Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Pak Salim benar-benar tidak bisa menahan emosinya, pria itu hanya bisa mengepalkan telapak tangannya lalu ia berbalik dan langsung meninggalkan Moreno yang hanya bisa tersenyum penuh arti, juga tidak menahan Pak Salim yang pergi tanpa menanggapi apa yang diucapkan oleh Moreno tadi padanya.Beberapa saat kemudian, Danu masuk ke ruang kerja Moreno, lalu langsung menghampiri majikannya itu segera."Dia mendapatkan dana bantuan dari perusahaan Dafa, mantan tunangan Maira."Tanpa ditanya, Moreno langsung mengucapkan kata-kata itu pada Danu sembari menunjukkan amplop coklat berisi uang yang tadi diserahkan Pak Salim padanya."Ini di luar dugaan, karena perusahaan milik Pak Dafa itu terjerat utang pula dengan perusahaan lain, rasanya mustahil Pak Dafa bisa meminjamkan dana sebesar itu pada Pak Salim, Tuan.""Gue juga berpikir begitu, tapi kita biarkan aja dulu, kita liat, apakah mereka memang bisa mengatasi masalah itu tanpa menimbulkan masalah baru,
"Iya, itu yang saya maksud, Pak.""Keluarlah!"Rani terkejut ketika Moreno justru memintanya untuk keluar setelah mendengar apa yang diucapkannya. Alih-alih memuji, menanggapi dengan sangat antusias saja tidak, ini membuat Rani jadi kesal. "Bagaimana dengan tanggapan Bapak?" kata Rani memancing siapa tahu, Moreno hanya terlalu shock sampai tidak bisa berpikir ke arah sana.Pegangan tangan Rani pada lengan Moreno dihempaskan Moreno begitu saja lalu pemuda itu bangkit berdiri sehingga Rani juga melakukan hal yang sama. Pergerakan Rani yang terburu-buru membuat bagian dada perempuan itu menyembul dari balik kemejanya yang kancingnya terbuka sampai bawah dan itu terlihat oleh Moreno hingga kening Moreno berkerut. "Aku sudah pernah bilang, pakai pakaian yang sopan saat di kantor, kenapa kau selalu memakai pakaian seksi seperti tidak punya baju? Kau tidak punya baju yang lebih sopan?"Perkataan pedas Moreno tentang pakaiannya membuat senyum menggoda di bibir Rani musnah seketika."Tapi,
Rani masih berusaha untuk membuat Moreno terpancing dengan apa yang ingin ia katakan. Tetapi, Moreno sudah terlanjur kesal hingga...."Karena kau sudah membuat aku kesal, sudah bersikap tidak sopan pada atasan, aku tidak perlu lagi mempekerjakan kamu di sini, Rani, silahkan pergi dari kantor ini jika tidak mau apa yang kamu lakukan tadi padaku aku laporkan atas tindakan pelecehan!"Wajah Rani memucat ketika mendengar Moreno memecatnya seperti itu, segera ia mendekati Moreno untuk meminta pemuda itu menarik kembali ucapannya, namun, Moreno mencegah dengan lantang bahwa ia tidak ingin disentuh oleh Rani sedikitpun!"Pak, maafkan saya, tolong jangan pecat saya, saya tidak akan mengulangi kesalahan saya, Pak. Tolong, maafkan saya!"Rani memohon sampai ia bersimpuh di lantai tepat di hadapan Moreno, tapi Moreno yang pantang menarik kembali ucapannya tetap tidak mau menerima permintaan maaf dari Rani hingga ia terus saja meminta Rani untuk segera pergi meskipun Rani mengatakan, informasiny
"Adam, gue udah bilang ini masalah orang dewasa, lu enggak usah ikut campur karena kakak lu sendiri aja udah tau segalanya, satu lagi, lu jangan mengatakan Mitha itu yang buruk-buruk, lu akan berurusan dengan gue kalo lu masih nekat melakukan itu!""Tapi setidaknya, kamu mengatakan hal yang sebenarnya padaku, Reno. Jika aku tahu yang sebenarnya, aku akan coba untuk mengerti dan aku berjanji tidak akan ikut campur dengan masalah kalian!""Yang jelas, ini semua gue lakukan untuk bokap gue, bokap gue perlu pengobatan yang serius, tapi dia enggak mau berobat sampai gue harus melakukan ini."Karena melihat wajah Adam yang terlihat sangat memelas ketika bicara seperti itu padanya, mau tidak mau, Moreno mengatakan sedikit keterangan yang bisa ia katakan pada adik Maira tersebut."Apakah, pernikahan kamu dengan Kak Mitha itu juga sandiwara?""Perasaan gue enggak bersandiwara, tetap sama seperti dulu!""Astaghfirullah, kamu nekat sekali Reno...."Meskipun Moreno tidak menceritakan secara gambl
"Tuan Moreno ... Ah sudahlah, saya tidak enak bicara seperti itu pada Nona, karena ini terlalu jauh ikut campur, yang pasti, apa yang dilakukan oleh Tuan Moreno itu sangat intim dan saya bisa melihat Tuan melakukan itu dengan hati....""Tolonglah, Kak. Katakan padaku, apa yang dilakukan Moreno? Apakah dia menyentuhku? Tolong katakan!" desak Mitha karena terlanjur terusik dengan apa yang tengah dibahas oleh Danu dengannya."Maaf, saya tidak bisa mengatakannya, Nona, saya tidak enak.""Aku janji enggak akan menyebut nama Kakak pada Moreno ketika membahas ini dengannya!""Lebih baik, Nona tanyakan sendiri saja hal itu padanya.""Kak, dia selalu bicara sembarangan kalau sama aku, aku bahkan enggak tau kapan dia jujur kapan dia berbohong.""Tatap matanya. Nona akan tahu saat Nona menatap mata Tuan Moreno, kalau dia tidak berani menentang tatapan mata Nona, artinya, dia memang sedang berbohong.""Jadi, Kakak enggak mau bicara soal ini dengan tuntas?""Maaf....""Terus, mau Kakak apa? Kakak
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, Ridwan benar-benar tidak bisa menahan perasaannya yang tidak karuan lantaran apa yang diucapkan oleh Rani. Apalagi setelah mengatakan hal itu, Rani mendorongnya hingga tubuhnya terdesak di dinding kamar kost yang disewanya selama ia di Samarinda.Posisi mereka sangat dekat, dan Ridwan benar-benar tegang menerima situasi tersebut.Rani meraih tengkuk Ridwan dan menariknya hingga wajah mereka berada dalam jarak yang demikian dekat sampai napas mereka menyapa wajah mereka satu sama lain.Jemari tangan perempuan itu mengelus pipi dan rahang Ridwan hingga semakin membuat Ridwan jadi bergejolak. Ada yang membakarnya dari dalam sampai ia merasa tubuhnya panas dengan aliran darah yang mengalir lebih cepat dari biasanya."Bagaimana? Kau mau atau tidak? Aku tahu kamu masih menyukai aku, Ridwan. Kesempatan ini tidak datang dua kali, jika kamu tidak memanfaatkannya, maka kau akan menyesal."Suara Rani terdengar, dan perempuan itu menatap mata Ridwan seolah
Mata Ridwan melotot mendengar ancaman yang diucapkan oleh Rani padanya.Apalagi saat itu, Rani juga langsung mengeratkan genggamannya di bagian bawah perut Ridwan hingga pria itu buru-buru menyetujui permintaan Rani lalu setelah itu menjauhkan tangan Rani dari kelelakiannya khawatir Rani benar-benar menyakiti barang berharganya itu dengan nekat."Baiklah! Tapi, aku tidak bisa memutuskan sendiri, aku harus mengatakan masalah ini pada seseorang, agar nantinya aku tidak dianggap sembarangan bertindak.""Siapa orang itu?""Seseorang yang juga memiliki dendam dengan Moreno.""Ya, aku tahu, tapi siapa? Bisakah aku mengetahui siapa tahu aku kenal?""Maaf, aku tidak bisa mengatakannya tanpa izin, aku khawatir orang itu marah, maaf.""Ya, udah. Enggak papa. Aku juga enggak peduli dia siapa, yang penting dia satu tujuan sama kita."Rani beringsut usai mengucapkan itu pada Ridwan, ia mendekati Ridwan tapi Ridwan yang trauma dengan apa yang tadi dilakukan oleh Rani pada bagian bawah perutnya jadi
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, tentu saja Ridwan tidak bisa berkata apapun untuk sesaat. Ia mengusap wajahnya, dan Rani menjadi gemas sendiri melihat wajah Ridwan yang gugup seperti itu. Perempuan itu memberikan kode untuk Ridwan, bahwa pria itu harus memulai dari miliknya dulu yang disentuh manual oleh Ridwan, bukan langsung memasuki.Melihat kode yang diberikan oleh Rani, Ridwan jadi teringat dengan film biru yang pernah ia lihat. Bukankah hal yang diinginkan Rani sama dengan yang ia lihat disana? Ridwan pun mulai paham, meskipun ia merasa sangat gugup karena tidak pernah melakukan hal itu pada seorang wanita. Perlahan pria itu menunduk, mendekati milik Rani yang sudah menanti untuk disentuh dari tadi. Sementara itu, Rani yang merasa dua tangan Ridwan memegang dua pahanya yang terbuka sudah yakin posisi yang dilakukan oleh Ridwan sudah tepat, hingga perempuan itu menjulurkan tangannya untuk mencari kepala Ridwan apakah bisa digapainya.Ketika ia sudah mendapatkan apa yang
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,