Brakk,
Bantingan pintu terdengar cukup keras, Wulan masuk kedalam kamarnya membanting pintung kamar tersebut dnegan cukup kuat. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan kegilaan kedua orang tuanya.“Wulan buka pintunya, Mama bilang buka pintunya” ucap Halima meminta putrinya untuk membukakan pintu kamar tersebut.“Wulan, buka pintunya ini Papa” ucap Herman yang datang menyusul istrinya yang tengah mengetuk pintu saat ini.“Tidak mau, kalian berdua sudah gila. Kenapa harus aku yang menanggunya” seru Wulan cukup keras dari dalam pintu. Pagi-pagi sudah membuatnya kesal saja, dia ingin sarapan dan berangkat kerja harus tegagalkan karena ucapan kedua orang tuanya yang cukup gila.“Wulan, tolong buka sebentar. Papa tahu kamu marah, tapi ini demi keluara kita Wulan” Herman berusaha membujuk sang anak untuk membukakan pintunya.“Wulan buka pintunya, mama ingin bicara sama kamu” lagi Halima memaksa sang anak untuk membukakan pintu kamar.Pintu terbuka, dengan sorot mata tajam yang diberikan Wulan pada kedua orang tuanya tersebut.“Apalagi hah, aku capek jadi anak kalian. Kenapa harus aku, kenapa buka anak kesayangan kalian saja yang menikah yang dilamar dia kenapa hars akau yang menikah” amarah yang menggebu terlontar didepan wajah kedua orang tuanya.“Kalau kakak kamu mau kita tidak akan menyuruhmu Wulan, kau tahu kakakmu tengah kuliah di luar negeri” sahut Halima menatap anaknya itu.“Itu mama tahu kakak kuliah di luar negeri, kenapa harus menerima lamaran itu. batalkan saja, aku tidak mau menggantikan anak kesayanganmu. Aku sudah banyak berkorban untuk dia” Wulan bersikera menolak keinginan sam Mama.“anak kamu memang keras kepala ya pa,” ucap Halima yang tak bisa lagi membujuk Wulan.Mata Wulan sendiri kini sudah berkaca-kaca menahan tangis dia tak habis pikir kedua orang tuanya memaksa dia untuk menikah dnegan pria yang tak ia kenal. Lebih parahnya lagi pria itu melamar kakaknya bukan dirinya.“Ya aku memang keras kepala, sama seperti mama kan” ucap Wulan menatap menantang sang mama.“Kamu mulai berani sama mama” Halima terpancing emosinya karena tatapan menantang Wulan.“Ma, Ma sudahlah” Herman hendak melerai.“Ma kita batalkan saja pernikahan ini ma, Widya tidak mau menikah begitu juga Wulan yang tidak mau menggantikannya. Kita batalkan saja ya” ucap Herman pada istrinya.“Papa lupa kalau kita batalkan apa yang akan terjadi dengan keluarga kita, Papa juga Lupa pihak Gilgan sudah memberikan investasinya pada perusahaan kita” ucap halima mengingatkan sang suami.“Oke Wulan, kalau kau tidak mau menikah untuk menggantikan kakakmu, kau mau Papa dan mamamu ini mendekam di penjara karena tidak bisa mengembalikan uang yang sudah mereka tana di perusahaan kecil kita” halima menatap putrinya tersebut.“Kenapa Mama jahat sekali padaku hah, aku anak mama atau bukan. Kenapa harus aku yang jadi pengganti kak Widya ma, ak capek ma” Wulan meluapkan emosinya, matanya tak teras mengeluarkan setetes air mata menatap kedua orang tuanya tersebut.Herman menatap pilu anaknya yang menangis didepan mereka saat ini, rasanya tak tega melihat sang putri yang bersedih seperti itu.“Ya sudah sayang, kalau kamu tidak mau papa tidak memaksa. Sudah jangan nangis” ucap Herman mendekati sang putri mengusap lembut bahu anaknya.“Berarti Papa siap di penjara?” tanya haliam membuat Herman yang memeluk Wulan beralih menatap sang istri.“Papa siap demi Wulan ma,” jawab Herman yakin. Dia tak masalah jika harus di penjara atau mengganti biaya pinalti karena membatalkan kerja sama dengan keluarga Gilgan.“Terserah kalian,” halima pergi begitu saja dengan kesal. Ini tidak sesuai perhitungannya, dia kira Widya akan mau menikah dnegan keluarga konglomerat nyatanya putri sulungnya itu menolak. Ditambak Wulan tidak mau menggantikannya.“Apa yang dikatakan mama serius atau hanya tipuan semata pa, apa benar Papa akan di penjara karena hal ini” wulang bertanya pada snag Papa saat mamanya sudah pergi.“Kemungkinan begitu sayang, karena Papa harus mengganti biaya pinalti pembatalan kerja sama antar perusahaan kita” jawab Herman.“kenapa Papa bisa mengambil keputusan begitu, kenapa harus menerima lamaran orang tersebut pa. Papa tahu sendiri kak Widya bagaimana” Wulan begitu frustasi dengan situasi saat ini.“Papa kira kakak kamu mau, jadi Papa menerima kerja sama ini dan berharap kakak kamu mau menikah, karena katanya ini teman kakak kamu dulu” jelas Herman mengungkapkan alasan menerima pernikahan ini.“Nggak masuk akal,” kesal Wulan.Wulan menangis terisak dnegan hal ini, dia pusing sendiri harus berbuat apa. rasanya tak tega dia bila membiarkan orang tuanya masuk penjara. Tapi tak mungkin juga dia menerima pernikahan ini.“Sudah nak tidak usah menangis, Papa batalkan semua ini kalau kamu memang tidak mau” ucap Herman menanagkan sang putri.“kapan pernikahannya?” tanya Wulan dnegan sesegukan.“Besok” jawab Herman lemah.“Baiklah aku mau menggantikan kak Widya,” putus Wulan dengan terpaksa.“Apa? kamu serius sayang. Kamu mau” Herman nampak tak percaya dnegan ucapan snag putri.“Iya, Demi Papa” lirih Wulan.“Tidak usah nak, tidak usah. Jangan kamu korbankan masa depan kamu demi orang tua seperti kita”“Itu papa tahu, tapi kenapa Papa melakukannya. Sudahlah, yang penting sekarang papa dan Mama aman. Aku masuk dulu” Wulan begitu tak bertenaga langsung membuka pintu kamarnya dan masuk kedalam. Ia begitu lemas tak bertenaga saat ini, masa depannya seakan hancur karena oang tuanya sendiri....................................Radit saat ini berada di dalam kamarnya, dia menatap langit-langit kamar sambil meliat ponsel miliknya. Tentu saja yang dia lihat saat ini foto Widya, perempuan masa lalunya yang mampu memikat hatinya hingga saat ini. cinta pertamanya yang susah untuk ia lupakan walaupun wkatu telah berlalu cukup lama.Pacar pertamanya, tetapi karena kesalahan dirinya dulu semasa remaja membuat ia dan Widya putus dan tak saling komunikasi hingga saat ini.Berkali-kali dia berganti wanita tapi tak menemukan wanita sebaik dan selembut Widya, jadi ia memutuskan untuk melamar langsung perempuan itu yang ia dengar kabarnya tengah kuliah di Luar Negeri.“Besok akan menajdi hari kita sayang, menjadi hai untuk Radit dan Widya. Moment yang tak akan pernah terlupakan bagi kita” ucap Radit menggebu, sambil melihat foto Widya.“Tuan, saya sudah menemukan tuan Lukas. Dia berada di Indonesia sekarang” saat tengah fokus melihat foto Widya sebuah pesan masuk ke ponsel radit saat ini.Sekebat dia membaca pesan itu, membuat dia langsung terduduk membaca dengan seksama pesan tersebut.“Dia akhirnya kembali, aku harus memberitahukan apdanya soal rencana pernikahanku ini” gumam Radit saat setelah membaca pesan tersebut. Dia harus menemui kakak tersembunyinya itu, bagaimanapun pria itu kakaknya. jasa pria itu sangat besar untuknya di masa lalu.°°°T. B. CWira mengetuk-ngetuk kamar kakaknya, dia baru saja mendengar kabar dari kedua orang tuanya bahwa kakak keduanya itu besok akan menikah.“kakak, buka pintunya. Aku mau bicara denganmu” ucap pria itu sembari terus mengetuk pintu yang tak kunjung di bukakan.“Buka atau aku dobrak kak, kakak mau menikah tapi kenapa tiba-tiba dan tidak bilang padaku” Wira bersikeras tak menyerah memanggil dan berbicara pada kakaknya yang berada di dalam kamar.Pintu terbuka dengan perlahan, menampakkan wajah sembab Wulan yang menatap lelah adiknya itu.“Kamu mau bicara apa? kakak capek” lirih Wulan menatap sang adik dengan pintu yang tak terbuka cukup lebar.Wira membuka lebar pintu itu sehingga dia bisa masuk kedalam kaar sang kakak.“Kau kenapa? Mama melakukan apa padamu? Memaksamu menikah atau bagaimana?” pria muda itu langsung mencecar berbagai pertanyaan pada kakaknya.“Bukan urusanmu Wira, kamu bisa keluar sekarang. Kakak ingin sendiri, kakak harus menyiapkan diri untuk besok” ucap Wulan tak bertenag
Radit menarik Wulan masuk kedalam kamarnya saat ini, dia mendorong cukup keras Wulan di ranjang kamar yang sudah dihias dengan begitu banyaknya bunga yang membentuk hati di kasur.Sehabis melempar Wulan ke ranjang radit langsung mengunci pintunya rpat-rapat agar orang lain tak mendengar dirinya yang tengah emosi.“Kau siapa, beraninya kau meniuku dnegan menjadi istriku ha” bentak Radit saat berdiri menatap marah Wulan yang terhampar di ranjang.Wulan tampak ketakutan melihat wajah merah penuh amrah tengan menatapnya saat ini. dia menangis sesegukan sembari takut-taku melihat pria didepannya.“JAWAB aku tidak butuh tangisanmu. Aku butuh jawabanmu” ucap Radit sambil mencengkram dagu Wulan.Wulan semakin ketaktan karena hal itu.“A..aku, aku Wulan a..adik kak Widya” dengan terbata Wulan berusaha menjawabnya.“Adik Widya,.” Wajah marah itu tampak mengernyit menatap tak percaya pada perempuan yang mengaku sebagai adik dari Widya.“Pembohong,..” Radit nampak tak percaya dan dia menghempas W
Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi
Wulan keluar dari kamarnya saat ini, dia sedari apgi hanya di kamar rasanya tak enak hingga sore begini dia masih tetap saja di dalam kamarnya. Meskipun dia tak menerima pernikahan ini tapi rasanya tidak baik juga dia bertindak begini dirumah orang.Baru saja dia membuka pintu, pintu kamar yang berada di sebelah kamarnya juga ikut terbuka. Mata mereka berdua saling bertemu tetapi Radit segera mengalihkan pandangannya tak memperdulikan Wulan yang baru saja keluar dari kamar sebelahnya.Radit yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan pergi tak memperdulikan Wulan yang terlihat canggung. Langkah Radit tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearah Wulan yang tadinya akan berjalan langsung terdiam di tempatnya saat melihat Radit yang tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearahnya.“Kau sudah menghapalkan apa yang aku berikan tadi?” tanya Radit pada Wulan,“Su..sudah, aku baca” jawab Wulan sedikit terbata,“Bukan di baca saja tapi di hapalkan mengerti” Radit mening
Radit menaikkan Wulan ke atas dengan perlahan, perempuan itu sudah terbatuk-batu di pinggir kolam renang. Radit juga ikut naik saat Wulan sudah berada di atas.“kau begitu saja tenggelam, perempuan bodoh memang” maki Radit didepan wajah Wulan yang tengah batuk-batuk.Wulan yang terus batuk karena habis tenggelam barusan hanya melihat Radit yang duduk diepannya sambil menatap dan memaki diirnya.Radit setelah memaki Wulan langsung berdiri dari duduknya, dan dia mengambil handuk yang ia lempar tadi saat masuk ke kolam renang. Setelah megambil itu radit langsung melemparkannya pada Wulan.“Pakai itu, nanti kau sakit aku yang ribet” pungkas Radit pada Wulan yang masih duduk.“Kau jika bersikap begini denganku, tolong ceraikan aku” ucap Wulan sambil masih terbatuk dia berusaha untuk bicara dengan Radit. Radit yang tadinya akan berjalan, langsung berhenti dan mendekati Wulan lagi. Di berjongkok didepan perempuan itu menatapnya sini,“Kau pikir itu bukan mauku, orang tuaku yang melarang unt
Banyak yang tak mengira jika kehidupan seorang konglomerat itu tidak menyenangkan, banyak aturan yang harus dijalakan. Banyak larangan yang menyesakkan harus diturutu, kehidupan bak di penjara apa-apa dibatasi.Radit duduk merenung di kursi kerjanya, yang ada diruangannya tersebut. Dia saat ini berada di kantor, duduk di meja dengan jabatan Direktur tertulis jelas di atas mejanya itu.Benar Radit menjabat sebagai seorang direktur di perusahaan ayahnya, sedangkan CEO serta pemegang saham sepenuhnya ada di tangan ayahnya dan kakeknya.Pintu ruangan Radit terbuka, membuat pria itu mengalihkan pandangannya ke kearah pintu saat mendengar suara pintu yang terbuka tersebut. Pandangannya menatap datar pada pria yang masuk kedalam.Seorang pria tua, dengan tongkat di tangannya berjalan serta topi putih yang dikenakannya. Ia berjalan mendekat kearah Radit yang hanya diam melihat dirinya masuk.“Kakekmu datang tapi kau hanya diam saja begini, mana sopan santunmu?” tukas pria itu pada sang cucu.
Wulan menaruh kantung es pada luka Radit, dia melakukan itu agar darah yang mengalir saat ini bisa membeku dan berhenti. Dia merasa aneh dengan darah itu yang terus mengalir padahal lukanya tidak terlalu besar.Radit hanya diam sambil sesekali melihat kearah Wulan yang telaten membersihkan lukanya hingga memplaster lukanya itu. dan dia langsung mengalihkan pandangannya saat Wulan sudah selesai.“kenapa darahmu tadi sulit untuk berhenti?” tanya Wulan yang entah mendapat keberanian darimana untuk bertanya seperti itu.“Sudah sana keluar, kau sudah selesai kan dengan sok jiwa pertolonganmu itu” cibir Radit dan berdiri dari duduknya.Wulan yang masih duduk melihat Radit yang langsung berdiri, dia juga ikut berdiri dari duduknya saat ini.“Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu” pungkas Wulan dan akan pergi.“Apa yang terjadi padaku ini, jangan sampai kau bilang pada Mama” ancam Radit “Memang kenapa?” tanya Wulan penasaran.“Aku bilang jangan ya jangan, awas kalau Papa atau mamaku tahu soa
Banyak alasan yang membuat Radit selama ini tampak diam, sedikit keras kepala dan egois terhadap orang lain. Dia sebenarnya pria yang baik yang tidak terlalu menyukai kekarasan. Dia hanya akan keras pada dan acuh pada seseorang jika orang tersebut membuat suasana hatinya buruk dan membuat dirinya terusik.Selama ini yang selalu mengusik hidupnya tentu saja kedua orang tuanya yang selalu tak akur dan saling menyalahkan satu sama lain. Dia bosan dengan itu, apalagi ia juga merasa kesepian tak ada teman di kala dirumah makanya ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Tapi setiap kalia ia ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan untuk membebaskan diri selalu saja anak buah ayahnya membatasi setiap gerak-geringnya membuat dia sedikit berkutik dan selalu terkekang dalam dirinya.Radit sendiri saat ini duduk termenung di balkon kamarnya sambil meminum soda kaleng yang baru saja dia ambil dari dalam lemari es kecil yang berada di kamarnya itu.Dia mendongak menatap bintang-bi
Radit menaikkan Wulan ke atas dengan perlahan, perempuan itu sudah terbatuk-batu di pinggir kolam renang. Radit juga ikut naik saat Wulan sudah berada di atas.“kau begitu saja tenggelam, perempuan bodoh memang” maki Radit didepan wajah Wulan yang tengah batuk-batuk.Wulan yang terus batuk karena habis tenggelam barusan hanya melihat Radit yang duduk diepannya sambil menatap dan memaki diirnya.Radit setelah memaki Wulan langsung berdiri dari duduknya, dan dia mengambil handuk yang ia lempar tadi saat masuk ke kolam renang. Setelah megambil itu radit langsung melemparkannya pada Wulan.“Pakai itu, nanti kau sakit aku yang ribet” pungkas Radit pada Wulan yang masih duduk.“Kau jika bersikap begini denganku, tolong ceraikan aku” ucap Wulan sambil masih terbatuk dia berusaha untuk bicara dengan Radit. Radit yang tadinya akan berjalan, langsung berhenti dan mendekati Wulan lagi. Di berjongkok didepan perempuan itu menatapnya sini,“Kau pikir itu bukan mauku, orang tuaku yang melarang unt
Wulan keluar dari kamarnya saat ini, dia sedari apgi hanya di kamar rasanya tak enak hingga sore begini dia masih tetap saja di dalam kamarnya. Meskipun dia tak menerima pernikahan ini tapi rasanya tidak baik juga dia bertindak begini dirumah orang.Baru saja dia membuka pintu, pintu kamar yang berada di sebelah kamarnya juga ikut terbuka. Mata mereka berdua saling bertemu tetapi Radit segera mengalihkan pandangannya tak memperdulikan Wulan yang baru saja keluar dari kamar sebelahnya.Radit yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan pergi tak memperdulikan Wulan yang terlihat canggung. Langkah Radit tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearah Wulan yang tadinya akan berjalan langsung terdiam di tempatnya saat melihat Radit yang tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearahnya.“Kau sudah menghapalkan apa yang aku berikan tadi?” tanya Radit pada Wulan,“Su..sudah, aku baca” jawab Wulan sedikit terbata,“Bukan di baca saja tapi di hapalkan mengerti” Radit mening
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb