Beranda / Lain / PESUGIHAN GUNUNG SEMERU / Misteri Rumah Lastri

Share

Misteri Rumah Lastri

Penulis: Ayu Kristin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mas, sudah di cek belum tadi kelapa yang ada di truk Adin?" ucap Lastri pada salah satu anak buahnya yang berada di dalam gudang kelapa.

"Sudah Bu! Tadi ada 10000 butir sudah berangkat kirim ke Jawa tengah," sahut karyawan itu kepada Lastri.

"Jangan lupa, pastikan semua barang sampai pada konsumen tepat waktu agar kwalitasnya masih bagus." Lastri menyodorkan tumpukan kertas kepada Parjo, asisten yang mengecek semua kelapa yang masuk dan keluar dari dalam gudang Lastri.

"Siap Bos!" sahut Parjo.

Siapa yang tidak mengenal Lastri, wanita pekerja keras yang gigih dan tidak gampang menyerah. Dulu, Lastri hanyalah seorang penjual arang batok kelapa. Tapi, kini ia sudah menjadi bos kelapa terbesar yang memasok kebutuhan kelapa di berbagai daerah di seluruh pulau Jawa, bahkan terkadang sampai ke luar negeri . Banyak lahan para penduduk Ranupani yang dibeli oleh Lastri untuk dijadikan kebun kelapa miliknya. Kini Lastri benar-benar sudah menjadi orang kaya seperti apa yang ia inginkan selama ini.

"Bu, makanan sudah siap!" ucap Indah yang sedari tadi berkutat di dapur memasak makanan untuk para karyawan yang bekerja di gudang Lastri.

"Iya Indah, biar nanti Parjo yang memberi tahu pada anak-anak!" sahut Lastri menarik bangku meja makan yang berada di dapur.

"Bagaimana keadaanmu, Indah? Sudah jauh lebih baik kan?" tanya Lastri melirik pada Indah.

"Udah Bu, tapi kata Dokter aku tidak hamil dan pendarahan yang terjadi hanya karena infeksi kandunganku saja," tutur Indah dengan wajah sedih.

"Masak iya?" Lastri menautkan kedua alisnya.

Indah berdehem, menjatuhkan bokongnya pada bangku.

"Sabar ya, Nak! Mungkin Dokter itu memang benar. Lain kali pastikan dulu kamu hamil atau tidak, jangan takut!" tutur Lastri bangkit dari bangku, lalu menepuk lembut bahu Indah dan berlalu.

Indah masih menatap punggung Lastri yang semakin menjauh. Mulutnya terkunci, hatinya ragu ingin menceritakan tentang mimpinya beberapa hari yang lalu pada Lastri.

Indah sudah seperti pembantu Lastri setiap wanita itu berada di rumah Ibunya. Tidak hanya memaksa, mulai dari membereskan rumah pun ia lakukan. Bagi Indah, terlalu menjenuhkan jika hanya duduk-duduk di rumah besar milik ibunya.

Indah menghentikan gerakan sapu yang berada di tangannya. Saat mencium aroma anyir yang tiba-tiba terendus oleh hidungnya.

"Bau apa ini?" batin Indah mengikuti sumber aroma tidak sedap yang berasal dari sebuah kamar yang terletak di lantai dua.

Indah memalingkan wajahnya di depan sebuah kamar. Aroma semacam darah itu semakin membuat perutnya terasa di aduk-aduk. Tapi sayangnya rasa penasaran membuat Indah membuka pintu kamar itu, untuk memastikan.

Deg!

Jantung Indah seperti lepas dari tempurungnya. Tidak ada apapun di dalam kamar itu. Hanya sebuah kamar kosong dan seketika itu juga aroma yang membuat Indah penasaran menghilang.

"Apakah aku salah mencium!" monolog Indah dalam hati dengan pikiran yang penuh tanya.

Bulu kudu Indah bergidik ngeri. Segera ia menarik gagang pintu yang berada di depannya lalu menutupnya.

"Indah!"

"Astaghfirullahaladzim, Ibu!"  Indah tercekat melihat Lastri tiba-tiba muncul di depannya.

"Ngapain kamu di kamar itu, Indah?" tanya Lastri dengan wajah tidak suka.

"Mau aku bersihkan, Bu!" lirih Indah.

"Nggak perlu! Kamu bersihin saja kamar yang lain, Indah!" desis Lastri kesal.

"Bu!" panggil Seno, suami Lastri yang menaiki anak tangga dengan tergopoh-gopoh.

"Ada apa, Bapak?" sergah Lastri menyambut kedatangan suaminya.

"Gawat Bu! Tadi para petani pada ngeluh, kalau panen kelapa kita ngak seperti biasanya. Musim kemarau panjang ini membuat hasil panen menjadi tidak stabil. Terus bagaimana ini, Bu?" beo Seno dengan wajah takut pada istrinya. Karena selama ini Seno hanya mampu membantu di kebun kelapa milik Lastri.

"Ya sudah, kita sabar saja dulu, Pak!" sahut Lastri dengan nada datar. Sesat ia melihat kesal pada Indah, kemudian berlalu.

"Ada apa dengan Ibumu, Indah? Sepertinya sedang marah?" tanya Seno kepada putrinya.

"Itu Pak, tadi Indah kan mau membersihkan kamar ini, tapi kata ibu tidak usah,"  jawab Indah menunjuk pada kamar yang berada di belakang punggungnya.

"Oh, begitu!" Seno menganggukan kepalanya. "Lain kali kamu jangan masuk ke kamar itu. Larangan besar dari Ibumu, Bapak saja tidak berani," tukas Seno.

"Baik, Pak!" jawab Indah.

Sebenarnya Indah memang tidak tinggal di rumah Lastri. Sengaja hari ini Prapto menitipkan istrinya itu kepada mertuanya. Karena hari ini ia akan pulang sedikit malam. Prapto takut jika Indah kumat ketika dirinya sedang tidak ada di rumah. Lagi pula, jarak rumah Indah dah ibunya cukup dekat, hanya beda kampung saja. Jadi, mudah untuk Prapto menjemputnya setelah pulang bekerja.

*****

Malam ini Prapto tidak menjemput istrinya. Sejak sore tadi, Prapto sudah memberikan kabar jika ia akan lembur dan tidak pulang ke rumah.

Indah masih menatap langit langit kamarnya. Entah sudah keberapa kakinya Indah menganti posisi tidurnya. Tapi rasa kantuk masih saja tidak kunjung datang.

Cekret!

Di dalam hening malam, suara derit pintu itu terdengar jelas oleh Indah yang masih terjaga. Namun, wanita itu justru takut dan enggan untuk melihatnya.

"Astaghfirullahaladzim, Ya Allah!" Indah menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Kini suara itu berganti menjadi desahan yang semakin jelas terdengar membuat jantung Indah bergemuruh semakin penasaran. Indah perlahan membuka selimut yang menutupi wajahnya, melirik waktu pada jam yang menempel pada dinding.

"Pukul satu!" batin Indah tanpa berani bersuara.

"Apakah itu Ibu dan Bapak yang sedang bercinta?" batin Indah.

"Tapi, masa iya suaranya sekeras ini. Tapi masa iya mereka tidak malu sama aku!" pikir Indah.

Duor .....

"Astaghfirullahaladzim!"  Indah semakin ketakutan. Tubuhnya bergetar, bibirnya tak berhenti sekalipun merapalkan doa.

"Allah, Allah, Allah!" ucap Indah.

Indah masih berada di atas pembaringan dengan perasaan was-was terus berpikir. Jika suara pukulan itu dari atap rumah, pasti besok pagi genteng rumah Lastri akan pecah. Jika suara itu dari teras rumah, kaca depan rumah Lastri pasti hancur. Begitu banyak terkaan dari benak Indah.

Tiba tiba suasana menjadi hening. Suara desahan itu pun juga menghilang. Kini yang ada hanya aroma melati yang menyeruak masuk ke dalam Indra  pernapasan Indah. Indah perlahan membuka selimutnya. Jantungnya berdebar sangat kencang. Namun, kedua kakinya seolah menjadi kaku tidak dapat digerakan sedikitpun.

Indah memberanikan diri turun dari atas ranjang dan mengikuti aroma melati yang semakin tajam. Tidak ada seseorang pun yang terlihat di rumah megah itu saat Indah keluar dari kamar. Hanya cahaya kuning lampu teras yang menembus masuk ke dalam rumah.

Indah menyeret langkah kakinya pelan. Sesaat ia menepis ribuan tanya yang berjejalan di dalam benaknya. Aroma melati itu menghentikan langkah Indah di depan kamar kosong larangan Ibunya.

"Iya, sepertinya dari sini!" monolog Indah yang mematung di depan pintu kamar.

Wajah indah terlihat ragu dan takut. Tangan yang sudah menempel pada gagang pintu, ragu untuk membukanya. Ia masih teringat tatapan tidak suka Lastri kepadanya tentang kamar Ini.

"Lebih baik aku membangunkan Bapak saja!" Indah memutar tubuhnya menuju kamar Seno yang juga berada di lantai atas.  Tidak jauh dari kamar kosong itu berada.

Perlahan Indah membuka sedikit pintu kamar Seno. Terlihat lelaki itu sedang terbaring di atas rajang sendiri seraya memeluk guling.

"Di mana Ibu?" pikir Indah penasaran.

"Indah!"

Indah melonjak, saat seorang menepuk lembut bahunya.

"Ibu!" sergah Indah dengan wajah ketakuatan.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Indah?"

"Tidak Bu, aku hanya ...!" Tubuh Indah bergetar ketakutan.

"Kamu belum tidur?" selidik Lastri.

Indah menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Sekedar menepis rasa takut yang sedari tadi mendera.

"Iya Bu! Indah mau turun kok!" jawab Indah terbata dan berjalan meninggalkan Lastri di depan pintu kamarnya.

*******

Pagi buta Prapto sudah menjemput istrinya. Di sepanjang perjalanan Indah lebih banyak terdiam. Wanita itu masih teringat dengan kejadian yang semalam menimpanya.

"Kenapa rumah ibu baik-baik saja. Padahal suara semalam sangat keras sekali. Kenapa hanya aku yang mendengar suara itu. Bapak dan Ibu sepertinya tidak mendengarnya," gemuruh di dalam hati Indah.

"Dek, kok melamun saja! Ada apa?" tanya Prapto melirik pada kaca spion motor.

"Eh, iya Mas!" Indah tergeragap dengan wajah meringis.

"Mas, Mas tau nggak, rumah Ibu itu serem sekali Mas. Aku takut semalam!" adu Indah meletakkan dagunya di atas bahu Prapto.

"Halah, pasti seremnya karena nggak ada Mas, kan? Jujur saja deh!" ledek Prapto.

"Apa sih, Mas! Aku serius loh!" sahut Indah mencubit kecil pinggang Prapto.

******

Indah masih bersantai di ruang televisi  bersama Prapto. Malam ini, Prapto izin dari tempatnya bekerja. Semenjak sore tadi Indah mengeluhkan jika punggungnya terasa panas dan tidak enak badan.

"Mas!" panggil Indah.

"Iya, Dek!" sahut Prapto, netranya masih tertuju pada layar televisi yang berpendar.

"Kepalaku pusing Mas! Aku tidur duluan ya," pamit Indah meninggalkan Prapto setalah lelaki itu mengangguk.

Indah beranjak meninggalkan Prapto di ruang televisi. Lelaki itu terlihat asyik dengan acara lawak yang sedang berlangsung.

Brug! Brug! Brug!

Suara dari dalam kamar mengangetkan Prapto. Segera Prapto berlari untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Astaghfirullahaladzim, Dek Indah!"  Prapto berteriak memanggil istrinya. Berkali-kali Prapto memukul pintu kamar yang terkunci. Tapi ia tetap tidak bisa masuk.

"Argh!"

"A ....!"

Suara teriakan Indah terdengar jelas dari dalam kamar. Bahkan ia mengerang layaknya seekor harimau.

Prapto panik, ia berusaha mendobrak pintu kamar Indah. Namun usahanya tidak berhasil.

"Ustadz Zul, iya aku harus menghubungi Ustadz Zul!"

Prapto segera menyambar ponsel di atas meja televisi dan menghubungi Ustadz Zul.

"Assalamualaikum Ustadz, bisa ke rumah saya sekarang! Indah kesurupan lagi," sergah Prapto dengan suara memburu.

"Baik, saya akan segera ke sana!" sahut Ustadz Zul mengakhiri panggilan.

Prapto kembali menuju pintu kamar. Suara riuh mencekam dari dalam kamar membuatnya sangat mengkhawatirkan keadaan Indah.

"Bismillah!" lirih Prapto mengeluarkan seluruh tenaganya kemudian menendang pintu kamar. "Allahuakbar!"

Bruak!

Pintu kamar itu terlepas dari kusennya. Prapto segera berlari dan mencari keberadaan istrinya di dalam kamar. Semua barang-barang di dalam kamar itu hancur berantakan. Tapi, Indah tidak ada.

"Kih, kih, kih!" suara tawa melengking mengarahkan tatapan Seno pada wanita yang melayang di atas kepalanya.

"Astaghfirullahaladzim, Dek Indah!" Prapto terkejut, melihat Istrinya sudah berubah. Bola mata Indah berwarna hitam pekat menampakan seringainya.

"Jangan ganggu istriku, demit! Pergilah!" Usir Prapto tidak berani mendekat pada Indah.

"Dia adalah miliku!" Suara lelaki itu keluar dari mulut indah. Tubuh indah terpelanting membentur tembok kemudian tersungkur di lantai.

Prapto segera menghampiri istrinya untuk menolong Indah. Namun, seketika tangan Indah justru mencengkram leher Prapto.

"A ...! Lepaskan Dek!" Suara Prapto terbata. Kedua tangannya memegangi tangan Indah.

"Jangan mencampuri urusanku, atau kamu dan istrimu akan mati di tanganku!" ancam Jin yang berada di dalam tubuh Indah dengan mata yang hampir lepas dari kelopaknya.

****

Bersambung ....

Bab terkait

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Mencari Bantuan

    Argh!Indah mengerang memperkuat cengkramannya pada leher Prapto."Le-lepaskan, Dek!" lirih Prapto terbata. Nafasnya mulai tersengal dan hampir putus. Perlahan wajah Prapto terlihat semakin pucat.Bough!Indah melempar tubuh Prapto kesembarang tempat. Prapto terpelanting membentur tembok di sebelah kanan ranjangnya.Prapto meringis kesakitan. Dipegangnya pinggang dan leher bekas cekikan Indah yang serasa remuk. Prapto tidak habis pikir, setan apa yang kini sedang merasuki istrinya.Mulut Prapto berkomat Kamit. Perlahan ia bangkit dengan nafas tersengal.Wus ... Wus ... Wus ...Tubuh Prapto tiba-tiba terangkat ke udara. Saat Indah mengerakan kedua telapak tangannya. Wanita itu seperti mengendalikan tubuh Prapto dengan kedua tangannya."Tolong! Tolong!" Teriak Prapto ketakutan. Ia berusaha melambai-lambaikan tangannya agar bisa tu

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bisikan Di Hutan Pinus

    Suara gamelan itu masih terdengar sepanjang perjalanan. Abah terus memacu mobil jeeb tua berwarna biru miliknya menebus hutan pinus yang berjajar rapi di sepanjang jalan. Semakin laju mobil itu dipacu, seolah semakin mendekati arah suara musik tradisional itu. Tak hentinya bibir berdzikir mengingat Allah. Sepertinya ia tahu, suara gamelan yang ia dengar adalah sebuah pertanda buruk.Netra Abah menatap arah jalanan yang berada di depan kaca mobil. Meskipun kini kaca mobil itu dipenuhi dengan butiran gerimis air hujan yang mulai mengguyur. Wiper pada mobil jeeb tua itu berlenggang kekanan kekiri untuk menghapus jejak hujan yang semakin deras. Sejak tadi sore Ustadz Zul meminta pertolongan kepada Abah untuk datang ke kediaman Indah. Karena jarak yang ditempuh ke rumah Indah lumayan jauh, kemungkinan Abah akan tiba di sana tangah malam.Bibir Abah tidak berhenti terus mengucap takbir di sepanjan

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Gendam Tejo

    Tejo masih berdiri di depan halaman rumah Indah sejak Indah menutup pintu rumahnya. Wanita dengan wajah pucat itu masih sempat mengantarkan Tejo berpamitan hingga ke ambang pintu."Hati-hati ya Pak De! Terimakasih sudah datang untuk menjengukku!" tutur Indah saat mengantarkan Tejo berpamitan.Sesekali lelaki yang memiliki kumis tebal itu menoleh ke kanan, ke kiri serta ke sekeliling rumah Indah. Setelah memastikan tidak ada siapapun, Tejo segera menaburkan sesuatu benda yang ia ambil dari dalam saku celananya."Mampus kamu, Sulastri! Sebentar lagi akan tamat riwayatmu!" guman Tejo dengan tersenyum kemenangan. Lelaki itu menyebar bujuk garam di sepanjang halaman rumah Indah dengan mulut berkomat-kamit melafalkan mantra."Pak De Tejo!"Tejo tergeragap. Jantungnya seperti lepas' dari tempurungnya saat seseorang menepuk lembut bahu lelaki berkumis tebal itu. Hampir saja ulahnya ketahuan. Untun

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Pesaing Itu Ternyata?

    Prapto membuka kedua matanya dengan perlahan. Satu tangannya memegang pelipis yang terasa nyeri akibat benturan semalam. Sinar surya yang masuk melalui sela-sela jendela semakin panas menyentuh pori-pori kulit Prapto."Indah!" Benak Prapto teringat dengan istrinya. Prapto bergegas bangkit dan berlari menuju kamar.Cekriet!Prapto mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Indah. Hanya ada selimut tebal yang gumul di atas rajang."Indah buka ya?" pikir Prapto ragu dengan rasa penasaran. Perlahan Prapto pun mendekati ranjang. Jantungnya berdegup kencang saat tanganya bergetar hendak menarik selimut yang bergumul di atas ranjang."Alhamdulillah!" Prapto mengelus dada, saat melihat Indah yang berada di balik selimut itu."Ya Allah, Dek!" Prapto menjatuhkan pelukan pada tubuh Indah yang masih terlelap membuat Indah mengeliat dan tersadar.

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kematian Seno

    Darah kental mengenang di sekitar kepala Seno. Bola mata melotot menahan dahsyatnya maut menjemput masih tersisa. Lidah Seno menjulur hingga bagian dagu, tubuhnya menegang dan kejang berkali kali.Indah meraung raung melihat jasad bapaknya yang kini ada di hadapannya. Tubuh yang bergetar ditahan oleh Prapto agar tidak mendekati jasad Seno yang baru saja menghembuskan nafas terakhir. Sementara Lastri, masih berdiri menyilangkan tangannya di depan dada tanpa rasa kehilangan sedikit pun.Seluruh karyawan Lastri berkerumun di halaman belakang rumah minimalisnya. Untuk menyaksikan kematian suami majikannya."Bapak! Huhuhu ...." Indah terus meraung, memanggil nama bapaknya berkali kali."Kenapa bisa begini? Ya ampun Bapak, huhuhu ... !" Kini giliran Lastri yang menangis histeris melihat jasad suaminya. Setelah beberapa saat ia diam terpaku.***Jenazah Seno sudah berada di ruangan tam

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Masalalu

    Prapto masih memandang langit-langit kamar. Ia sudah menganti beberapa kali posisi tidurnya. Namun, tepat saja rasa kantuk tak kunjung datang."Duh, bagaimana ini, aku nggak bisa tidur!" kesal Prapto pada dirinya sendiri."Wik ... wik ... wik ... bakaran!" Suara burung itu terdengar begitu nyaring di heningnya malam. Burung yang menurut kepercayaan orang Jawa adalah burung pembawa kematian."Duh, ada apalagi ini!" Siapa yang mau mati!" guman Prapto takut. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya."Jangan! Jangan ambil anakku! Kembalikan, kembalikan dia padaku!" Indah mengigau dengan wajah ketakutan."Astaghfirullahaladzim!" Prapto megusap dada terkejut.Propto menarik selimut yang menutupi wajahnya. Lalu mengoyangkan tubuh Indah yang berbaring di sampingnya."Dek! Dek Indah! Bangun!" ucap Prapto serays mengoyangkan tubuh Indah.

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Hantu Berwajah Rata

    Srek! Srek! Srek!Terdengar seseorang sedang berjalan di luar balkon kamar. Terlihat bayangan hitam terseok Seok dari jendela kamar"Siapa itu?" Teriak Lastri, netranya terus melotot ke arah jendela.Dadanya berdegup kencang, hampir saja jantung yang memompa darah itu berhenti. Bergegas Lastri menuruni ranjang dan menyibak tirai yang menutupi kaca jendela kamarnya."Meong ...!"Seekor kucing berwarna hitam melompat dari pembatas pagar rumah berlantai dua rumahnya.Lastri bernafas lega, segala hal buruk yang ada di benaknya hanyalah karena rasa ketakutannya.Lastri kembali menyandarkan tubuhnya pada dipan ranjang besar dimana setiap sisinya ada ukiran manik manik yang menyerupai bunga mawar."Tadi itu Pak Seno sempat teriak teriak Katanya ada ular di kamarnya. Terus dia lari keluar balkon, hingga akhirnya tubuhnya terpelanting keluar

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Tumbal Tejo

    Srek ... Srek ... Srek ...!Suara seseorang yang sedang mengasah benda tajam itu terdengar hingga ke dapur. Terdengar begitu nyaring membuat ngilu di pendengaran."Kamu itu sudah banyak menyusahkan aku. Jadi kamu harus mendapatkan balasannya!" desis Tejo sinis, sorot matanya jatuh pada pisau yang sedang diasah.Wini sedikit bergidik melihat kelakuan suaminya yang nampak dari pintu dapur. Kembali wanita itu mengaduk aduk sayur dengan tangan bergetar karena takut."Siapkan makan, aku lapar!" sergah Tejo ketus. Diletakan golok itu dengan kasar di atas meja makan lalu menjatuhkan tubuhnya pada bangku meja makan.Bergegas Wini mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi putih dari atas bakul. Lalu meletakannya di atas meja makan bersebelahan dengan lauk pauk yang telah Wini siapkan terlebih dahulu.Tejo manyantap makanan yang dihidangkan Wini dengan lahap. Sepe

Bab terbaru

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 143

    Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 142

    Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 141

    Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 140

    Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 139

    Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 138

    "Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 137

    Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 136

    "Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 135

    Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n

DMCA.com Protection Status