Tring...
Ponsel Arya berdering, Arya langsung mengangkat sambungan teleponnya dan sedikit menjauh dari Endrea."Dari siapa?" tanya Endrea dengan nada lemah, dirinya masih berbaring diranjang.
"Dari rekan kerja, dia bilang nanti setelah makan siang akan datang kesini, kamu ngga mau periksa?" tanya Arya kemudian mendekat ke arah Endrea.
"Tidak susah, bentar lagi juga enakan kok Mas," jawab Endrea tidak lama kemudian matanya terlelap.
Arya keluar dari kamar dan mulai bekerja seperti biasa Arya sibuk dengan banyak berkas yang perlu tanda tangannya, tidak terasa satu jam berlalu sudah saatnya makan siang Arya masuk ke dalam kamar untuk membangunkan Endrea.
"Sayang bangun, kita makan dulu yuk," ajak Arya Endrea mengerjapkan matanya.
"Iya Mas, aku juga lapar," ujar Endrea kemudian Endrea mengumpulkan sisa kesadarannya dan keluar dari kamar.
Mereka akan makan siang disalah satu restoran yang dekat dengan kantor, sekalia
"Aku tidak tahu perasaan apa yang sedang aku rasakan saat ini, tapi aku bahagia semoga kalian langeng sampai Kakek, Nenek," gumam Endrea kemudian tangannya mengusap air mata yang keluar."Kamu kenapa menangis?" tanya Arya dengan memeluk leher Endrea dari belakang, kepalanya disusupkan ke pundak Endrea."Haha aku bahagia, akhirnya Semuel menikah juga," jawab Endrea kemudian mencium pipi suaminya."Aku juga tidak menyangka Semuel dulu pernah menjadi seorang perempuan hanya karena wanita, tapi akhirnya sekarang bisa melupakannya juga," ujar Kevin yang baru masuk ke dalam apartemen Arya.Sekarang Arya dan Endrea sudah tinggal dalam satu apartemen, dan Kevin juga sudah kembali ke gedung apartemen yang sama dengan Arya."Kehidupan seseorang memang tidak ada yang tahu ya?" tanya Endrea dengan berjalan ke arah dapur untuk membuatkan minuman."Dan kamu akan menikah?" tanya Arya kepada Kevin."Haha... Paman bertany
'Siapa kamu sebenarnya, kenapa tahu nomorku,' balasan yang ditulis oleh Liana.Ting...Ponsel Liana kembali berdering, ternyata balasan dari nomor tidak dikenal tadi 'Urusan siapa saya itu tidak penting, bukannya yang paling penting adalah informasi tentang Endrea dan orang yang berada disekitarnya, jika kamu ingin bertemu denganku, temui aku malam ini di taman dekat kontrakanmu,' isi pesan itu.Karena Liana merasa penasaran jadi dirinya bersiap untuk menemui orang misterius itu, setelah siap jam setengah tujuh malam Liana berangkat ke taman berjalan kaki karena taman itu sangat dekat.'Dimana Kamu, aku sudah sampai,' tulis Liana lalu mengirimnya kepada nomor itu."Iya aku sudah melihatmu," ucap seorang pria dengan penampilan rapih layaknya seorang atasan kantor, perutnya buncut dan ada kumis tebal membuat Liana sedikit kaget, awalnya dia mengira orang itu seorang perempuan."Kamu siapa?" tanya Liana dengan berdiri dari duduk
"Yuk pulang, lanjut dimobil saja ya disini banyak yang liatin," ujar Arya kemudian berjalan menuju ke mobil, Endrea melihat ke arah karyawan yang berdiri tidak jauh darinya, pipi Endrea memerah melihat karyawan tersenyum malu-malu ke arahnya."Mari Mbak," ucap Endrea dengan menundukan sedikit kepalanya."Mari," jawab Mbak tersebut, Endrea langsung berlari menyusul suaminya yang sudah berada di dalam mobil."Apa sih Mas, kenapa bilang kaya gitu diluar, kan malu sama orang," ucap Endrea dengan menepuk dada pelan Arya."Tuh kan kamu yang mancing-mancing, kan aku jadi gemes," jawab Arya kemudian mencium pipi Endrea."Sekarang kita pulang," ajak Arya kemudian mulai menjalankan mobilnya dengan perlahan, tiga puluh menit kemudian mereka sampai di apartemen Arya, Arya langsung mandi sedangkan Endrea berganti pakaian karena jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh."Paman, Bibi," teriak Kevin dari luar kamar, Endrea yan
"Apa tidak akan terjadi apa-apa kepada Ibu Endrea?" tanya Eva dengan suara bergetar, dirinya terpaksa melakukan ini karena dirinya terjebak hutang rentenir.Liana mengalihkan pandangannya ke arah Eva, kemudian tersenyum dan berkata "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan dia, dia akan baik-baik saja ditangan kami,"."Baiklah kalau begitu saya permisi," pamit Eva kemudian meninggalkan kedua orang itu yang masih menatap serius ke arah Endrea.Bruukkk...Saat berjalan tiba-tiba Eva menabrak seorang tenryata itu adalah, Arya Bos ditempatnya bekerja."Maaf Pak, saya tidak sengaja," ucap Eva dengan menunduk tanpa berani menatap ke arah Arya."Tidak masalah," jawab Arya kemudian berlalu meninggalkan Eva, Eva menarik nafas lega Bosnya tidak marah."Jadi apakah kita akan kesana sekarang?" tanya Liana kepada Trio dengan menunjuk ke arah Endrea."Tidak kita, tapi kamu," jawab Trio membuat mata Liana melebar."
"Ahh...." rintih Endrea, Bibinya benar-benar sekarang sudah menjadi psikopat hanya untuk menghilangkan nyawanya."Sakit yah? maaf yah aku sengaja hahaha!" Liana tertawa puas melihat wajah Endrea yang meringis karena kesakitan.Endrea memegang lengannya yang sudah bercucuran darah, Liana mundur beberapa langkah untuk bersiap menyerang kembali Endrea."Mati kau anak sialan!" teriak Liana dengan menusukkan pisau tajam itu ke dalam perut Endrea.Endrea di dorong oleh seorang dan orang itu terjatuh diatas tubuh Endrea, Liana menyadari dirinya telah salah sasaran langsung ancang-ancang untuk berlari.Dor...Sebuah tembakan terlepas dan tepat mengenai kaki kanan Liana, sehingga membuat Liana tidak lagi bisa berlari.Endrea membuka matanya dan melihat Arya tengah kesakitan di atasnya, Endrea kembali menangis dan memeluk erat tubuh Arya."Sayang kamu kuat kan, sabar yang sayang kita akan ke rumah sa
"Aku ikut, apapun yang terjadi aku akan kuat dan tidak akan merepotkanmu," ucap Endrea dengan nada memohon.Kevin menghela nafas, kemudian melihat ke arah perawat itu yang mengangguk ke arahnya."Baiklah Bibi ikut, tapi Bibi berganti pakaian terlebih dahulu," pinta Kevin dengan dibantu oleh perawat itu, Endrea berjalan ke arah kamar mandi dan mengganti bajunya yang penuh dengan darah itu."Saya sudah membayar semuanya," ucap Kevin kepada perawat itu, Kevin keluar dari ruangan itu dan membantu Endrea berjalan ke arah mobil."Bibi sebenarnya aku ingin memberitahukan kabar tentang Paman, tapi Kevin takut Bibi tidak bisa menerimanya," ucap Kevin dengan sesekali menatap ke arah Endrea."Katakan saja, Pamanmu tidak apa-apa kan?" tanya Endrea dengan tidak sabar menunggu apa yang akan Kevin katakan."Sebenarnya tadi polisi yang membawa Paman memberitahu kepada Kevin kalau... Kalau Paman tidak bisa diselamatkan,".Deg...
"Paman yang tenang di atas sana sekarang Paman tidak sakit lagi, Bibi sudah menepati janjinya untuk menemani Paman sampai di tempat peristirahan terakhir Paman, tenang disana Paman Kevin berjanji akan menjaga Bibi sebisa Kevin," gumam Kevin kemudian mengusap air matanya tangan yang satunya lagi memegang tubuh Endrea.Kevin membopong tubuh Endrea dan membawanya ke dalam mobil, Kevin membawa mobil dengan kecepatan sedang menuju ke rumah sakit.Tiga puluh menit kemudian Kevin sudah sampai dan langsung membawa Endrea ke dalam untuk mendapatkan pertolongan, Kevin duduk termenung dikursi tunggu."Setelah ini kehidupan seperti apa yang akan aku jalani tanpamu Paman?" gumam Kevin penuh tanda tanya, dirinya meski sudah dewasa tapi belum bisa berdiri dikaki sendiri.Kevin selalu butuh nasehat dari Pamannya, untuk menunjukkan jalan yang mana yang harus dirinya tempuh, sekarang Pamannya sudah tidak ada dirinya harus bisa melakukannya sendiri.Satu
"Baik Pak akan kami carikan ya, kalau boleh mau yang cewe semua atau cowo semua?" tanya Mbak yang berjaga dimeja resepsionis itu dengan ramah, Kevin malah terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu."Pak," panggil Mbak resepsionis lagi dan menyadarkan Kevin dari lamunannya."Eh iya Mbak, bilang apa tadi?" tanya Kevin lagi."Mau yang cewe semua atau cowo semua?" tanya Mbak resepsionis lagi."Cewe semua saja Mbak, tapi yang badannya fit dan bisa bekerja sama dua puluh empat jam," Kevin menjelaskan perawat yang dia inginkan."Baik Pak," jawab Mbaknya dan mulai sibuk mengetik dikomputer yang ada di depannya."Bapak bisa menunggu nanti saya akan membawa mereka ke ruangan Ibu Endrea," perintah Mbak resepsionis itu dengan ramah, Kevin menuruti kembali berjalan dan kali ini Kevin memberanikan diri masuk ke ruangan Endrea.Kevin melihat Endrea terbaring dibrangkar, Kevin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan