Beranda / Romansa / PETAKA REUNI / Sebuah Janji

Share

Sebuah Janji

Penulis: Wanti Arifianto
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-08 12:51:24

Setelah percakapan pagi itu, aku selalu tidur di kamar Raya, menemaninya menjaga anak-anak yang masih sering rewel di malam hari. Bukan semata-mata karena perhatian, aku menemani Raya dengan sedikit keegoisan. Bahwa aku bisa melupakan segala yang menjadi dukaku sendiri dengan menjadi penyembuh dan penyemangat untuk orang lain.

Sementara itu, Arsyl ... entah apa yang dilakukannya sekarang. Mungkin, dia masih tetap menjalani rutinitas membawa Alya berjalan-jalan di pagi hari. Mungkin juga, dia disibukkan dengan banyak hal dari siang sampai malam, lalu melupakan aku.

Akan tetapi, tak peduli apa yang dilakukannya sekarang, aku masih di sini, menunggunya. Aku menunggu dia seperti seorang putri mendamba pangeran berkuda. Hal yang sedari dulu tak pernah kulakukan ketika kami sepakat untuk hidup bersama.

Hari-hari selanjutnya, Raya terlihat berbeda. Dia yang semula sering menangis dan selalu menampilkan wajah muram, menjadi lebih segar. Wajahnya tak sembab lagi ketika aku menemuinya di pag
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PETAKA REUNI   Kabar Buruk?

    Hariku masih kuhabiskan di rumah Ibu. Dalam sepi dan ketidakpastian. Entah Ibu mulai curiga atau bagaimana, aku sama sekali tak ambil pusing. Kecurigaan Ibu kepadaku berakhir ketika Raya berkata bahwa Arsyl-lah yang memintaku menginap di sini. Sungguh, itu adalah sebuah kebetulan yang membuat aku bebas bungkam tanpa menjelaskan apa pun.Sementara itu, Raya sudah kembali ke rumahnya dua hari yang lalu. Setelah sang suami dan mertua datang kala itu, dia memang tidak langsung pulang. Hanya mertuanya saja yang pulang, Dika memutuskan menginap selama semalam. Adik iparku itu juga mengucapkan banyak terima kasih, karena aku dianggap mengambil peranan penting dalam menjaga Raya dan anak-anaknya. Tanpa semua orang tahu, bahwa aku di sini karena tak diinginkan oleh suamiku. Tuhan seperti mengirimkanku banyak perisai sebagai tempat berlindung. Keberadaan Raya yang semula menjadi pikiran Ayah, Ibu, dan kami semua, siap sangka malah menjadi tameng untuk menyelamatkan mukaku. Aku malah mendapat b

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • PETAKA REUNI   Malam yang Tertunda

    Aku pikir kamu sudah pulang.” Kak Amy berkata lagi. “Terlalu lama biarkan masalah kalian sampai berlarut-larut tanpa penyelesaian, aku malah takut nantinya jadi bom waktu.” Aku diam, tetapi dalam hati membenarkan kalimat Kak Amy. Apa pun itu masalahnya, bila dibiarkan berlarut-larut, tentu akan menjadi masalah besar. Apalagi yang aku alami sekarang. Aku dan Arsyl benar-benar diam di tempat tanpa sebuah penyelesaian. Aku menyugar rambut, menopang dagu pada satu tangan yang tertumpu di meja. Mengapa hariku ini sungguh berat? Setelah obrolan dengan Ibu yang membiaskan kecewa di hati kami masing-masing, kini aku harus terlibat pembicaraan dengan Kak Amy. Memang, Kak Amy tak berpihak kepada siapa pun. Dia selalu menunjukkan dukungan untuk aku dan Arsyl secara berimbang. Kak My tak pernah berat sebelah, meski tahu aku ada dalam posisi bersalah dan menyakiti hati adiknya. Namun, ini lebih memberikan tekanan mental untukku. Bagaimana bila aku gagal bertahan? Masih bisakah Kak Amy mengangga

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • PETAKA REUNI   Pagi yang Manis

    Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku sekarang, maka tidak ada yang bisa kuungkapkan sebagai jawabannya. Semuanya campur aduk. Bahagia, canggung, malu, gempuran rasa itu mendekapku dalam satu waktu. Namun, yang paling terasa dari semua itu adalah lega. Sebab, Arsyl sudah menerima dan memaafkan aku. Saat ini, adakah yang lebih baik dari itu?“Sekarang masih kangen?” tanya Arsyl sembari mengusap punggungku.Kubiarkan tanya itu tak terjawab, dan lalu membenamkan wajah semakin dalam ke dadanya. Setelah mengabaikanku dan membuat jarak di antara kami, aku tak ingin beranjak sedikit pun darinya.Mungkin, sebagian wanita mengalami rasa canggung ini di malam pertama pernikahan mereka. Aku pun tak tahu bagaimana mereka membuka percakapan setelah bercinta. Ah, bercinta? Aku bahkan tak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Saat ini, aku terlalu malu untuk berkata-kata. Jangankan berbicara dengan baik, mengatur deru napas saja rasanya sulit sekali. Apakah bercinta itu memang begini

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • PETAKA REUNI   Pagi Berkesan

    “Curang!” Aku menatap Arsyl yang kini berpakaian. Sementara itu, aku duduk bersandar di kepala ranjang.Pagi ini, setelah semua yang terjadi, aku hanya bisa berdiam di rumah. Kupikir, Arsyl akan menemani seharian. Kami bisa berdua, menghabiskan sepanjang hari dengan bermesraan atau melakukan hal-hal manis lainnya. Ternyata, semua itu hanya keinginan yang tak akan terwujud. Dia bersiap sebelum jam sembilan dan akan segera meninggalkan aku sendirian di rumah. Namun begitu, aku tetap bahagia. Sebab, kepulanganku semalam menjadi akhir dari semua nestapa. Kesalahan yang kulakukan kemarin seperti menguap entah ke mana. Benar kata orang, bahwa sebaiknya masalah suami istri itu diselesaikan di atas ranjang, tanpa siapa pun tahu. Logikanya, suami istri bermesraan dalam diam. Sudah sewajarnya bila segala masalah mereka pun diselesaikan tanpa drama dan keributan. Dan untuk masalah terbesar dalam rumah tangga ini, kami benar-benar menyelesaikannya di dalam kamar, di atas ranjang dalam arti yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • PETAKA REUNI   Remidi

    Menuruti semua kata-kata Arsyl, hari ini aku benar-benar di rumah saja. Surat sakit yang dikirimkannya ke kantorku, membuat ponselku tak henti menyuarakan notifikasi. Banyak teman yang menanyakan keadaanku, sampai beberapa yang lain ingin menjenguk.Sebenarnya, perhatian yang diberikan beberapa teman itu bukanlah hal yang berlebihan. Sebab, selama ini aku adalah orang yang nyaris tak pernah meminta izin kecuali ada hal yang sangat penting. Bahkan, selama ini aku tetap memaksa bekerja meski dalam keadaan tak enak badan.Aku masih ingat, dalam setahun terakhir sepertinya hanya pernah minta izin dua hari saja. Karena sakit beberapa waktu yang lalu. Itu pun terhitung hanya setengah hari dikali dua, karena pagi harinya aku masih memaksa datang ke kantor, dan melanjutkan pekerjaan dari rumah di sore harinya. Bahkan, saat menikah dulu, aku tak meminta izin. Akad nikah yang dilangsungkan hari Sabtu dan lanjut ke resepsi di malam harinya, membuat aku mencukupkan hari Minggu untuk beristirahat

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • PETAKA REUNI   Dunia Sempit

    Sejak malam yang menjadi titik balik hubungan kami itu, hari yang kulewati bersama Arsyl terasa lebih indah. Rumah kami jadi penuh warna, canda, dan tawa, seakan-akan di dunia ini tak ada yang namanya kesedihan. Kami berdua bagai sepasang suami istri yang terlahir kembali. Seperti pengantin baru yang tengah menapaki masa bulan madu.Kami berbagi kemesraan, layaknya sepasang kekasih yang baru saja menapaki indahnya cinta pertama. Kami selalu mengawali hari dengan saling memeluk, bisikan kata mesra, juga mengucapkan banyak harapan agar kehidupan di depan sana hanya berisi kebahagiaan saja.Bersama menapaki pernikahan tanpa melewati proses pacaran, kami benar-benar memanfaatkan banyak waktu untuk saling mengenal. Hal-hal yang dulu tak pernah kami bicarakan, kini dibahas dengan sangat menyenangkan. Berbagi cerita tentang keseharian di tempat kerja seperti menjadi hal wajib sekarang.Setiap sudut rumah kami yang semula sepi, terasa hangat. Ditambah jejak percintaan kami yang tertinggal ha

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • PETAKA REUNI   Tak Layak

    Senyuman Danar terkembang, seiring tangannya yang tadi disembunyikannya dalam saku celana, diangkatnya keluar. Orang lain tentu melihat ini adalah bentuk keramahan. Namun, tidak denganku. Lagi-lagi, Danar ingin menunjukkan betapa dia masih memiliki hak untuk mempermainkan kehidupanku. Langkahku hampir saja surut ke belakang, andai saja Arsyl tidak memindahkan tangannya yang tadi kugandeng ke pinggang ini. Tanpa berniat memamerkan kemesraan kepada Danar, aku kembali meraih tangan Arsyl dan mengeratkan dekapan di sana. “Kamu ... apa kabar?” Danar masih mengulurkan tangannya untuk kusambut. Sapaannya kali ini mengingatkan aku pada apa yang dia lakukan ketika kami berjumpa di cara reuni. Sama seperti hari ini, dia hanya menanyakan kabar. Lalu, saat itu dengan bodohnya aku membuka pintu hati ini lebar-lebar. Namun, semua tak akan terulang sekarang. Sebab Arini yang ada di hadapannya kini, bukan Arini yang dulu begitu mudah hanyut dalam pesonanya. kini, aku berdiri di hadapannya dengan b

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-11
  • PETAKA REUNI   Dugaan

    Usai membersihkan tubuh seperlunya, aku berdiri di depan cermin. Dalam balutan gaun tidur berbahan satin tipis ini, aku merasa tak ada yang berbeda dengan penampilanku. Namun, pertanyaan Raya tadi terus saja terngiang di benakku. Hamil? Masih menatap diri sendiri, aku meraba perut. Akankah semu akan berubah bila itu benar-benar terjadi? Ketika berkonflik dengan Arsyl beberapa bulan lalu, aku menginginkan hal itu terjadi. Aku berharap segera ‘isi, seperti harapan banyak orang. Tentu saja, hadirnya buah hati kan merekatkan hubungan kami. Akan tetapi, mengapa saat ini aku justru didera takut? Aku menghela napas, masih berdiri di depan cermin di ruang wardrobe. Saat ini, aku dan Arsyl baru saja menapaki hari sebagai suami istri yang sesungguhnya. Kami melalui banyak hari dengan bahagia hingga hari ini. Lalu, akankah semua berubah bila ada anggota baru dalam keluarga ini?Aku mengedarkan pandang ke sekeliling ruang wardrobe. Selama apa pun aku menyelisik tempat ini, hanya pintu-pintu l

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-11

Bab terbaru

  • PETAKA REUNI   Terima Kasih (ending)

    “Ssst!” Arsyl meletakkan telunjuk ke bibir ketika aku masuk ke kamar. “Boss besar baru aja tidur.” Dia melanjutkan kalimatnya.“Lho, kok bisa? Kan, dia belum ng-ASI?” Aku mendekat.Sepulang dari mal tadi, kami mampir ke rumah Mama sebentar. Sementara itu, Arsyl lanjut ke klinik. Setelah urusannya selesai, baru kami pulang ke rumah bersama. Aku langsung mandi, karena lelah dan berpikir akan langsung tidur saja.“Tadi sudah aku angetin ASIP-nya.” Arsyl masih berbicara pelan. Dia mendekat dan bertanya, “Mau mompa?”Aku hanya mengangguk, dan mulai mempersiapkan alat. Selama menyusui, produksi ASI-ku memang berlimpah. Sebuah hal yang patut disyukuri, karena banyak ibu di luar sana yang mengalami nasib sebaliknya.“Mam, mompanya bisa biasa aja, nggak?”Aku menoleh? Apa katanya? Biasa saja? Aku bahkan belum mulai. Dasar mesum!“Maksudnya?”“Ya ... nggak usah pake baju begitu lagi, kan aku jadi—“Belum selesai kalimat Arsyl kala aku melemparnya dengan sebuah bantal.Suamiku itu hanya terkekeh

  • PETAKA REUNI   Hadiah Kedua

    Papa Ciiil!”Dua bocah berambut kriwil itu menyongsong dengan riang ketika aku dan Arsyl sampai di rumah Mama. Sore ini, Mama mengundang kami untuk datang ke acara makan malam keluarga. Berkumpul di sini, lalu nanti sama-sama menikmati hidangan di sebuah tempat di tepi pantai. Bukan tanpa alasan, sebab suami Kak Amy datang dari Manado tengah berulang tahun. Ayah si Kembar itu akan menghabiskan masa cuti beberapa hari di Makassar.Menurut Mama, sudah lama kami tak duduk dalam formasi lengkap. Sebab, selama ini memang kami jarang menemukan waktu yang pas. Biasanya, jika ada suami Kak Amy, maka Arsyl sibuk. Atau kalau tidak, aku yang sedang lembur.“Hey! Sudah makan belum?” Arsyl berjongkok, dan menyambut keponakannya dalam dekapan. Kemesraan yang selalu mampu menghangatkan hatiku sejak dulu. “Zaki udah!” Zaki mengusap perut ketika berkata demikian.“Zia juga udah!” Zia menyahut, tak mau kalah.“Anak pinter!” Arsyl menghadiahkan kecupan pada si Kembar, bergantian.“Papa Cil, nanti kit

  • PETAKA REUNI   Tentang Komitmen

    “Nanti aku ada pameran di mal. Bawa Arsha boleh, nggak?”Aku bertanya kepada Arsyl kala menyajikan sarapan. Ini adalah akhir pekan, tapi aku masih harus menyelesaikan beberapa tugas kantor terkait stand pameran disalah satu mal yang ada di Kota Makassar. Menjelang akhir tahun, berbagai perusahaan otomotif memang gencar melakukan kegiatan seperti ini dengan memberikan banyak potongan dan berbagai bonus.“Mau aku temenin sekalian?” Dia bertanya setelah menyesap air jahe. Hari ini Arsyl tidak ke rumah sakit. Dia bilang, nanti malam juga hanya akan ada di klinik satu jam saja.“Nggak usah. Mau ngapain?”“Ya sekalian belanja. Kamu nggak jaga stand, ‘kan? Cuma ngurus administrasi sama orang mall aja?”Aku mengangguk. “Iya. Tapi kalo kamu ikut, aku malah takut nggak konsen nanti.”Arsyl menimang bayi kami yang ada dalam dekapannya lalu berkata, “Nggak konsen? Emang kamu mau ngapain?”Aku melengos, lalu bangkit menuju wastafel. “Lagian mau ngapain ikut? Emang nggak bosen? Aku sampe jam tiga d

  • PETAKA REUNI   Hari-Hari yang Manis

    Jika ditanya apa yang paling kubenci akhir-akhir ini, maka tamu di pagi hari adalah jawabannya. Bukan saja karena masih ingin bermalas-malasan di tempat tidur, tapi karena banyak hal yang harus kubereskan lebih dahulu. Aku tidak suka jika rumah dalam keadaan berantakan lalu ada yang datang. Selain akan dicap jorok, tentu sebagian orang akan menganggap aku istri yang malas. Seperti pagi ini misalnya, kala Kak Amy datang tanpa memberi tahu. Salah Arsyl juga, yang membuka pintu tanpa berpikir panjang.“Ya aku nggak tau, Sayang. Kan kupikir itu Kak Amy, bukan orang lain.” Dia mengelak, sedangkan aku menatapnya dengan memberengut. Mungkin, kali ini wajahku sudah seperti Angry Bird karena alis yang menyatu.“Mau Kak Amy atau bukan, harusnya kamu bisa beresin dulu ruang tamunya.” Aku masih merasa sebal.Bagaimana tidak? Kak Amy datang di akhir pekan, kala kami masih ingin bergelung di balik selimut. Sialnya, Arsyl membuka pintu tanpa membereskan lebih dulu kekacauan yang semalam sempat kam

  • PETAKA REUNI   Reuni Kedua

    “Apa aku batalin aja?”Arsyl menatapku yang sedang berkemas. Lebih tepatnya, aku tengah mengemas pakaian dan segala perlengkapan kami. Rencananya, besok kami akan bertolak ke Bali untuk menghadiri acara reuni yang dilaksanakan oleh kampusnya. Reuni akbar yang digelar setelah lebih sewindu kelulusan.Jika biasanya kami bepergian cukup dengan satu kopor kecil, maka kali ini bawaan kami bertambah satu kopor besar lagi. Banyak bawaan yang tak bisa ditinggalkan, utamanya milik Baby Arsha. Bayi yang kulahirkan dua bulan lalu itu bernama Andi Arsha Hanafi. Darah keluarga Arsyl mengalir dalam tubuh bayi gembul itu.Lahirnya Arsha tentu saja disambut penuh sukacita. Selain menjadi cucu pertama laki-laki di keluargaku, Arsha juga bayi yang lahir setelah banyak drama terjadi dalam keluarga kami. Drama yang melibatkan semua orang, menyita waktu dan melelahkan hati.l“Kenapa harus dibatalin? Kamu nggak mau aku ikut?” Aku menjawab dengan sinis. “Sayang ... Baby Arsha kan masih kecil. Kamu tega mau

  • PETAKA REUNI   Untuk Kamu

    “Mam, mau sarapan apa?”Aku menggeliat kala merasa kecupan bertubi-tubi jatuh di pipi. “Ngh ... masih pagi.”“Sudah siang, Sayang.”“Tapi aku masih ngantuk.” Kunaikkan selimut sampai menutupi kepala, menyisakan mata saja.“Mau jalan-jalan, atau kita olahraga di sini saja?”Setelah Arsyl berucap demikian, terasa kasur empuk ini bergoyang. Benar dugaanku, dia menyusup ke dalam selimut sembari menjejakkan buai memabukkan. Ah, laki-laki ini! Apa dia tidak akan membiarkanku istirahat sebentar saja?“Bangun, atau keseksianmu pagi ini akan membangunkan sesuatu, Arini?’Apakah hanya aku yang mendengar bahwa pujian itu adalah ancaman dalam satu waktu?“Iya ... iya! Aku bangun!” susah payah aku bangkit dari pembaringan. Perut yang sudah bulat sempurna membuatku kepayahan tiap kali bangkit dari posisi berbaring. Karena perut yang sangat besar, Kak Amy beberapa kali menduga jika aku mengandung bayi kembar. Kehamilan yang tak lama lagi menuju persalinan ini membuat kaki sedikit bengkak. Itu sebab

  • PETAKA REUNI   Meja Hijau

    “Kamu sudah siap?” Arsyl mendekat, lalu mengelus bahuku. Setelah menanti dengan harap-harap cemas, akhirnya hari itu datang juga. Meski setengah hati, akhirnya aku menghadiri hari yang sebenarnya ingin aku hindari. Namun, bagaimana lagi? Aku tidak boleh lari, bukan? Aku tersenyum. Kami sudah sejauh ini dan tidak akan mundur lagi. “Iya.”Arsyl menatap dengan sorot serius. “Kalo kamu nggak bisa, nggak apa-apa, Rin.” “Aku nggak apa-apa. Mungkin, ini kali terakhir aku bertemu Danar.” Kutatap Arsyl dengan saksama. “Bukannya ... bukannya harusnya aku yang tanya ke kamu? Nggak apa-apa, ‘kan, kalo misalnya aku ketemu sama dia sekali lagi?”Dia menggeleng, lalu tersenyum. “Nggak ada alasan, buat aku nggak percaya sama kamu.” Usai berkata, Arsyl memeriksa bawaan kami sekali lagi. Dia selalu begitu bila kami akan bepergian. Memastikan tak ada barang yang ketinggalan memang selalu menjadi tugasnya. Untuk setiap hal, dia memang sangat teliti, apalagi bila itu menyangkut kesehatanku dan calon b

  • PETAKA REUNI   Wanita dari Masa Lalu

    Sejak malam aku pulang dari rumah Ibu sambil menyembunyikan tangis dari Arsyl, aku belum pernah ke sana lagi. Rasanya, aku ingin sendiri untuk beberapa waktu. Lalu, kesibukanku di kantor kujadikan alasan untuk beristirahat di rumah saja di akhir pekan. Selain itu, perut yang sudah membesar memang membatasi tenagaku, tak bisa seperti dulu.Seperti hari ini misalnya. Aku hanya bersantai di kamar meski matahari sudah meninggi. Akhir pekan ini aku sendiri, karena Arsyl ke rumah sakit sejak pagi. Entah kesibukan apa yang dia lakukan, aku tak begitu banyak bertanya. Sempat dia menawarkan agar aku ke rumah Ibu, tetapi aku menolaknya.Tak bosan dengan bahan bacaan yang baru saja kubeli, aku berniat akan menghabiskan sepanjang hari dengan membaca. Beberapa jenis makanan ringan sudah siap di meja, berikut buah potong yang tak pernah ketinggalan. Sering lapar membuat aku berubah menjadi manusia pemakan apa saja. Ah ... apa semua perempuan hamil akan begini di trimester ketiga mereka? Atau hanya

  • PETAKA REUNI   Salahku

    “Kok aku agak heran sama Kakak.” Raya maju satu langkah, berdiri di sisi Anita. Dia menoleh sebentar ke arah adik bungsu kami seolah-olah meminta pertimbangan, lalu kembali menatapku dengan sorot setajam sebelumnya. “Susah banget buat move on dari Kak Danag ... apa mungkin ... kalian pernah terlalu jauh?”Untuk beberapa saat, pertanyaan Raya itu berhasil membuat duniaku berhenti. Bukan saja karena terkejut. Lebih dari itu, aku sama sekali tidak menduga bila pertanyaan seperti itu akan terlontar dari bibir adikku sendiri. Bagaimana bisa dia mencurigaiku sampai seperti itu? Bagaimana mungkin mereka bisa berpikir bahwa aku akan merusak kehormatan keluarga?“Apa karena itu juga, Kakak pergi ke acara reuni tahun lalu?” Raya masih menatapku. Dia seperti lupa caranya berkedip. “Apa mungkin ... di sana terjadi sesuatu di antara kalian, sampai Kakak begini?”Aku masih tak dapat berkata-kata. Sungguh, ini terlalu mengejutkan untuk sebuah kenyataan. Bagaimana mungkin, Raya mengungkit semuanya k

DMCA.com Protection Status