Maira lagi-lagi merasa sesak mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno. Sebelah hatinya tidak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Moreno, tapi mau bagaimana? Ia tidak bisa mengatakan apapun kecuali hanya bisa diam dan selanjutnya, ia diminta Moreno untuk pulang saja ke rumah."Baiklah, aku akan berusaha untuk membantu, tapi apakah aku bisa menagih janji yang pernah kau katakan padaku?"Setelah beberapa saat hanya diam, Maira akhirnya membuka suara. "Janji?""Ya. Aku ingin kerja di kantor ayah kamu, kamu pernah menawarkan aku pekerjaan di situ, kan? Kamu tahu sendiri sekarang aku enggak ada kerjaan.""Bukannya uang lu masih banyak? Lu dapat dari gue yang bayar denda sama istri bos lu yang minta lu bersandiwara, kan?" sinis Moreno. "Iya, tapi, kalau enggak kerja, duit itu akan habis tanpa terasa, aku juga harus mempersiapkan biaya sekolah Adam, dan ayah aku juga perlu beli perahu baru untuk mencari ikan.""Asal lu enggak bikin onar dan patuh sama gue, gue akan kasih apa yang lu minta
"Enggak....""Lho, kok bisa dia balik lagi ke rumah?""Emangnya kenapa?""Moreno itu enggak akan pernah mau balik ke rumah, setahuku.""Terus, dia sekarang emang udah balik ke rumah.""Aneh, apa dia balikan lagi sama mantannya itu?"Maira terdiam. Haruskah ia menceritakan segala-galanya pada sang adik? Rasanya sekarang pikirannya sangat penuh. Tidak ada orang yang bisa mendengar keluh kesahnya karena ia sedang bersandiwara. Apakah Adam akan berpihak padanya jika ia bercerita tentang kondisi pernikahan kontraknya dengan Moreno?"Sebenarnya, kenapa sih, dia itu masih belum bisa move on sama mantannya itu?" Terbersit di pikiran Maira, untuk mencari informasi dari Adam tentang Moreno, agar ia bisa mendapatkan kartu As pemuda tersebut supaya ia bisa mengantisipasi sikap Moreno yang bisa saja nanti seenaknya padanya."Ya, namanya juga cinta, Kak. Emangnya, Kakak udah bisa move on sekarang sama Dafa?""Udahlah! Aku enggak ada waktu mikirin pria kayak dia!""Berarti Kakak sekarang udah suka
Maira bicara demikian dengan nada suara yang lantang pula. Mendengar apa yang dikatakan oleh sang kakak, Adam langsung menatap ke arah Tono yang tidak percaya mendengar apa yang diucapkan oleh Maira."Gimana, Mas? Mau di sini aja, atau aku tolongin?" tanyanya dan Tono mencibir mendengar pertanyaan itu, ia menepis tangan Adam yang terulur untuk membantunya, dan berusaha untuk bangkit sendiri sambil mengomel panjang pendek. Ini membuat Adam menahan tawa, karena Tono benar-benar seperti bebek yang sedang tercebur lumpur lantaran hampir seluruh tubuhnya terkotori lumpur."Mas pulang, deh! Kotor amat itu badan, bajunya juga!" sarannya, dan Tono mencibir lagi pertanda tidak setuju dengan saran tersebut. "Mumpung ketemu ayang cantik! Aku mau ngobrol!" katanya, lalu melangkah ke arah di mana Maira berada sambil mengusap wajahnya yang terkena lumpur berkali-kali. Maira benar-benar kesal karena Tono tidak peduli penampilannya yang semrawut seperti itu, tapi tetap saja mendekatinya tanpa me
Deg!Jantung Mitha seolah berhenti berdetak mendengar pertanyaan Tante Mila, dan itu membuat Mitha menggigit bibir untuk sekedar menenangkan perasaannya yang sekarang mendadak tidak karuan. "Itu, aku, aku-""Sudah dikeringkan, Mi. Mitha sakit kepala kalau berjilbab tanpa mengeringkan rambut dulu!" potong Moreno dan Mitha merasa tertolong mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno."Oh, begitu. Cepatlah beri kami cucu, aku yakin setelah itu kesehatan ayah kalian akan semakin membaik. Tapi jangan lupakan kesehatan kamu, ya?"Setelah bicara demikian, Tante Mila berlalu dari hadapan Mitha yang langsung menghembuskan napas lega ketika ibunya Moreno keluar dari ruangan tersebut setelah memberikan pesan pada Moreno bahwa ia harus segera menguasai projects yang dikerjakan oleh perusahaan."Tutup pintunya!" perintah Moreno pada Mitha yang berdiri mematung di tempatnya. "Enggak perlu, aku cuma mau bicara sebentar sama kamu."Karena Moreno kerap melakukan sesuatu yang terkadang membuat ia merasa
"Oh, begitu, tapi istri kamu ini belum sembuh benar, kalau dia sedang bernafsu kamu jangan memancingnya, kasihan, kamu harus bisa meredam gairahnya, ya?"Mitha yang mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno geram sebenarnya. Apalagi kata-kata itu mampu dipercaya Tante Mila hingga wanita tersebut merespon demikian. Ingin sekali ia memukuli Moreno, karena seenaknya sekali pria itu mengatakan bahwa dirinya sedang bernafsu sampai ia sakit seperti sekarang. Padahal kenyataannya, ia benar-benar sakit, dan rasa sakit itu kambuh lantaran Moreno yang dinilainya keterlaluan.Moreno segera menggendong tubuh Mitha karena ibunya memberikan perintah padanya agar membawa Mitha kembali ke kamar. Seandainya Tante Mila tidak ada, tentu Mitha akan berontak dan tidak mengizinkan Moreno melakukan hal itu padanya. Dengan hati-hati, Moreno membaringkan tubuh Mitha ke atas tempat tidur. Namun, ketika ia ingin menyampaikan sesuatu pada wanita tersebut, Mitha menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk memuku
"Apakah separah itu?" tanya Tante Mila pada Dokter Bryan. "Pikirannya tertekan, ini membuat detak jantung dan syaraf penting dalam tubuhnya juga tegang, sedangkan untuk kondisi pasien, organ pentingnya tidak boleh tertekan. Maaf, apakah menantu Anda melakukan hubungan intim dengan suaminya?"Dokter Bryan yang tidak tahu sandiwara yang dilakukan Moreno memandang ke arah Moreno dan Tante Mila bergantian seraya melontarkan pertanyaan tersebut. Tante Mila menarik napas. Ia melirik ke arah Moreno, seolah meminta anaknya itu menjawab pertanyaan sang dokter. Moreno garuk-garuk kepala, merasa terjebak dengan kebohongannya sendiri. "Iya, Dokter. Apakah itu berbahaya?"Akhirnya, sebuah kebohongan kembali diucapkan olehnya, karena ia terlanjur bicara seperti itu pada sang ibu, jadi tidak mungkin ia tidak mengiyakan masalah tersebut meskipun resikonya ia yang akan disalahkan. "Tolong ditahan dulu, kondisi rahimnya sedang tidak baik, rasa sakit itu mungkin terkadang hilang tapi juga terkadang
Miko yang mendengar kata-kata Mitha menghela napas panjang. Hatinya miris, tidak pernah sang adik mengatakan kalimat seperti itu meskipun sejak kecil ujian yang diterima sang adik seolah tidak pernah berhenti. Jika saja ia bisa menyentuh, ingin rasanya ia mengusap pundak sang adik sekedar untuk menenangkan perasaan Mitha yang terlihat sangat terpukul. Namun, karena kondisinya seperti sekarang, ia tidak bisa sekedar menyentuh sang adik. "Itu kata-kataku, kenapa sekarang kau mengikuti? Di dunia manusia memang ujian selalu datang, tapi untuk ke dunia lain, bukan pilihan yang tepat.""Aku ingin menghilang....""Lalu anakmu?"Mitha terdiam mendengar pertanyaan Miko. Hingga akhirnya, perempuan itu menutup wajahnya dengan telapak tangannya seperti ingin menumpahkan perasaannya dengan cara itu tapi masih berusaha untuk tidak menangis."Apakah kamu ingin aku melakukan sesuatu untuk Moreno?"Mendengar suara Miko, Mitha membuka telapak tangannya yang ia buat untuk menutupi wajahnya, dan ia men
"Untuk keseluruhan aku tidak tahu, aku hanya pernah memergoki dia ingin mencium kamu itu aja!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Miko, Mitha semakin gelisah. Meskipun hati kecilnya mengatakan, Moreno tidak mungkin melakukan hal sejauh itu, dan tidak mungkin juga ia tidak merasa jika disentuh Moreno, apalagi ia yang dikenal dengan telinga kelinci yang artinya, sekecil apapun suara meskipun ia terlelap, pasti akan terbangun apalagi perkara disentuh seperti itu, apa mungkin ia sampai tidak merasa?Namun, kenapa ia merasakan tubuhnya sangat lemas waktu itu?"Kamu bisa cek ke dokter kalau ingin membuktikan apakah dia menyentuh kamu atau tidak...."Saran yang diucapkan Miko membuat Mitha lemas. Lagi-lagi dokter. Bukankah jika ke dokter harus ada uang? Darimana ia mendapatkan uang? Sekarang saja ia terbelit dengan Moreno karena tidak punya uang."Aku sebenarnya enggak yakin Moreno bisa melakukan sesuatu yang sampai sejauh itu, tapi....""Dia bisa melakukan apapun kalau dia sedang ingin melak
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,