Share

Kematian Seno

Author: Ayu Kristin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Darah kental mengenang di sekitar kepala Seno. Bola mata melotot menahan dahsyatnya maut menjemput masih tersisa. Lidah Seno  menjulur hingga bagian dagu, tubuhnya menegang dan kejang berkali kali.

Indah meraung raung melihat jasad bapaknya yang kini ada di hadapannya. Tubuh yang bergetar ditahan oleh Prapto agar tidak mendekati jasad Seno yang baru saja menghembuskan nafas terakhir. Sementara Lastri, masih berdiri menyilangkan tangannya di depan dada tanpa rasa kehilangan sedikit pun.

Seluruh karyawan Lastri berkerumun di halaman belakang rumah minimalisnya. Untuk menyaksikan kematian suami majikannya.

"Bapak! Huhuhu ...." Indah terus meraung, memanggil nama bapaknya berkali kali.

"Kenapa bisa begini? Ya ampun Bapak, huhuhu ... !" Kini giliran Lastri yang menangis histeris melihat jasad suaminya. Setelah beberapa saat ia diam terpaku.

***

Jenazah Seno sudah berada di ruangan tamu. Ditutupi dengan kain batik berlapis lapis. Lastri duduk di samping jenazah suaminya bersama Indah dan juga praptto. Wajah Lastri terlihat sembab, apalagi Indah. Wajahnya terlihat semakin pucat saja. Beberapa pelayat saling berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa pada keluarga yang ditinggalkan.

"Sabar ya, Dek!" ucap lelaki yang baru datang mendekati Lastri yang masih terisak.

Lastri mengangguk lembut tanpa berucap apapun pada Tejo yang berlalu. Sorot matanya tertuju pada sudut ruangan rumahnya. Ia melihat bayangan Seno menangis tersedu-sedu dan sangat menyedihkan di tempat itu.

"Lastri, kamu tega sekali denganku!" suara Seno itu memenuhi pendengaran Lastri. Seolah sekilas bayangan itu nyata.

"Ibu Lastri! Bu Lastri!" ucap Ustadz Zul meninggikan suaranya melihat Lastri yang tidak mendengar panggilannya.

"I-iya" Lastri mengalihkan pandangannya kepada lelaki berbaju serba putih yang berdiri di belakang tubuhnya.

"Jenazah harus segera kita makamkan, Bu!  Hari sudah mulai sore!" tutur Ustadz Zul.

"Baik, Ustadz!" lirih Lastri dengan suara pelan.

Tejo ,Parjo, Prapto dan Ustadz Zul mengangkat keranda Seno menuju pemakaman. Sepanjang perjalanan menuju pemakaman tidak hentikan kalimat-kalimat Allah itu dikumandangkan.

"Lastri, kamu tega sekali dengaku, Lastri!" Suara tangisan Seno yang mengaung memenuhi indera pendengaran Lastri.

"Apa yang sebenarnya terjadi!" batin Lastri. Ribuan tanya semakin memenuhi benak Lastri.

Pemakaman telah selesai, semua pelayat telah meninggalkan pemakaman. Bagitu juga Lastri dan keluarganya. Hanya tersisa Tejo yang masih berdiri di pusaran Seno.

"Semoga kamu bahagia Seno! Ini adalah balasan untuk istrimu yang terlalu menyombongkan dirinya," desis Tejo di depan pusaran Seno.

******

Malam semakin larut, rumah mewah berlantai dua milik Lastri terlihat begitu sangat menyeramkan. Prato yang masih terjaga terus mencoba memejamkan netranya dengan rasa ketakutan. Namun, rasa takut tak kunjung datang menyergap.

"Lastri, tolong aku!"

Prapto membuka kedua matanya. Dadanya bergemuruh saat suara minta tolong bapak mertuanya mengaung dalam indra pendengarannya.

"Lastri! Tolong aku, Lastri!"

"Duh, suara apalagi itu!" batin Prapto dengan tubuh bergetar. Ia memutar tubuhnya ke arah Indah yang sudah terlelap di sampingnya.

"Dek!" lirih Prapto dengan suara berbisik. Indah sama sekali tidak terbangun. Justru nafasnya semakin teratur.

Tok! Tok! Tok!

Deg!

Jantung Prapto hampir lepas dari tempurungnya mendengar suara ketukan pintu dari  luar pintu kamar. Prapto bergegas menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Prapto, tolong aku!" Ketukan pintu itu diikuti suara Seno yang meminta tolong.

Tubuh Prapto semakin lemas. Ia mengucang tubuh Indah yang terlelap di sampingnya.

"Dek, bangun! Mas, takut, Dek!" lirih Prapto ketakutan.

"Hem!" Indah hanya berdehem seraya menganti posisi tidurnya.

"Duh, Dek bangun dong, Mas takut!" Prapto terus mengguncang tubuh Indah yang masih tertidur

Indah mengerjap bangun menatap kesal pada Prapto. "Ada apa sih, Mas?" debat Indah kesal. Ia menarik selimut yang menutupi wajah Prapto yang ketakutan.

"Itu Dek, ada yang mengetuk pintu dari luar!" ucap Prapto dengan suara bergetar.

"Ah, Mas ini, gitu saja penakut," gerutu Indah bangkit turun dari ranjang.

"Dek, Mas nggak bohong Dek! Beneran tadi ada yang mengetuk pintu kamar kita, Dek!" seloroh Prapto yang diabadikan oleh Indah keluar dari kamar. Mungkin Indah mau ke kamar mandi, pikir Prapto.

Prapto kembali meringkuk dengan wajah berpikir. Sorot matanya menatap langit-langit kamar berwarna putih.

"Bisa-bisanya rumah sebagus ini ada hantunya! Hi ...!" Prapto mengedikan bahunya seraya menarik selimut menutupi tubuhnya hingga ke dagu.

Bruak!

Suara pintu yang dibanting seketika membuat Prapto menoleh ke arah wanita yang muncul dari balik pintu

"Dek indah!" ucap Prapto melihat Indah yang langsung membenamkan tubuhnya pada di sampingnya.

"Kenapa Dek Indah cepat sekali dari kamar mandi!" lirih Prapto merasa jika waktu Indah ke kamar mandi yang letaknya berada di dapur terlalu cepat sekali.

Sesaat Prapto menatap pada Indah yang memejamkan matanya. "Dek, ke kamar mandinya kok cepat sekali!" tutur Prapto dengan nada suara bergetar, ragu.

Wanita yang berbaring dengan posisi terlentang di samping Prapto mengangguk lembut, tanpa menjawab.

Dengan tangan bergetar, Prapto hendak melingkarkan satu tangannya memeluk Indah.

"Dek, Mas kelonin ya!" izin Prapto.

Indah kembali mengangguk tanpa berucap apapun.

Deg!

Debaran jantung Prapto semakin cepat saat tangannya menyentuh kulit Indah yang terasa begitu dingin sekali.

Cekriet!

Prapto menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Kedua matanya membelalak saat melihat Indah dengan mata setengah terpejam muncul dari pintu kamar.

"Di sana Indah, di sini juga Indah. Lalu Indah yang mana?" lirih Prapto bergidik ngeri melihat Indah yang berada di ambang pintu dan berjalan ke arahnya.

"Hah! Hilang!" Prapto melonjak saat Indah' yang beberapa saat lalu berada dalam pelukannya tiba-tiba hilang.

"Ada apalagi sih, Mas?" tanya Indah dengan wajah heran pada Prapto.

"Dek, Dek, tadi ada kamu tidur di sini, Dek! Tapi, kenapa sekarang kamu jadi ada dua, Dek?" Prapto menepuk kasur tempat Indah berbaring. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.

"Mas, kamu lagi mimpi ya! Aku tuh baru dari kamar mandi!" Indah mendorong sedikit tubuh Prapto dari atas ranjang. Lalu membaringkan tubuhnya.

Prapto menelan salivanya, keringat dingin membasahi pelipisnya. Kedua matanya melihat pada Indah yang sudah kembali memejamkan matanya dengan perasaan campur aduk.

"Dek, ini kamu beneran kan?" Prapto mengoyangkan tubuh Indah yang meringkuk memunggunginya.

Indah berdecak kesal, memutar tubuhnya menghadap pada Prapto. "Mas ini ngomong apa sih? Jelas-jelas ini aku, masa iya tanya!" decak kesal Indah.

"Besok kita pulang saja yuk, Dek! Mas, nggak mau tinggal di sini!" gerutu Prapto dengan wajah memelas.

Indah mendengus kasar tidak menjawab. Ia meminta tubuhnya membelakangi Prapto.

*****

"Lastri, Lastri kenapa kamu tega sekali denganku. Tolong! Tolong aku lastri!"

Lastri mengerjap bangun dengan nafas tidak teratur. Dadanya bergerak naik turun dengan keringan yang membasahi tubuh wanita berambut panjang itu. Rasa ketakutan semakin memenuhi diri Lastri.

Lastri meraih gelas yang berisi air putih di atas nakas samping ranjang lalu meneguknya.

Bruak!

Huek!

Lastri membuang gelas berisi darah segar itu di atas lantai. Matanya membelalak, bagaimana bisa air putih itu berubah menjadi darah segar.

"Tidak! Tidak!" Lastri menggelengkan kepalanya melihat genangan darah pada pecahan gelas yang berserakan.

Srek! Srek! Srek!

Lastri mengarahkan tatapannya pada jendela kamar. Wajahnya menegang saat melihat sebuah bayangan yang berjalan di luar jendela kamar.

"Siapa itu?" Teriak Lastri takut. Jantungnya berdegup kencang.

Srek! Srek!

Suara itu terdengar kembali dan semakin jelas mendekat. Perlahan Lastri menuruni rajang dan berjalan mendekati jendela kaca yang masih tertutup gorden berwarna putih itu.

Bayangan hitam itu masih berdiri di sudut balkon. Setelah mengumpulkan keberanian, Lastri membuka gorden yang menutupi jendela.

"Apa? Kenapa tidak ada siapapun!" ucap Lastri terkejut saat tidak menemukan siapapun di balkon kamarnya.

Lastri menurunkan pandangannya ke lantai halaman belakang rumahnya. Tidak ada siapapun juga di sana. Yang ada hanya gundukan tanah bekas darah Seno.

Lastri mendengus halus lalu menutup kembali tirai yang berada di jendela. Wanita itu melangkahkan kakinya gontai naik ke atas ranjang dan memejamkan mata.

"Lastri, aku di sini Lastri!"

***

Bersambung ...

Related chapters

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Masalalu

    Prapto masih memandang langit-langit kamar. Ia sudah menganti beberapa kali posisi tidurnya. Namun, tepat saja rasa kantuk tak kunjung datang."Duh, bagaimana ini, aku nggak bisa tidur!" kesal Prapto pada dirinya sendiri."Wik ... wik ... wik ... bakaran!" Suara burung itu terdengar begitu nyaring di heningnya malam. Burung yang menurut kepercayaan orang Jawa adalah burung pembawa kematian."Duh, ada apalagi ini!" Siapa yang mau mati!" guman Prapto takut. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya."Jangan! Jangan ambil anakku! Kembalikan, kembalikan dia padaku!" Indah mengigau dengan wajah ketakutan."Astaghfirullahaladzim!" Prapto megusap dada terkejut.Propto menarik selimut yang menutupi wajahnya. Lalu mengoyangkan tubuh Indah yang berbaring di sampingnya."Dek! Dek Indah! Bangun!" ucap Prapto serays mengoyangkan tubuh Indah.

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Hantu Berwajah Rata

    Srek! Srek! Srek!Terdengar seseorang sedang berjalan di luar balkon kamar. Terlihat bayangan hitam terseok Seok dari jendela kamar"Siapa itu?" Teriak Lastri, netranya terus melotot ke arah jendela.Dadanya berdegup kencang, hampir saja jantung yang memompa darah itu berhenti. Bergegas Lastri menuruni ranjang dan menyibak tirai yang menutupi kaca jendela kamarnya."Meong ...!"Seekor kucing berwarna hitam melompat dari pembatas pagar rumah berlantai dua rumahnya.Lastri bernafas lega, segala hal buruk yang ada di benaknya hanyalah karena rasa ketakutannya.Lastri kembali menyandarkan tubuhnya pada dipan ranjang besar dimana setiap sisinya ada ukiran manik manik yang menyerupai bunga mawar."Tadi itu Pak Seno sempat teriak teriak Katanya ada ular di kamarnya. Terus dia lari keluar balkon, hingga akhirnya tubuhnya terpelanting keluar

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Tumbal Tejo

    Srek ... Srek ... Srek ...!Suara seseorang yang sedang mengasah benda tajam itu terdengar hingga ke dapur. Terdengar begitu nyaring membuat ngilu di pendengaran."Kamu itu sudah banyak menyusahkan aku. Jadi kamu harus mendapatkan balasannya!" desis Tejo sinis, sorot matanya jatuh pada pisau yang sedang diasah.Wini sedikit bergidik melihat kelakuan suaminya yang nampak dari pintu dapur. Kembali wanita itu mengaduk aduk sayur dengan tangan bergetar karena takut."Siapkan makan, aku lapar!" sergah Tejo ketus. Diletakan golok itu dengan kasar di atas meja makan lalu menjatuhkan tubuhnya pada bangku meja makan.Bergegas Wini mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi putih dari atas bakul. Lalu meletakannya di atas meja makan bersebelahan dengan lauk pauk yang telah Wini siapkan terlebih dahulu.Tejo manyantap makanan yang dihidangkan Wini dengan lahap. Sepe

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kereta Kuda Nyai Ratu

    Kabut Semeru masih menyelimuti desa Ranupeni. Desa asri yang terletak di lereng semeru. Seolah tajamnya sinar surya belum mampu menembus tebalnya kabut yang sedari tadi mengaburkan pandangan. Membuat udara semakin terasa mencacah tulang hingga ngilu.Prapto terus melajukan kedaraan meticnya menembus jalan yang berliku. Sajauh mata memandang hanya pohon pinus dan cemara yang berjajar rapi di sepanjang jalan."Pokoknya aku sudah tidak mau!" desis Prapto membuat kepulan kabut dari suara yang keluar. Lelaki itu terus meraik gas motor maticnya menuju rumah Ustadz Zul yang terletak lumayan jauh jika ditempuh dari rumah Lastri.Matahari mulai menunjukkan keperkasaannya, menghilangkan kabut yang mengaburkan pandangan hingga menjadi tetesan embun yang membasahi tiap pucuk daun teh yang terhapar luas. Wanita wanita dengan bakul di punggungnya dengan lihai memetik daun teh muda kemudain memasukkannya ke dalam bakul yang berada

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Mencari Tumbal

    Damar mengusap netranya dengan kedua tangan berkaki-kali. Berharap apa yang dilihatnya kali ini hanyalah ilusi. Seorang wanita cantik yang tidak memiliki talapak kaki itu turun dari kereta kuda yang ada di halaman belakang rumahnya. Wanita yang berdandan layaknya wanita jaman lagenda dulu itu terus berjalan menuju lantai atas rumahnya, mereka melayang-layang di udara. Di sampingnya berdiri beberapa dayang yang memiliki bola mata hitam penuh, dengan wajah pucat pasi. Membuat bulu kudu Damar seketika meremang.Selendang berwarna hijau itu terus berkibar, menyibak betis kakinya yang putih bagaikan pualam. Namun, tanpa telapak kaki. Serombongan makluk aneh itu terbang ke lantai atas rumah megahnya. Kemudian menembus kamar yang terletak bersebelahan dengan kamar Wini."Ya, Allah!" Batin Damar tercekat, ketika melihat dua orang yang berada di belakang kerata kuda. Tangannya terikat, wajahnya terlihat begitu pias. Seluruh tubuhnya terlihat membir

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Kecurigaan Lastri

    Jalanan sudah mulai sepi, meskipun senja masih meremang di ufuk barat. Lastri masih terus menginjak gas mobil jeeb warna merah kepunyaannya. Melajukannya dengan kecepatan tinggi menembus jalanan yang berliku. Jalan yang dikelilingi dengan tabing yang curam. Wanita itu berharap, bisa sampai di rumah Ki Gendeng tepat waktu.Setelah melewati pemukiman sepi penduduk, mobil jeeb merah itu mulai menembus hutan pinus yang tinggi menjulang. Sayangnya, Sorot lampu mobil itu tidak mampu menjangkau pandangan terlalu jauh. Membuat Lastri harus memperlambat laju kemudinya. Karena Medan yang dia lalui juga tidak cukup mudah. Jalanan berlumpur serta genangan air yang memenuhi jalanan membuat Lastri harus pandai-pandai memilah jalan.Wuk, wuk, wuk!Suara burung hantu itu terus mengikuti Lastri, semenjak mobil jeeb merah itu memasuki gelapnya hutan pinus, yang sebagian masyarakat kenal sebagai hutan telarang. Namun justru dipilih men

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Mimpi Buruk

    Udara terasa samakin dingin. Kabut yang menyelimuti daerah pegunungan Semeru masih terlihat begitu tebal, Lastri harus berjalan merayap melewati tikungan yang setiap sisinya adalah tebing-tebing yang curam. Hampir semalaman wanita itu tidak tidur, kantung matanya terlihat jelas bergelayut menghitam di bawah netra yang terus berfokus menatap jalan.Adzan subuh telah berkumandang, mobil berwarna merah itu baru saja memasuki halaman rumah minimalis miliknya. Suasa rumah Lastri masih begitu sepi, pasti Indah dan Prapto masih tertidur pulas. Benar saja, keluarga Lastri memang jarang sekali melaksanakan sholat.Tak! Tak! Tak!Suara hentakan kaki Lastri ketika wanita itu sedang manaiki anak tangga rumahnya. Dilihatnya kamar yang berada di sudut ruangan lantai itu pintunya sedang terbuka. Lastri mengeryitkan dahi, wanita itu kemudian berjalan mendekati kamar kosong yang berada di sudut ruangan. Lastri melongok ke dalam kamar

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Tumbal

    Indah masih duduk di kursi meja makan dengan wajah yang terlihat pucat pasi. Wanita itu telah mengeluarkan seluruh isi perutnya sedari tadi. Aroma amis yang bercampur dengan bunga tujuh rupa membuat wanita itu tak mampu menahan perutnya yang terasa seperti sedang di aduk-aduk."Minum, Indah!" perintah Lastri yang meletakan segelas wedang jahe di hadapan Indah."Kok bisa-bisanya air itu berubah menjadi darah ya, Bu?" tanya indah tercengang. Wanita itu menyesap dalam wedang jahe yang berada di atas meja. Membuat terasa hangat hingga ke dalaman perutnya yang sudah kosong."Sudah, kamu tidak perlu tau. Yang pasti, ini adalah ilmu hitam yang tidak perlu kamu ceritakan pada suamimu!" ancam Lastri. Wanita yang kini sedang mengunyah sebuah apel yang berada di genggamannya.Kebetulan memang hari ini Prapto sedang tidak pulang ke rumah Lastri. Lelaki itu memilih untuk menengok rumahnya di kampung sebelah. Mungkin ka

Latest chapter

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 143

    Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 142

    Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 141

    Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 140

    Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 139

    Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 138

    "Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 137

    Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 136

    "Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n

  • PESUGIHAN GUNUNG SEMERU   Bab 135

    Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n

DMCA.com Protection Status