Maira yang membaca pesan Pak Salim terdiam. Jarinya tidak bergerak karena tidak tahu apa yang akan ia ketik untuk membalas pesan yang ditulis oleh Pak Salim. Pikirannya penuh, antara percaya dan tidak percaya. Jika tidak percaya mengapa Pak Salim tahu banyak tentang masalah tersebut? Sedangkan Danu mengatakan, insiden itu tidak banyak yang tahu.[Maaf, Pak. Kenapa Bapak sangat tahu masalah pembunuhan itu? Menurut Moreno, tidak banyak yang tahu tentang insiden tersebut, tapi Bapak seperti sangat tahu banyak, apakah korbannya itu Bapak kenal?]Tidak tahan hanya bertanya dengan dirinya sendiri, Maira mengetik pesan demikian pada Pak Salim.Untuk sesaat, Pak Salim ganti terdiam membaca pesan dari Maira, pria itu sedikit bingung apa yang harus ditulisnya untuk membalas pesan berisi pertanyaan yang ditulis oleh Maira padanya. [Kenapa aku bisa tahu, kurasa kau tidak perlu tahu, bukankah yang penting adalah informasinya? Jika kau tidak mau percaya dengan informasi yang aku berikan, aku juga
Rei memandang Mitha yang terlihat terkejut saat ia mengatakan ada Moreno yang mencarinya sampai ke rumah sakit. Tidak mungkin Mitha mengatakan masalah yang membelitnya sekarang ini pada Rei. Bisa-bisa, Rei akan emosi dan pasti Moreno akan diburu oleh pria tersebut. Begitu pikir Mitha. "Dia cari aku karena keadaan ayahnya itu.""Oh, gitu, gue kira lu terlibat masalah apa sama dia, sampe kayaknya serius amat."Mitha menarik napas lega karena sepertinya Rei percaya dengan alasan yang dibuatnya. Alhasil, Mitha mengikuti langkah suster yang mengajaknya untuk ke ruang rawat inap ayah Moreno.Rei tidak bisa banyak bicara lagi, karena Mitha memang seperti itu jika sudah memutuskan sesuatu. Akan sangat sulit untuk merubah apa yang sudah diputuskan oleh wanita tersebut. Meskipun harus menahan sakit di bagian rahimnya setiap kali ia bergerak, Mitha berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di ruang di mana Pak Marvel dirawat. Saat itu Tante Mila baru
Roger tidak bisa menjawab ketika dengan suara meninggi, Moreno mengucapkan kata-kata itu padanya. Nominal angka diatas 10 juta di atas kertas itu membuat ia seketika linglung. Namun, apakah ia bisa melihat istrinya bersama dengan laki-laki lain meskipun hanya bersandiwara?Roger merasa berat, hingga akhirnya...."Beri aku waktu, aku akan mencari pinjaman untuk membayar ini semua!" katanya pada Moreno yang langsung disambut senyum mencemooh Moreno."Pinjaman? Mau pinjem di mana? Rentenir? Lu kira, Mitha akan mengizinkan lu pinjem di rentenir?" "Itu bukan urusanmu, aku akan mencari uang, kau tidak perlu ikut campur masalah ini!""Oke, gue kasih waktu sampai besok, kalau lu enggak bisa bayar, lu harus mengizinkan bini lu menerima tawaran dari gue, atau lu enggak akan pernah ketemu Mitha lagi karena gue enggak akan mengembalikan dia sebab lu enggak bisa membuat dia sehat!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik dan melangkah meninggalkan Roger tanpa peduli dengan teriakan pria itu aga
"Cukup! Jangan kurang ajar, Reno!" "Makanya, patuh! Aku tidak peduli dengan segala keluhan kamu, yang aku tahu, kamu harus patuh padaku, titik!!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik dan melangkah keluar dari ruang rawat inap Mitha. Meninggalkan Mitha yang tidak tahu harus bagaimana lagi untuk bisa menghentikan Moreno.Perlahan, wanita itu meraih ponselnya, dan mengetik pesan pada sang suami.[Aku minta maaf, aku membuat situasi semakin sulit, sekarang aku enggak tahu harus bagaimana, tapi yang jelas, aku enggak mau kamu pinjam duit dengan rentenir]Dengan berat hati, Mitha mengirim pesan seperti itu pada sang suami dan ia harap-harap cemas menantikan jawabannya. Beberapa saat kemudian.... [Aku akan mencari uang untuk membebaskan kamu dari cengkraman pria itu!]Pesan Mitha dibalas. Dan Mitha menghela napas.[Aku udah berusaha menolak untuk dirawat, tapi aku enggak bisa ke mana-mana, sekarang ini aku dirawat inap di sebuah ruang VIP, dia enggak kurang ajar sama aku, tapi dia bil
Mitha rasanya ingin benar-benar menghajar Moreno, namun apa daya keadaannya yang belum pulih membuat setiap ia bergerak bagian bawah perutnya masih terkadang sakit, hingga wanita itu terpaksa menahan diri untuk tidak menghajar Moreno. Moreno tersenyum puas melihat wajah tidak berdaya Mitha di hadapannya. "Mau pakai itu sekarang?" tanya Moreno setengah berbisik, hingga Mitha menjauhkan telinganya dari bibir pria tersebut. "Kamu keluar!""Aku akan membantumu.""Aku bilang kamu keluar!!""Baiklah, baik. Jangan terlalu emosi. Dokter bilang kamu tidak boleh emosi, itu tidak baik untuk kesehatan kamu, aku akan keluar, tapi 10 menit lagi akan masuk!"Usai bicara demikian, Moreno melepaskan tangan Mitha yang dicengkeramnya. Setelah lepas dari cengkraman Moreno, Mitha buru-buru mundur meskipun terduduk di tepi pembaringan dengan wajah yang sedikit pucat.Ditatapnya gaun pengantin yang diberikan oleh Moreno tadi. Dari menyentuh bahannya saja, Mitha sudah tahu, gaun pengantin itu berbahan da
Ia menatap uang seribu rupiah yang diberikan oleh Nami ke dalam genggaman telapak tangannya tadi. Entah kenapa, hatinya langsung tersentuh. Moreno tidak bisa melukiskan perasaan itu karena rasanya baru ia alami sekarang. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia jadi seperti itu."Nami dapat uang itu darimana? Uang jajan Nami?"Nami mengangguk. "Kenapa tidak dipakai beli jajan?""Cudah, celibu, atu dadan dibeyi mama dua libu, atu cicain celibu, buat tabung cupaya mama bica beyi pattop!" kata Nami yang memang belum sempurna menyebut kata-kata meskipun ia sudah sekolah TK, yang artinya, sudah, seribu, aku jajan diberi mama dua ribu, aku sisain seribu, buat tabung supaya mama bisa beli laptop.Moreno sedikit tidak paham dengan bahasa cadel Nami, tapi ia paham dengan bagian anak Mitha yang diberikan uang dua ribu oleh Mitha untuk jajan hingga ia mendongak ke arah Mitha seolah melakukan aksi protes. "Karena Roger tidak bisa mencari uang yang banyak, kamu sampai ngasih uang jajan ke Nami cuma seg
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, emosi Mitha benar-benar tersulut. Kedua tangannya terus saja melakukan dorongan pada tubuh Moreno agar ia bisa menyingkirkan Moreno sebelum ada yang melihat mereka. Namun, Moreno yang tidak mau dibantah dan dilawan bersikeras untuk memberikan pelajaran hingga sengaja membuat tubuhnya semakin berat sampai sulit untuk disingkirkan. Ketika pergulatan mereka sedang sengit-sengitnya. Tiba-tiba saja pintu ruang rawat inap terbuka. Muncul Maira yang usai menyaksikan prosesi pernikahan palsu antara Mitha dan Moreno menyepi sendirian dahulu karena perasaannya sesak melihat raut wajah Moreno yang terlihat bahagia saat bersanding dengan Mitha padahal itu bukan pernikahan yang sesungguhnya. Sementara saat pernikahan kontrak mereka berlangsung, Moreno justru pasang wajah datar dan dingin seolah sangat terpaksa melakukan pernikahan kontrak itu dengannya. Usai menyendiri dan membuat perasaannya jadi stabil, Maira mengikuti Moreno yang mengantarkan Mitha
"Jangan sembarangan kamu!"Moreno tertawa, puas sekali rasanya ia sudah berhasil mempermainkan perasaan sang mantan yang dahulu juga sudah membuat ia merasa terpuruk."Aku akan bawa Nami jajan di kantin, kamu bisa memperhitungkan waktu itu untuk ganti baju, nanti perias yang aku bayar akan datang ke sini."Tanpa peduli dengan ekspresi wajah Mitha yang terlihat kesal, Moreno langsung mendekati Nami yang tadi sudah mendekati ibunya saat Mitha meminta sang anak untuk mendekat padanya. Dengan gayanya yang sangat halus, Moreno mengajak Nami untuk ikut bersamanya ke kantin rumah sakit. Mitha sebenarnya ingin mencegah, tapi anaknya pasti lapar dan ia tidak bisa memberikan makanan untuk sang anak karena Moreno melarangnya bebas keluar khawatir dirinya melarikan diri.Karena berpikir sang anak butuh makan, akhirnya ia mengizinkan Moreno membawa anaknya ke kantin dengan satu catatan, Moreno tidak membawa anaknya jauh-jauh khawatir pria itu khilaf melakukan sesuatu pada anaknya sebab, biar bag
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,