Mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya, Moreno segera keluar dari ruangan rawat inap sang ayah dan bergegas untuk mencari sang ayah namun, ia mengurungkan niatnya ketika melihat Dokter Ahmad mendorong ayahnya yang sedang duduk di kursi roda. Buru-buru ia menghampiri."Pi, darimana saja?" tanyanya begitu dekat dengan sang ayah."Ada apa? Kenapa wajahmu begitu pucat?" Bukannya menjawab pertanyaan Moreno, sang ayah justru balik bertanya."Tadi ada orang asing yang masuk ke ruang Papi, aku tidak melihat, tapi mami yang melihat."Dokter Ahmad segera menghubungi petugas keamanan rumah sakit dan meminta mereka memeriksa seluruh penjuru rumah sakit agar mereka tahu siapa orang yang sudah menyelinap masuk ke ruang ayah Moreno saat mendengar keterangan Moreno. Sementara itu Moreno mendorong kursi roda di mana ayahnya duduk ke dalam ruangan rawat inap sang ayah.Sesampainya di dalam, istrinya buru-buru mendekati."Papi darimana? Mami tadi melihat orang asing masuk ke ruang ini dan mencari P
"Gue bilang, gue punya alasan sendiri dan lu enggak perlu tau alasan gue yang sebenarnya! Lu enggak berhak ikut campur, karena lu cuma mantan dia! Inget, bini lu udah ngasih kode sama gue, jadi lu jangan bertindak berlebihan, Ahmad! Obati aja bokap gue, enggak perlu ikut campur urusan gue!"Moreno menghardik, hingga Ahmad benar-benar berusaha untuk menahan diri untuk tidak marah."Berapa biaya pengobatan yang kau keluarkan untuk Mitha? Sakit apa dia sebenarnya? Penyakit lamanya kambuh?""Lu enggak ngerti ucapan gue tadi? Enggak perlu ikut campur, Ahmad! Gue bisa menyelesaikan masalah gue dengan Mitha!"Moreno berbalik, dan segera ingin beranjak meninggalkan Ahmad, tapi langkahnya terhenti ketika suara Ahmad kembali terdengar. "Ayahmu sekarat, Reno. Apakah kau pikir hal yang sudah kau lakukan ini membuat dia bisa sembuh? Kau tahu bukan? Orang yang sakit itu pikirannya tidak boleh tertekan, jika tertekan, penyakitnya akan semakin kambuh dengan parah, kau tahu itu, bukan?"Moreno membal
"Ya!""Mana surat wasiatnya?""Maaf, aku tidak bisa memperlihatkannya padamu.""Apa? Lu enggak mau memperlihatkan pada gue? Kenapa? Gue anaknya, gue berhak tau apa yang diperlihatkan bokap gue sama lu!""Ya, aku tahu, tapi kau harus berjanji satu hal, kau pertimbangkan apa yang kukatakan tadi padamu.""Jangan membuat gue kesel, Mad! Gue bilang berikan surat wasiat itu, gue berhak tau karena gue anaknya!"Nada suara Moreno yang meninggi membuat Ahmad menyilangkan jari telunjuknya ke bibirnya agar Moreno bisa menahan diri untuk tidak seenaknya meninggikan suara lantaran sekarang mereka di rumah sakit dan waktu sudah sedikit larut.Moreno yang melihat isyarat yang diberikan oleh Ahmad memilih masa bodoh, sebab, ia sudah terlanjur penasaran wasiat apa yang dimaksud Ahmad dan untuk apa ayahnya justru memberitahukan wasiat pada Ahmad sementara pada dirinya yang notabene anaknya sendiri tidak diberitahukan?"Moreno, tolonglah, kau harus berpikir jernih untuk menyikapi masalah ini, kau tidak
Moreno menarik napas panjang mendengar apa yang dipertanyakan oleh sang ibu. Hatinya bimbang antara mengatakan atau tidak apa yang sudah diketahuinya tentang keadaan sang ayah, dan rasanya ia sekarang kalut jika menyembunyikannya apakah ia bisa menghadapi dan mengatasinya sendirian?"Reno, kenapa kamu diam saja? Katakan pada Mami, apa yang sebenarnya terjadi? Kamu sepertinya tahu sesuatu, benar tidak?"Suara sang ibu kembali terdengar dan ini membuat Moreno tergagap. Dan pemuda itu menarik napas panjang."Penyakit papi semakin parah, Mi, dan papi merasa tidak ada gunanya untuk meneruskan pengobatan di sini, dia mau dia kembali ke Samarinda, kembali ke rumah, apa yang harus kita lakukan?" Pasrah dengan reaksi ibunya seperti apa ketika ia mengatakan tentang situasi sang ayah, Moreno mengucapkan kata-kata itu pada ibunya dengan nada suara yang terdengar perlahan tapi cukup seperti petir menyambar di telinga bagi sang ibu."Apa maksudmu? Kau tahu darimana tentang kondisi ayahmu? Apakah,
"Aku akan mencoba membicarakannya dengan Pak Marvel nanti."Sabrina menarik napas. Perlahan, diraihnya tangan Ahmad dan dibimbing untuk bangkit dari tempat duduk tersebut lalu diajaknya sang suami ke lantai atas untuk ke kamar mereka karena hari sudah lebih dari tengah malam. Ahmad menurut saja dengan apa yang dilakukan oleh sang istri. Pikirannya yang kusut membuat ia tidak konsentrasi untuk melakukan apapun hingga saat Sabrina mengajaknya ke kamar ia patuh saja."Apakah aku boleh menghubungi Mitha?" tanya Ahmad dan pertanyaannya itu membuat Sabrina menghentikan gerakannya."Kenapa tiba-tiba kamu minta izin untuk menghubungi dia?" "Enggak papa, karena ini jam tidak biasa, aku khawatir kamu keberatan.""Memangnya dia enggak tidur?""Biasanya dia bangun untuk shalat malam.""Kalau dia haid?""Oh, benar juga."Ahmad mengurungkan niatnya saat sadar kemungkinan Mitha berhalangan hingga tidak mungkin perempuan itu shalat malam, dan pastinya jika ia menghubungi akan membuat wanita itu ter
Karena panggilannya tidak dijawab oleh Moreno, Mitha akhirnya menulis pesan dengan penuh perasaan yang geram.[Reno, kamu enggak mau angkat telpon aku?]Moreno langsung membaca pesan Mitha. Ia mengetik pesan balasan.[Video call, aku baru mau menerima]"CK! Reno ini keterlaluan, dia sengaja mempermainkan aku, sampai minta ini itu segala!" gerutu Mitha setelah membaca pesan dari Moreno. [Tidak mau menghubungi pakai video call? Aku yang melakukannya, dan kamu harus angkat!]Pesan Moreno masuk lagi, dan Mitha makin menggerutu tapi ia butuh bicara dengan Moreno, karena Moreno justru tidak mau meladeni pesan dan telpon darinya, terpaksa Mitha mengalah. Moreno tersenyum ketika ia menghubungi wanita itu memakai video call, Mitha menerima dan sejujurnya Mitha paling tidak suka melakukan panggilan dengan video jika tidak benar-benar penting.{Aku kangen sama kamu}Moreno langsung mengucapkan kata-kata itu sambil melangkah keluar ruang rawat inap ayahnya, tidak mau ayah atau ibunya mendengar
"Jangan. Jangan menyulitkan dirimu sendiri. Aku masih bisa mengatasinya, enggak papa.""Mau sampai kapan? Setiap kamu seperti ini, aku selalu merasa kesakitan, kita ini kembar, apapun yang kamu rasakan, aku juga akan merasakannya, selama kamu bersama dengan si tengil itu, aku sering merasa sakit, dia memang harus diberikan pelajaran!!"Miko masih terlihat marah padahal wujudnya sendiri samar pertanda ia sedang tidak punya kekuatan penuh tapi memaksa untuk datang."Miko, perhatikan keadaan kamu sendiri, lihat badan kamu, samar dan tidak terlihat kuat, kamu kembali aja, aku enggak papa kok, aku akan menyelesaikan semuanya.""Menyelesaikan? Kamu bisa melepaskan diri dari jeratan si tengil itu?""Insya Allah.""Lakukan dengan benar, kalau tidak, kamu juga akan membuat aku tersiksa, kamu paham itu, kan?"Mitha hanya mengangguk mendengar nasihat yang diberikan oleh Miko, sampai akhirnya, kakak kembarnya itu pergi meninggalkan Mitha yang masih merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh More
"Apa?" Mitha sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh ayah Moreno. Ia tidak menyangka pria itu justru membahas masalah tersebut, bukan membahas yang sudah ia perkirakan sebelumnya. Pak Marvel bukannya sudah tahu apa yang aku lakukan dengan Moreno? Kenapa dia bicara seperti itu? Apa sebenarnya maksudnya?Hati Mitha bicara, dan ini membuat perempuan itu gelisah. Ia tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Pak Marvel, yang jelas di dalam hati Mitha mulai khawatir."Bagaimana? Apakah kau bersedia?" Suara Pak Moreno membuyarkan lamunan Mitha dan wanita itu tergagap."Pak, maaf sebelumnya, saya -"Pintu ruangan terbuka, kalimat Mitha terhenti. Moreno masuk ke dalam ruangan dan duduk bergabung di antara ayah dan juga Mitha."Kenapa kamu masuk? Papi belum selesai bicara dengan Mitha."Pak Marvel melontarkan perkataan itu pada Moreno dengan nada suara yang datar. "Pi, aku suami Mitha, bukankah wajar aku mendampingi istriku bicara di hadapan Papi?"Mendengar apa yang diucapkan