurusk

  • PLAYER   154 Bukan Calon Suami kalau Keluarganya Tidak Bisa Menerima

    Arla keluar dari kamar dan tergesa menuju anak tangga. Berhenti tepat di bawah anak tangga terbawah, Arla berteriak, “Ibu … turun dulu deh, Bu. Penting nih.”Seorang wanita paruh baya muncul dari ujung tangga, menatap Arla dengan bingung. “Kenapa, Neng?”“Sini, Bu. Ayo ke kamar Mom.”Ervin akhirnya memilih menghampiri Arla karena melihat keributan itu. “Kenapa, Nda?”“Berkasnya nggak ketemu.”Menggusah napas pasrah, Ervin mengekori Arla menuju kamar milik mamanya.“Kamu rapi-rapi lemari saya nggak?” tanya Esther berusaha menekan kepanikannya.“Nggak, Nya. Terakhir saya masukin baju Nyonya yang udah disetrika minggu lalu, pas ada Nyonya di kamar kan.”Kakinya terasa lemas, Esther terduduk di pinggir ranjang. Berkas yang ia simpan di dalam lemarinya tidak hanya berisi bukti pernikahannya sekaligus akta cerainya, tetapi juga berisi berkas penting lainnya. Termasuk petikan keputusan presiden atas naturalisasi atau pewarganegaraannya—yang meskipun bisa ia cari lagi ke instansi terkait, tet

  • PLAYER   155 Once More

    “Vin.”“Hmm?”Keduanya sedang berada di mobil menuju kediaman orang tua Ervin. Tidak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan karena keduanya sedang sama-sama overthingking. Pikiran Ervin dipenuhi bermacam strategi untuk menghadapi masalah yang sedang menimpa keluarga Arla, sementara pikiran Arla dijejali kemungkinan terburuk yang akan menghadangnya, yaitu batalnya acara lamaran dua minggu menjelang.Toh ia baru memikirkan masalah pernikahan beberapa minggu belakangan ini, jadi harusnya ia bisa menghadapinya dengan lebih santai. Tapi sepertinya tidak semudah itu.“Kalau keluargamu nggak setuju sama hubungan kita, jangan maksain ya. Kita berpisah baik-baik. Aku resign dan kita nggak perlu saling ketemu lagi.”Ervin hanya diam, merasa tidak perlu menanggapi ucapan Arla yang saat ini sedang overthingking.“Viiin.”“Kita lihat nanti, aku nggak tau apa yang mau diomongin orang tuaku, tapi aku tau kalau pikiran mereka nggak sesempit itu. Kamu kenal mamaku, harusnya kamu tau gimana

  • PLAYER   156 Kembalinya Bukti

    “Ini, Pak.”Ervin menatap sebuah map plastik yang isinya cukup tebal, yang baru saja diangsurkan Aris padanya. “Apa ini?”“Berkas yang dicuri pihak Amalia Pratiwi.”Dengan tatapan tidak percaya, Ervin menarik map plastik itu mendekat, membukanya, kemudian mengecek kembali isi yang ada di dalam map tersebut. Senyumnya merekah sempurna. “Gimana caranya kamu bisa dapetin kembali berkas ini?”Aris mengangkat satu sudut bibirnya sambil mengedikkan bahu, puas dengan hasil kerjanya sendiri.“Gimana caranya, Ris?” Ervin menatap Aris dengan gamang. Sedikit saja kesalahan, masalah itu akan berlarut-larut.“Kita cuma cukup beruntung, pihak Amalia Pratiwi belum memusnahkannya, Pak. Atau mungkin nggak berpikir kalau kita bisa mengambilnya.”Ervin menatap curiga pada Aris dan Aris yang menyadari tatapan itu langsung berusaha menjelaskan apa yang telah dilakukannya.“Security rumah itu memang sudah dipecat dan sekarang kita pekerjakan di salah satu gudang Wijaya Candra. Tapi sebelum security itu dip

  • PLAYER   157 Aku Maunya …

    “Mom jangan keluar dari rumah dulu, tunggu beritanya mereda,” pinta Arla melalui sambungan telepon setelah salah satu berita yang beredar menyebutkan nama lengkap mamanya dan disusul berita lain yang menyebar secepat air berwarna yang diteteskan ke tisu.Ervin mengusap punggung tangan Arla selagi ia sendiri menghubungi Aris untuk menjalankan plan B, C, atau entah plan apa lagi karena media massa bukanlah sesuatu yang bisa dikontrol dengan mudah. “Rilis pernyataan dari tim pengacara sekarang, Ris.”Usai sama-sama menutup sambungan telepon, keduanya saling tatap.“Maaf ya, ada aja media yang berani ngerilis nama Mom.”Arla menghela napas dalam. “Unpredictable banget ya, Vin.”“Iya, hidup di zaman sekarang, susah banget bendung berita. Nggak segampang dulu, berita cuma dari koran, majalah, TV. Justru sekarang berita yang beredar via media sosial yang bener-bener susah distop.”Sampai di titik itu, Arla hanya bisa pasrah. Nama mamanya sudah tersebar, tidak menutup kemungkinan kalau namany

  • PLAYER   158 Bukan Masa Lalu Kamu

    “Viiin. Marah?”Sejak usai makan malam, Ervin memilih mode diamnya. Agenda mencari seserahan terpaksa mereka batalkan karena mood Ervin yang langsung drop sejak mengira Arla masih memiliki opsi untuk menolaknya.“Nggak, memang hak cewek kan untuk nerima atau nolak, meskipun aku udah jungkir balik buktiin perasaanku, meskipun aku udah ngelakuin semuanya.”Aah, Arla mengerti sekarang apa yang membuat Ervin merajuk, padahal ia tidak bermaksud seperti itu. Jadi ia memilih diam sampai Ervin bisa menurunkan emosinya dan berpikir jernih.Tapi Arla juga salah kalau memperlakukan Ervin yang sedang marah dengan mendiamkannya.Pada akhirnya hampir empat puluh menit mereka lalui dalam keheningan.“Vin.” Arla sampai harus memijat pelipisnya karena tidak biasa menghadapi laki-laki yang merajuk. Biasanya ia akan meminta putus kalau pacarnya sudah keseringan ngambek atau merajuk.“Udah malem, istirahat gih.” Ervin melepas seat belt-nya dan turun lebih dulu dari mobil.Arla ikut turun dan mengekori Er

  • PLAYER   159 Kebaya

    “Yeay! Dibolehin izin.” sambut Arla ketika Risma muncul di unit apartemen mereka saat matahari masih berada atas kepala.“Ya makanya seminggu aku anteng, nurut disuruh macem-macem di kantor, biar hari ini bisa izin setengah hari.”“Udah makan belum, Ris?”“Belum.”“Siap-siap gih. Supir udah nunggu di bawah, ntar kita nyari tempat makan sambil jalan aja ya.”“Udah ready kok. Tinggal berangkat aja. Ganti baju bentar ya.” Risma menghilang di balik pintu kamarnya dan muncul beberapa menit kemudian dengan pakaian casual.“Ayo,” ajak Arla yang tidak membawa banyak barang. Toh ia hanya pulang ke rumah mamanya dan setengah barang-barangnya memang ada di rumah.“Duh, emang beda ya yang mau jadi anggota keluarga Candra, biasanya ke mana-mana bawa mobil sendiri, kadang naik ojek, sekarang mendadak dianter supir,” ledek Risma sambil mengunci pintu apartemen.“Ck! Kebebasanku terenggut gara-gara masalah belakangan.” Arla merangkul pundak Risma sambil melangkah masuk ke dalam lift. “Makasih ya masi

Bab terbaru

  • PLAYER   200 Extra Part 2 ( Je T'aime Chaque Jour Davantage)

    "Abiel tadi telepon, Mas." Arla membantu Ervin membuka kancing kemeja sebelum ia beranjak ke kamar mandi. Kebiasaan baru yang diharuskan Arla setelah Ervin pulang kerja dan sebelum suaminya itu menyentuh Ancel."Kenapa Abiel?""Keputusannya keluar. Mas Pram diberhentikan dengan tidak hormat. Abiel bilang makasih ke Mas."Ervin hanya menghela napas. Bukan ia sebenarnya yang bertindak. Ia meminta bantuan kakeknya yang memiliki lingkup pertemanan lebih luas.Kasus perselingkuhan yang diajukan Abiel hampir terkubur begitu saja karena kedudukan Pramono. Untung kakek Ervin memiliki kenalan dengan kedudukan jauh lebih tinggi hingga semuanya bisa dilancarkan.Di atas langit masih ada langit. Peribahasa yang tepat untuk perkara satu ini."Tuhan baik banget ngirim kamu ke hidupku, Mas."Ervin mengerjap pelan. Kapan lagi dia bisa mendengar kalimat semacam itu dari istrinya. "Tuhan juga baik banget ngirimin kamu sama Ancel ke hidupku." Diam sesaat, kening Ervin mengernyit seperti memikirkan sesuat

  • PLAYER   199 Extra Part 1 (Bagaimana Kalau Jiwa Player Mendarah Daging?)

    “Arla!”“Iya, Mom,” sahut Arla begitu mendengar teriakan Mom dari lantai bawah. “Mas, Papa sama Mama udah dateng kayaknya, jahitanku masih sakit kalau buat naik turun tangga.”Ervin sedang fokus pada laptop-nya di meja rias Arla untuk menyelesaikan pekerjaannya yang ia abaikan selama dua minggu belakangan karena cuti untuk ayah atau lebih terkenal dengan paternity leave. “Ok. Biar naik aja ya Papa Mama.”“Iya.” Arla bergegas merapikan kamarnya yang (agak) berantakan. Siapa pun pasti maklum kan kalau kamar jadi berantakan dengan keberadaan anak bayi. Pertama, karena sang ibu belum benar-benar pulih, kedua karena orang tua bayi masih dalam masa adaptasi, dan ketiga, karena ayah si bayi mungkin memang tidak memiliki bakat untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga semacam rapi-rapi kamar.“Anceeel!”Ancel memang tidak sedang tidur, tapi tetap saja tergeragap mendengar suara yang cukup kencang itu. Sementara Arla hanya menggeleng-gelengkan kepala. Bukan suara mama mertuanya tentu saja yang

  • PLAYER   198 Ancel Adhiputra Candra

    “Mas.”“Kenapa? Nggak usah ikut ya. Janji cuma bentar, abis sidang, aku langsung pulang. Biar Mom sama yang lainnya ikut ke sini sekalian. Siapa tau kalo keluargamu ngumpul, dedeknya mau keluar.”Memang, sudah seminggu lewat dari HPL, tapi anak di kandungan Arla seakan masih betah bermain di dalam sana. Arla cukup stres dibuatnya meskipun dokter kandungannya mengatakan kalau hal itu adalah normal. Waktu persalinan tidak harus sama dengan HPL, tiga minggu lebih awal sampai dua minggu lewat dari HPL adalah hal yang normal.“Atau aku nggak usah berangkat ya? Kan ada tim pengacara.”Arla menggeleng. Tidak tega membiarkan keluarganya sendiri tanpa Ervin. Meskipun tetap ada pengacara yang siap membantu mereka, tapi Arla tetap tidak tega.Sejujurnya, Arla juga ingin Ervin ada di sampingnya seperti beberapa hari belakangan, tapi kakak iparnya—Irsyad—sedang dinas di luar kota. Jadi, hanya Ervin laki-laki di keluarganya saat ini.“Nggak apa-apa, di sini kan banyak orang. Nanti kalo aku udah nge

  • PLAYER   197 Tinggal di Rumah Mertua

    Berhadapan di kantin rumah sakit, Ervin dan Arla saling tatap. Ervin meraih kedua tangan Arla dan menggenggamnya.Keduanya masih mencoba mengatur napas setelah kepanikan mereka beberapa saat sebelumnya. Tegang dan lega secara bersamaan sepertinya tidak pernah mereka rasakan seperti sekarang.“Kita cuma terlalu panik tadi, Mas.”“Iya, syukur nggak kenapa-napa. Tapi kan dokter memang minta kamu istirahat dulu. Kita ke rumah Mama aja ya.”Arla mengangguk setuju. Setidaknya ada mama mertuanya yang sudah berpengalaman dengan tiga kali kehamilan. Ada beberapa ART yang sudah punya anak bahkan cucu, yang mungkin bisa meredakan paniknya kalau hal seperti sebelumnya terjadi lagi.Walaupun setelah Arla melalui serangkaian pemeriksaan, dokter berkata itu hal yang wajar jika Arla kelelahan dan semuanya normal.“Kalau kita ditanya kenapa nginep di sana gimana, Mas?”“Ya kita bilang kejadiannya. Aku beneran nggak berani berdua di apartemen sama kamu. Aku takut.”Arla mengangguk. Sama. Ia juga takut

  • PLAYER   196 Kita ke Rumah Sakit!

    “Udah ok belum, Kak?” tanya Yara sambil menunjukkan desain interior rumah yang baru dibeli kakaknya.Siang itu, Yara menemui Arla di kantor mamanya—lebih tepatnya di lantai 2 Amigos—karena kakaknya mengatakan bahwa Arla yang akan memutuskan semuanya. ‘Itu rumah untuk kakak iparmu, Dek. Jadi tanya aja ke dia.’ Begitu tadi ucapan kakaknya yang membuat Yara merotasikan kedua bola matanya karena level bucin yang agak berlebihan dari kakaknya.“Rumahnya masih lumayan baru, nggak terlalu banyak yang harus direnov. Aku cuma bakal ngeberesin taman samping ini yang kelihatan gelap. Tapi terserah Kak Arla, Kak Ervin bilang sepenuhnya keputusan di Kak Arla.”Arla mendengkus kesal. “Kamu nggak nanya ke kakakmu? Dia sebenernya mau tinggal sama aku apa nggak? Kok semuanya aku yang mutusin.”Tawa Yara berderai mendengar ocehan kakak iparnya dan seketika tersadar kalau ia pun mengalami hal yang sama saat mendesain interior rumah Adam. “Emang gitu laki-laki, Kak. Niatnya sih baik, biar kita betah di r

  • PLAYER   195 Bargain

    “Ada urusan apa kamu mau ketemu aku?”Ervin tidak menyangka kalau siang itu dia harus menemui Alan. Pengacaranya menghubungi dan menyampaikan bahwa Alan ingin bertemu dan bicara sesuatu padanya. Diiming-imingi dengan janji Alan untuk bersikap kooperatif dan memberikan sebuah informasi penting, akhirnya Ervin menyetujui permintaan Alan itu.Harusnya Alan gentar mendapatkan tatapan setajam itu dari Ervin, tapi Alan sama sekali tidak menunjukkan ketakutannya.“Aku nggak sendirian. Harusnya kamu sadar gimana susahnya anak buah kamu buat dapet bukti kan?”“Jadi? Siapa?” Setengah mati Ervin mencoba untuk tidak menunjukkan rasa penasarannya. Trik dalam negosiasi sedang dipakainya. Sekali ia menunjukkan rasa penasarannya, maka Alan akan memegang kendali, merasa bisa menyetir arah pembicaraan mereka. “Jangan buang waktuku!”“Do something for me. Setelah itu aku akan bongkar semuanya.”“Apa? Aku harus lihat dulu sepadan atau nggak apa yang kamu minta sama yang kamu tawarin.”Alan sebenarnya tah

  • PLAYER   194 The True Face of Pramono

    “Dirga rewel?” tanya Abiel yang baru menjemput Dirga sore hari. Ternyata ia benar-benar butuh ‘me time’. Jadi setelah pertemuannya dengan Pramono dan selingkuhannya itu, Abiel pergi ke salon langganannya untuk creambath. Meskipun pijatan dari pegawai salon itu tidak juga menghilangkan pusingnya, setidaknya ia punya waktu untuk melatih senyuman palsunya di depan Dirga—anak sematawayangnya.“Nggak. Sejak kapan Dirga rewel. Kalo udah ketemu sama Lashira tuh, baru saling ganggu, saling bikin nangis.” Arla mengajak Abiel untuk duduk di ruang makan. Ia mengambil satu pitcher es jeruk yang sudah disiapkannya di dalam kulkas.“Sekarang Dirga mana?”“Lagi ke minimarket bawah sama Mas Ervin.” Arla tahu kalau Abiel sedang ingin cepat angkat kaki dari apartemennya demi menghindari pembicaraan tentang Pramono dan perselingkuhannya. “Jadi, kamu apain dia? Udah beres masalahnya?”Abiel memilih diam.“Hubungan kita memang kayak Tom and Jerry, Biel. Tapi … kita tetep saudara. Aku juga akan tetep bela

  • PLAYER   193 Satu Aja Nggak Abis-Abis

    "Maaas, Abiel mau ke sini. Mau nitipin Dirga." Arla terburu menyusul Ervin yang berada di dapur untuk membuatkannya puding. Arla tersenyum melihat suaminya sedang video call dengan Bi Ijah demi mendapatkan tutorial yang meyakinkan. "Bisa? Sini aku aja.""No, no, udah tinggal nunggu mendidih kok. Tadi apa kata kamu? Abiel mau nitipin Dirga di sini?""Iya. Abiel mau ketemu sama Mas Pram dan dia nggak mau Dirga denger apa yang mereka omongin.""Ok, mumpung weekend, dan pas banget aku lagi bikin puding. Nanti kita ke bawah beli snack ya buat Dirga.""Nunggu Dirga dateng aja, biar dia yang milih snack-nya.""Ok. Done. Bi Ijah makasih ya, Bi. Ini tinggal kupindah ke wadah trus nunggu uap panasnya ilang, baru masukin ke kulkas kan. Sip." Ervin mengakhiri sambungan video call, lalu sibuk menuang puding buatannya ke wadah kaca. "Sabar ya, Sayang. Tunggu pudingnya dingin," ucap Ervin sambil mengusap perut istrinya yang kini mulai terlihat membuncit di dua puluh minggu kehamilannya.Entah siapa

  • PLAYER   192 Kamu yang Menang

    “Dek, jujur ya. Aku kelihatan gendut banget ya? Perutku kelihatan buncit kan?” Berulang kali Arla berkaca dan sudah lebih dari lima orang yang mengatakan kalau ia tidak terlihat sedang hamil, tapi masih saja Arla gelisah. ‘Ini terakhir kalinya,’ batin Arla. Ia berjanji Yara—adik iparnya—adalah orang terakhir yang ia tanya.“Nggak kok, Kak. Masih lurus, lempeng. Nggak pake stagen, korset, atau semacamnya kan, Kak? Kasihan ponakan aku kegencet.”Arla terkekeh geli melihat raut wajah Yara yang benar-benar terlihat memelas. “Nggak, mana dibolehin sama kakakmu.”“Lagian begini aja masih kelihatan langsing kok. Kak Arla ngatur makan ya?”“Nggak juga, ini aja udah naik tiga kilo. Sempet diomelin kemaren karena bajunya mesti dirombak lagi.”“Ah iya, aku jadi keinget, karena Kak Arla lagi ngomongin baju. Mama udah tau apa yang dilakukan Anya. Mama mau ngamuk, untung ada Kak Aileen yang nenangin. Jadi Mama udah nggak make jasa butik dia lagi mulai sekarang.”Arla menghela napas. “Sebenernya kal

DMCA.com Protection Status