Andaru menerima laporan lokasi terkini Fa setelah subuh. Sang CEO bersiap, mengenakan pakaian serba hitam, menyelipkan satu mini gun ke belakang punggung yang memakai jaket kulit dan membawa beberapa alat canggih lain, hasil rakitan Fa."Jika sampai Ara-ku kenapa-kenapa, awas saja!" ucapnya sambil memasang smart watch khusus di tangan kiri. Kamar ini sudah lama tak dia masuki tapi kondisinya masih sama seperti dulu, ingin mengenang kembali ingatan manis tapi dia sedang tak sempat. "Maaf, Ara lebih penting saat ini!" Andaru menatap sekeliling beberapa detik, sebelum dia keluar dari sana dan menutup pintunya.Sementara di tempat lainnya.Pagar kayu jati berukiran burung merak itu digedor oleh dua orang tamu tepat di jam sarapan. Mereka ingin bertemu tuan rumah tapi menolak pergi ketika satpam memintanya kembali di lain waktu. Wanita dan pria muda itu lantas menyebut beberapa nama yang dulu pernah bekerja di sini, salah duanya yaitu Wartini dan Adipati Desmala."Tolong panggilkan Wart
Budi tak segera menjawab, dia tetap menarik lengan juragannya dan pamit keluar dari sana. Aryan pun mengantar sang tamu hingga mereka pergi meninggalkan kediamannya.Sesampainya di dalam mobil, Budi menjelaskan bahwa tuan muda meminta beliau segera kembali karena dirinya akan menikah petang nanti. Juga, Wartini mengabarkan saat ini di Joglo sedang kedatangan seseorang yang sangat Brotoyudho harapkan juga rindui, beliau menunggu sang empunya rumah pulang."Andra ingin menikah dengan siapa?" tanya Brotoyudho, merasa heran. Dia menoleh pada sang asisten yang duduk disampingnya. "Memang dia bilang padaku telah memiliki tambatan hati tapi belum pernah menyebutkan asal usul wanita yang ditaksirnya itu," jelasnya lagi, sambil kembali menatap lurus ke depan.Budi mengangguk. "Maaf Gusti, Den Mas bilang hanya ingin akad nikah saja. Beliau belum memberikan data apapun pada saya," jawabnya sungkan, seraya menoleh sekilas lalu merunduk. Dia sedang menunggu kabar dari anak buahnya untuk menyelidi
Yono berjalan di depan tuan muda Garvi, kedua pria saling melindungi satu sama lain. Hingga tibalah mereka di kamar paling belakang. Andaru membuka pintunya pelan, sementara Yono mengamankan area belakang. "Clear!" ujarnya.Putra almarhum Andrean itu termangu di depan pintu. Tatapannya sendu melihat tubuh yang membujur di atas brangkar. Selang oksigen terpasang melintang di cuping hidungnya, terdapat plester di dahi kanan juga infus yang menancap di punggung tangan kiri. Langkah Andaru tertatih menghampiri Yara, mendadak kehilangan tenaga untuk sekedar menopang raga. "R-rraa!" sebutnya terbata, seraya mencondongkan wajah saling berhadapan. "Ini aku," lirih Andaru, disusul usapan lembut oleh jemari kekar di pipi dan pangkal alis Yara, berharap dia mengenali sentuhan khasnya. "Ara ...."Sunyi. Dia menarik satu kursi plastik di sana, duduk sejenak sambil menundukkan kepalanya. Merasai hati nan mulai teremat perih. Dia telah gagal menjaga amanah Jamila dan membuat Yara dalam bahaya. An
Sebelumnya. Andaru dan Yono menuju halaman belakang, tapi ternyata tiada celah penghubung di sana. Hanya tersisa space 1 meter untuk perawatan blower AC.Yono mencari sudut aman. Dia menaikkan mini drone untuk melihat situasi di halaman belakang Joglo sambil menyiapkan alat penembak jangkar lalu mengarahkan ke tembok setinggi empat meter."Aman, Tuan muda." Dia menoleh ke arah Andaru, lalu memegang tali tambang dan sedikit menariknya, memastikan agar kuat untuk dipanjat.Andaru berjalan ke sudut bangunan, dia meraih tambang tadi. "Kalau ada yang sulit, mengapa cari jalur mudah," gumamnya, menyungging seringai tipis sebelum mulai memanjat."Spiderman ... Spiderman ...." Yono malah lirih bersenandung, dia juga merasa keki. Baru kali ini, prediksi Fa meleset dan membuat tuannya susah. "Bagus ya, Fa!" lirih Andaru, saat berhasil duduk di atas dinding menjulang menunggu Yono. Hanya kekehan juga permintaan maaf, terdengar dari earphone Andaru.Keduanya menerobos dengan mudah, mereka hanya
Andaru memacu mobilnya laju menuju rumah sakit di pusat kota Jogja. Kedua tangan mencengkeram kuat stir mobil hingga buku jarinya memutih.Amarah membuncah, dadanya bergemuruh dan puncaknya, dia memukul stir mobil berkali-kali seraya menggeram tepat ketika lampu lalu lintas berwarna merah."Arrghh!" Yono hanya diam, asik membersihkan bedil rakitannya. Dia pun pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi sang tuan muda.Huft. Tuan muda Garvi melepas gulungan CO2 dari diafragma ke udara kabin, beberapa kali. Tak berapa lama, kendaraan mereka pun melaju kembali ke arah Barat."Yo, setelah ini pulanglah. Kakek butuh kamu," titah Andaru datar, menatap lurus ke depan. "Aku bahkan belum sempat membalas semua pesan beliau," imbuh cucu Aryan, ada rasa bersalah tersirat dalam nada bicaranya.Yono menoleh. "Tuan besar aman di sana. Beliau justru meminta saya agar menjaga Anda dan nyonya muda," balas sang asisten, masih sambil menyetel lagi revolvernya.Setelah kembali nanti, banyak
Budi yang baru saja muncul dari ruang kerja Brotoyudho, bingung ketika mendengar samar ucapan sang ajengan sebelum beliau menutup pintu kamar tadi. "Kenapa dengan saya, Mbak?" tanya Budi pada Wartini, menunjuk batang hidungnya sendiri.Wartini tersipu, salah tingkah dan langsung pergi tak menjawab pertanyaan Budi. Sementara pria jomblo itu kian heran melihat kepergian si kepala asisten rumah tangga.Jelang isya, Brotoyudho menemui tamunya. Dia sedikit kecewa ketika mendengar maksud kunjungan beliau. Seorang psikiater datang atas panggilan dari Jamila, dia ternyata mengenal sang priyayi karena dahulu pernah satu sekolah dengannya."Nggak ada yang gila di sini, Dok," kata Brotoyudho, duduk bersandar di sofa. "Anya salah duga," imbuhnya santai sambil menopang kaki. "Adikku butuh diperiksa. Kamu cek saja dulu, Git," ucap Jamila, berjalan menghampiri sang kawan dan menyalaminya. Anggita bangkit, menerima salam hangat si kawan lama. "Kata beliau, adikmu baik-baik saja, Nya," tuturnya ser
Andaru mengaktifkan mode pesawat ketika seseorang yang memanggilnya dadar menelpon tanpa henti. Dia lalu menarik ekstra bednya mendekat ke ranjang Yara. Dia berguling ke kanan, sebentar ke kiri, tetap saja matanya enggan menutup. Serasa ada yang hilang tapi dia belum menemukan sumbernya. Yara terusik oleh derit per tempat tidur yang Andaru gunakan, dia pun terjaga lalu menoleh ke arah kanan, melihat punggung lelakinya bergerak-gerak seperti sedang mencari posisi nyaman. "Mas!" sebut Yara lirih, tahu bahwa Andaru belum tidur. Pria yang sudah berganti baju dengan kaos oblong panjang juga celana longgar itu berbalik badan dan langsung duduk. "Kok bangun, Ra? mulai berasa nyeri, ya?" tanyanya menyenderkan lengan di sisi ranjang Yara.Yara menggeleng. "Enggak terlalu." Dia beringsut, berusaha berbaring miring ke kanan. "Tidur, Mas," ucapnya lirih."Nggak bisa merem. Lagian besok aku mulai cuti ... bisa tidur lagi setelah duha," balas Andaru, mengampu dagu di atas punggung tangan yang di
Andra terkejut ketika begitu banyak orang masuk ke kamarnya. Dia melayangkan tatapan heran pada sang ayah tepat saat tubuh renta itu menaiki ranjang dan duduk bersila di sebelah putranya.Jamila memilih duduk di pangkal, menyandarkan punggung pada salah satu tiang penyangga tempat tidur kuno berkelambu. Sementara Jazli dan Desta, memilih sofa sebagai tempat mereka mendengar kisah dan Wartini, masih setia berdiri di belakang Anya, menghadap para Gusti."Ada apa ini?" tanya Andra, menoleh ke arah Brotoyudho dengan tatapan rikuh. Dia cemas, aibnya bakal dibuka oleh Anya.Brotoyudho menghela napas, dirinya ingin tahu kisah lalu, mengapa Anya membawa kabur Andra hingga demikian sulit ditemukan."Ayah pengen tahu kisah kalian setelah pelarian itu. Seharusnya Anya kembali dengan Adipati Desmala." Brotoyudho melihat bergantian ke arah putra putrinya. "Ada cerita yang tidak Desmala dan Anya bagi pada ayah, sehingga kita seperti ini," imbuh sang mantan raja.Dia menatap putrinya tajam dan lekat
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas