Mitha membeku di tempatnya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakek Moreno.Melakukan penebusan dosa? Kalimat itu membuat ia jadi tidak bisa berkata-kata lagi. Kakek Moreno yang ia pikir adalah orang satu-satunya yang bisa ia harapkan untuk mendukung apa yang diinginkannya ternyata kini juga memiliki pemikiran yang sama dengan Moreno, itu membuat Mitha sekarang seperti dihempaskan ke jurang yang dalam.Sementara itu, kakek Moreno melangkah meninggalkan mereka setelah tadi bicara seperti itu pada Mitha. Ketika orang tua tersebut sudah pergi, Mitha menyandarkan tubuhnya ke tembok, dan Moreno tahu Mitha sekarang sangat terpukul. "Maaf, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk masalah ini, kalau kakekku saja sampai bicara seperti itu padamu, itu artinya situasi sedang rumit, aku harap kamu tidak menambah kerumitan itu dengan bantahan bantahan kamu, patuh saja dulu, sampai kita tahu apa yang sebenarnya direncanakan ayahku."Suara Moreno terdengar, dan Mitha menarik napas panjang mendeng
"Keterlaluan kamu!!" Mendengar apa yang diucapkan oleh Tante Mila, Mitha sudah mengerti mengapa perempuan itu melakukan hal tadi padanya. Mitha berusaha untuk berdiri dengan benar ketika tadi nyaris tersungkur akibat apa yang dilakukan oleh Tante Mila padanya."Maaf, bisa katakan padaku, ada apa? Kenapa Mama begitu marah?" tanya Mitha bertubi-tubi. Meskipun ia sepertinya bisa menebak apa yang dipikirkan oleh Tante Mila sampai terlihat marah seperti itu padanya, tapi Mitha ingin mendengar langsung dari mulut Tante Mila agar ia bisa yakin, memang masalah itu yang membuat ibunya Moreno tersebut semarah sekarang. "Masih pura-pura tidak tahu? Yang benar saja! Kamu memanfaatkan anakku untuk bisa berobat, kan? Astaga Mitha, aku dulu sangat menyukaimu, aku mengira tidak semua orang miskin itu suka memanfaatkan orang kaya, tapi ternyata, semua sama saja!""Maafkan aku, Ma....""Jangan panggil aku Mama! Aku tidak sudi menjadi mertua perempuan rubah seperti kamu!"Mitha tertunduk dalam. Hatin
Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh Moreno hingga Adam bingung ingin menjawab yang mana dahulu."Kenapa diam? Cepatlah jawab, apa yang lu ketahui tentang mereka? Dan kenapa bisa lu tahu soal itu?"Suara Moreno terdengar membuyarkan lamunan Adam yang bingung akan menjawab apa atas pertanyaan yang bertubi-tubi dilontarkan oleh Moreno.Adam menarik napas. Mencoba mengatur kata untuk membuat kalimat agar ia tidak salah bicara di hadapan Moreno yang terlihat tidak sabar untuk mendengar jawaban yang diberikan olehnya. Akhirnya, sedikit demi sedikit mengalirlah cerita dari Adam hingga alasan mengapa ia tahu sedikit apa yang sebenarnya terjadi dengan Moreno. Moreno terdiam sejenak setelah mendengar cerita Adam, sampai kemudian...."Jadi sekarang rider setan itu bergabung dengan si pemotor misterius itu untuk melawan gue?""Sepertinya begitu.""Sepertinya? Kenapa lu aja nggak yakin dengan dugaan lu sendiri?""Aku masih dalam tahap menyelidiki, belum sepenuhnya yakin karena memang b
Moreno terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Danu padanya. Danu yang melihat keterdiaman Moreno menarik napas panjang."Tuan, saya tahu Tuan pasti tidak akan suka melihat Nona Mitha menangis karena Tuan. Benar, kan?""Memangnya lu ngeliat dia nangis?""Beberapa kali.""Terus lu yakin dia nangis gara-gara gue?""Ya, karena saya mendengar apa yang diucapkannya pada dirinya sendiri saat mengeluarkan air mata.""Tapi gue itu membantu dia, Danu. Kalau dia enggak gue bantu, lu pikir dia akan bisa bertahan sampai sekarang?""Statusnya yang sudah menjadi istri orang itulah yang membuat dia merasa sedih dengan situasi yang Tuan ciptakan, jadi mungkin Tuan pikirkan hal ini sekali lagi.""Sudahlah, lu fokus dengan apa yang kita selidiki saja, bokap gue juga ada di sini, dan kita tidak bisa bertindak lambat untuk membongkar semua rahasia yang belum terpecahkan!"Danu tidak bisa bicara apapun lagi saat Moreno menutup pembicaraan seperti itu. Mau tidak mau ia diam meskipun masih banyak kalimat
{Kamu minta uang lagi?} Pak Salim terlihat kesal saat mengucapkan kata-kata itu pada sang penelepon yang menghubunginya.{Benar, Tuan. Karena ini sangat beresiko, jadi saya minta bayaran tambahan}{Apakah tidak bisa kamu melakukan dulu baru pembayaran menyusul?}{Tidak bisa, Tuan. Saya harus dibayar dimuka dulu baru kemudian saya bekerja}{CK! Kamu ini, baiklah, nanti aku kirim, kau harus memastikan pekerjaan berjalan lancar jangan hanya meminta bayaran lebih tapi pekerjaan saja tidak beres}Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Pak Salim menutup telpon. Meskipun kesal karena ia diminta untuk membayar tambahan, tapi karena ia sedang butuh rencana itu diteruskan, mantan bos Maira tersebut akhirnya mengiyakan saja meskipun ia mengomel karena situasi perusahaan juga harus membuat ia berhemat itu sebabnya mengeluarkan uang bukan hal yang mudah bagi Pak Salim apalagi dalam jumlah yang banyak.***"Bu, bagaimana kabarnya?" Maira perlahan duduk di hadapan Viona ketika perempuan itu memi
Mendengar apa yang diucapkan oleh Viona, Maira terdiam untuk sesaat. Sebenarnya, apa yang ia rasakan sama seperti yang dirasakan oleh Viona, tidak percaya bahwa Dafa benar-benar memang ingin membantu, tapi ia tidak punya bukti untuk meyakinkan hal itu, jadi selama ini ia diam saja dan ia tidak menyangka ternyata Viona merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya."Apa yang membuat Ibu berpikir Dafa tidak tulus pada Pak Salim?"Akhirnya, hanya pertanyaan itu yang diucapkan oleh Maira untuk mengetahui alasan Viona yang merasa tidak tulus dengan suaminya."Mantan tunangan kamu itu masih suka padamu, kan?""Lalu?""Apakah mungkin dua orang pria yang sama-sama menyukai wanita yang sama saling membantu?""Aku tidak tahu Dafa itu masih suka padaku atau tidak, bisa saja dia hanya ingin balas dendam bukan karena masih suka.""Memangnya kamu tidak bisa merasakan apa yang dia rasakan terhadapmu? Ayolah, jangan bohong padaku, kamu sendiri tahu dia masih sayang padamu, kan?"Maira ingin mere
"Kamu mau ke mana?" tanya Viona yang menjadi tegang ketika Maira bicara seperti itu padanya."Mengikuti pria yang bersama Pak Salim, aku ingin tahu, pria itu siapa.""Aku ikut!""Ibu, yakin?" "Ya. Siapa tahu dia ada sangkut-pautnya dengan Salim, bukankah aku juga perlu tahu?" "Baiklah, ayo, Bu!" Keduanya langsung beranjak meninggalkan tempat mereka duduk dan segera mengikuti pria bertopi dan bermasker yang diajak bicara oleh Pak Salim tadi.Viona mengajak Maira untuk masuk ke dalam mobil miliknya ketika mereka harus menggunakan kendaraan untuk mengikuti pria yang diajak bicara Pak Salim tersebut karena orang itu juga memakai motor. Maira terus mengamati pria itu dengan seksama, sementara Viona menyetir mobilnya untuk terus mengikuti motor tersebut.Mereka tidak tahu, orang yang mereka ikuti sadar sudah diikuti oleh keduanya, sampai kemudian di sebuah tikungan, Maira terkejut karena pria yang mereka ikuti tidak ada di depan mereka. "Maira, di mana dia?" tanya Viona pada Maira.
Viona mengucapkan kalimat itu pada Maira dengan wajah yang terlihat serius."Oh, baiklah. Aku mengerti, aku setuju, Bu. Aku juga yakin Ibu akan melakukan yang terbaik." Viona menarik napas lega ketika mendengar Maira paham dengan maksudnya. Segera mereka turun dari mobil khawatir Pak Salim kembali dan melihat Maira masuk ke dalam rumah. Viona menyembunyikan Maira di kamar tamu, dan Viona mengizinkan Maira keluar jika situasi yang memungkinkan perempuan itu keluar jika ia dan Pak Salim terlibat perdebatan yang berujung memojokkan dirinya.Beberapa saat kemudian, Pak Salim pulang. Dan perasaan Viona semakin tidak karuan seiring ia melihat sang suami melangkah ke arahnya."Kau tidak ada pekerjaan sampai bisa pulang lebih cepat?" tanya Viona ketika suaminya sudah ada di dekatnya."Apa yang sebenarnya kamu lakukan di luar?"Tanpa basa-basi, Pak Salim langsung melontarkan pertanyaan itu pada sang istri, sehingga istrinya menghela napas berusaha untuk mengatasi perasaannya yang semakin be