Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, wajah Maira merah padam. Rasa percaya dirinya yang tadinya mampu untuk membuat ia sedikit melakukan ancaman pada Moreno musnah seketika karena ucapan Moreno yang terdengar vulgar di telinga. Tangannya merapatkan kembali kemejanya hingga Moreno tersenyum kecut melihat apa yang dilakukan oleh Maira."Kenapa? Enggak pede? Buka bajunya, katanya pengen akting pemerkosaan, silahkan, gue tunggu!"Trak!!Maira meletakkan piring berisi nasi itu ke lantai dengan kasar lantaran kesal tidak berhasil menguasai Moreno dan sekarang justru ia yang dipermainkan oleh Moreno."Ya, udah! Kalau kamu enggak mau makan biarin aja sakit terus, mungkin itu alasan kamu aja supaya kamu bisa ke sini tanpa aku usir!" ketusnya. "Hei! Siapa yang sengaja numpang di sini? Lu pikir gue setertarik itu sama lu sampai gue harus melakukan hal itu?"Tidak suka mendengar penilaian Maira tentangnya, Moreno langsung mengucapkan kata-kata itu pada perempuan tersebut dengan wajah yang
Perkataan Danu, bahwa ia harus sedikit berusaha untuk membuat perhatian Moreno pada Mitha teralihkan terngiang di telinganya.Perkataan Mitha, bahwa ia harus menunjukkan bahwa ia tulus dengan Moreno agar Moreno merespon perasaannya, cukup membuat Maira berpikir keras, ketulusan yang seperti apa yang harus dilakukannya agar Moreno mampu melihat dirinya saja?Karena itulah, ia mulai memberanikan diri untuk mendengarkan kata hatinya, dan sekarang kata hatinya mengatakan padanya bahwa ia ingin menyentuh Moreno agar Moreno tidak selalu fokus memikirkan sang mantan terus menerus. Perlahan, wajah Maira semakin dekat dengan wajah Moreno yang masih terlelap dalam tidurnya. Napas Moreno menyapa wajah Maira hingga membuat degup jantung perempuan itu jadi tidak beraturan.Satu tangan Maira memegang rahang Moreno dan membenarkan posisi wajah Moreno agar ia lebih sempurna saat mendaratkan bibirnya pada bibir Moreno.Ketika sedikit lagi bibir Maira menyentuh bibir milik Moreno, tiba-tiba saja, kedu
Sementara itu, Moreno yang kesal karena sudah berusaha untuk mencoba untuk melakukan hal yang dianggap Maira mampu membuat ia melupakan harapan demi harapannya pada Mitha bangkit berdiri meskipun ia merasa kepalanya masih terasa pusing, tapi ketika ia melangkahkan kakinya untuk menggapai pintu, Maira buru-buru menghalangi. Diabaikannya dahulu perasaan malu dan berdebar nya, menahan Moreno untuk tidak pergi itu jauh lebih penting baginya agar Danu tidak murka padanya."Kamu mau ke mana? Enggak boleh ke mana-mana, karena kamu masih sakit, Reno!""Minggir! Gue mau pergi, kalo gue di sini terus, bisa-bisa gue semakin sakit jiwa gara-gara lu!"Moreno menyingkirkan Maira yang menghalangi pergerakannya untuk membuka pintu, tapi Maira bersikeras untuk tidak mau membiarkan Moreno keluar dari kamarnya."Lu ini kenapa sih? Gue cowok ada di kamar lu mau keluar tapi enggak lu izinin? Lu wanita baik-baik enggak? Gue mau pergi, Maira!""Kamu itu sakit, kamu harus istirahat dulu baru boleh pulang!"
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Maira mengerutkan keningnya. Ia memandang berkeliling mencari siapa yang sedang diajak bicara oleh Moreno, tapi tetap saja ia tidak menemukan siapapun selain ia dan Moreno saja di ruang tersebut."Reno. Kamu ngomong sama siapa?" tanya Maira pada pemuda itu sambil bersikap waspada khawatir Moreno melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.Moreno mengacuhkan pertanyaan dari Maira, ia mundur sambil melotot memandangi makhluk di hadapannya yang sangat menyeramkan karena penuh dengan darah. "Lu Miko? Iya?!"Celotehan Moreno semakin membuat Maira jadi bingung. Mendadak, apa yang diucapkan oleh Danu terngiang di telinga Maira. Dan sekarang, ia melihat sendiri, Moreno bicara sendirian sambil melotot seperti itu seolah melihat sesuatu yang menyeramkan. Dia benar-benar sudah sakit di dalam. Mentalnya mulai bermasalah, sepertinya memang harus dicegah sebelum semakin parah, dia harus dipisahkan dengan mantannya itu sesegera mungkin!Hati Maira mengucapkan
"Terus kenapa tidak lapor polisi? Kenapa dia menghadapi hal itu sendiri?" tanya Arman setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Kenzie tentang Moreno."Situasinya tidak semudah itu, Kak. Sebenarnya, masalah ini harusnya sudah selesai, tapi aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba saja masalah ini kembali mencuat.""Hubungi keluarganya saja, tidak perlu kau yang turun tangan.""Tapi, Kak!""Kalau begitu, aku ikut kamu untuk mengecek situasi Moreno apakah dia benar-benar butuh bantuan atau tidak!""Kenapa Kakak harus ikut?""Aku bertanggung jawab atas keselamatan kamu, Kenzie, ibu kamu juga sedang sakit, kamu tidak kasihan dengan kondisinya?""Maaf, baiklah. Mari kita pergi."Kenzie mengalah. Ia tidak mau bertengkar dengan Arman karena takut ibunya tahu apa yang sedang mereka debatkan. Alhasil, keduanya segera pergi dari rumah untuk mencari tahu situasi tentang Moreno lantaran Jee tidak kunjung memberikan dirinya kabar.Di waktu yang sama, di rumah Moreno, kakek Moreno tidak percaya saat Mi
{Moreno, kenapa kamu ke sana? Kamu sadar enggak itu cuma jebakan mereka aja! Pulanglah sekarang juga, kamu enggak khawatir ayah kamu di Jakarta tahu soal ini?}Moreno masih mendengar suara Mitha di seberang sana yang mengucapkan kalimat itu ketika ia menerima panggilan perempuan tersebut.{Kamu tidak usah menunggu aku pulang, aku sekarang sudah berhadapan dengan mereka, jaga diri kamu baik-baik}Hubungan antar ponsel itu diakhiri Moreno dan Mitha terkejut karena hal itu dilakukan Moreno. Ia segera menghubungi Danu, untuk mengatakan pada pria itu bahwa Moreno sudah ada di arena balap liar, dan kemungkinan Moreno dalam bahaya. Danu menerima dengan baik laporan dari Mitha hingga ia dan beberapa temannya segera ke lokasi area balapan liar meskipun tidak tahu yang mana area yang didatangi oleh Moreno tapi yang pasti Danu harus memeriksa semua area tersebut untuk mencari Moreno.Sementara itu, Moreno yang terkepung tidak terlihat gentar sama sekali. Pemuda itu berdiri sambil memperhatikan
"Kak, dia kayaknya pemotor misterius itu," bisik Kenzie pada sang kakak sepupu."Pria yang ingin membunuh Moreno, kah?" tanya Arman."Kayaknya, iya.""Kenapa dia menghampiri kita?"Kenzie mengedikkan kedua bahunya. Dan kini pria yang sedang mereka bicarakan sudah turun dari motor lalu melangkah mendekati Kenzie dan juga Arman."Kau siapa?" tanya Arman memberanikan diri melontarkan pertanyaan lebih dulu. "Aku tidak punya urusan dengan kamu, Bung. Aku hanya ingin bicara dengan pria di sebelahmu saja!"Mendengar apa yang diucapkan oleh laki-laki yang disebut pemotor misterius oleh Kenzie, Arman turun dari motor, dan melangkah menghampiri pria tersebut membuat Kenzie jadi ikut melangkah khawatir kakak sepupunya itu bertindak di luar dugaan."Kau merasa tidak punya urusan dengan aku? Tapi, laki-laki di samping aku ini adalah adikku, jadi kalau memiliki urusan dengan dia, artinya kau juga memiliki urusan dengan aku!" kata Arman dengan nada suara yang datar."Oh, dia adikmu? Baiklah, karena
"Kau tidak perlu tahu apa misi dan visiku, Ridwan, fokus saja dengan apa yang ingin kau lakukan, tidak perlu ikut campur dalam urusan orang lain!"Setelah bicara demikian, sang pemotor misterius ingin naik ke atas motornya, tapi Ridwan mencegah karena masih ada yang harus ia tanyakan pada pria misterius tersebut."Ada apa lagi?" tanya pria misterius itu pada Ridwan."Soal ditangkapnya Moreno, sebentar lagi dia juga akan bebas, dia punya kekuatan untuk melakukan itu, kan? Kenapa kita tidak melakukan hal yang lebih ekstrim daripada ia ditangkap? Aku masih tidak mengerti tentang langkah demi langkah Mister untuk membuat Moreno menerima pembalasan dari kita.""Kau ini bodoh atau apa? Dia itu harus menjaga nama baik perusahaan, kalau berita penangkapan dia beredar, itu akan membuat perusahaan dia akan kehilangan rekan bisnis. Kalau perusahaannya tidak lancar, kau pikir dia masih memiliki kekuatan untuk menggerakkan anak buahnya untuk melakukan perlindungan?"Mendengar apa yang diucapkan ol