Budi yang baru saja muncul dari ruang kerja Brotoyudho, bingung ketika mendengar samar ucapan sang ajengan sebelum beliau menutup pintu kamar tadi. "Kenapa dengan saya, Mbak?" tanya Budi pada Wartini, menunjuk batang hidungnya sendiri.Wartini tersipu, salah tingkah dan langsung pergi tak menjawab pertanyaan Budi. Sementara pria jomblo itu kian heran melihat kepergian si kepala asisten rumah tangga.Jelang isya, Brotoyudho menemui tamunya. Dia sedikit kecewa ketika mendengar maksud kunjungan beliau. Seorang psikiater datang atas panggilan dari Jamila, dia ternyata mengenal sang priyayi karena dahulu pernah satu sekolah dengannya."Nggak ada yang gila di sini, Dok," kata Brotoyudho, duduk bersandar di sofa. "Anya salah duga," imbuhnya santai sambil menopang kaki. "Adikku butuh diperiksa. Kamu cek saja dulu, Git," ucap Jamila, berjalan menghampiri sang kawan dan menyalaminya. Anggita bangkit, menerima salam hangat si kawan lama. "Kata beliau, adikmu baik-baik saja, Nya," tuturnya ser
Andaru mengaktifkan mode pesawat ketika seseorang yang memanggilnya dadar menelpon tanpa henti. Dia lalu menarik ekstra bednya mendekat ke ranjang Yara. Dia berguling ke kanan, sebentar ke kiri, tetap saja matanya enggan menutup. Serasa ada yang hilang tapi dia belum menemukan sumbernya. Yara terusik oleh derit per tempat tidur yang Andaru gunakan, dia pun terjaga lalu menoleh ke arah kanan, melihat punggung lelakinya bergerak-gerak seperti sedang mencari posisi nyaman. "Mas!" sebut Yara lirih, tahu bahwa Andaru belum tidur. Pria yang sudah berganti baju dengan kaos oblong panjang juga celana longgar itu berbalik badan dan langsung duduk. "Kok bangun, Ra? mulai berasa nyeri, ya?" tanyanya menyenderkan lengan di sisi ranjang Yara.Yara menggeleng. "Enggak terlalu." Dia beringsut, berusaha berbaring miring ke kanan. "Tidur, Mas," ucapnya lirih."Nggak bisa merem. Lagian besok aku mulai cuti ... bisa tidur lagi setelah duha," balas Andaru, mengampu dagu di atas punggung tangan yang di
Andra terkejut ketika begitu banyak orang masuk ke kamarnya. Dia melayangkan tatapan heran pada sang ayah tepat saat tubuh renta itu menaiki ranjang dan duduk bersila di sebelah putranya.Jamila memilih duduk di pangkal, menyandarkan punggung pada salah satu tiang penyangga tempat tidur kuno berkelambu. Sementara Jazli dan Desta, memilih sofa sebagai tempat mereka mendengar kisah dan Wartini, masih setia berdiri di belakang Anya, menghadap para Gusti."Ada apa ini?" tanya Andra, menoleh ke arah Brotoyudho dengan tatapan rikuh. Dia cemas, aibnya bakal dibuka oleh Anya.Brotoyudho menghela napas, dirinya ingin tahu kisah lalu, mengapa Anya membawa kabur Andra hingga demikian sulit ditemukan."Ayah pengen tahu kisah kalian setelah pelarian itu. Seharusnya Anya kembali dengan Adipati Desmala." Brotoyudho melihat bergantian ke arah putra putrinya. "Ada cerita yang tidak Desmala dan Anya bagi pada ayah, sehingga kita seperti ini," imbuh sang mantan raja.Dia menatap putrinya tajam dan lekat
"Andaikan Mama dan Mas Daru memaafkan kelakuan paman, tapi tidak denganku!" tegas Jazli, berdiri tegap memandang lurus kedua bola mata coklat tua bagai miliknya."Cih, tau apa kamu, Li! idupmu itu cuma ngaji, hafalan dan nunggu dijodohin sama guru kamu," sanggah Andra, tak kalah menatap sengit keponakannya.Jazli tak gentar, dia dan Andaru memiliki bukti kelakuan tak senonoh Andra pada Jiera maupun gadis lain. Brotoyudho menengahi. Dia melambaikan telapak tangannya, naik turun ke arah Jazli, meminta agar si cucu duduk kembali, begitupun dengan Jamila. Mantan raja kecil itu lantas bicara kembali, sambil meminta Wartini menyerahkan dua dokumen yang telah disiapkan olehnya."Mas, ini buatmu." Brotoyudho menyerahkan satu map kepada Andra seraya tersenyum. "Ini bagianmu, Nduk," ucapnya untuk Jamila, memberikan satu amplop lain. "Monggo, dibuka." Jamila menarik lembaran dari dalam map yang dia terima tadi. Matanya langsung membola, terkejut akan tanggung jawab dari sang ayah. Pandangan ja
"Ra! ... Mas?" "Kak?" sebut Andaru, mengenali wajah mirip istrinya saat daun pintu terbuka lebar. Dia bangun, meletakkan pinggan untuk menyambut kedatangan keluarga Yara. "Mari masuk, Ma," sapanya pada sang mertua yang berdiri di belakang Jazli.Jamila mengusap bahu menantunya saat dia meraih tangan untuk salim. "Mas." Andaru lalu menggamit lengan Jamila pelan, memapah berjalan ke sisi ranjang Yara yang masih berbaring miring. Entah mengapa dia jadi sesayang ini pada sosok mertuanya.Wanita bersahaja itu menoleh ke arah sofa, mengangguk pelan dan tersenyum untuk Yono yang ikut berdiri menyambutnya. Dia lalu melihat putrinya menutupi diri hingga kepala dengan selimut. "Tidur?" tanya Jamila, menoleh ke arah Andaru di samping kirinya, ketika telah duduk di kursi sebelah ranjang. Jazli duduk bergabung dengan Yono, dan meletakkan buah Kiwi serta Strudel kesukaan adiknya di atas meja sofa."Enggak, tadi ngambek ogah makan," adu Andaru, sambil duduk di sisi ranjang dan mengusap punggung Y
Keluarga Jaedy baru duduk di sofa dan sedang menikmati suguhan yang Yono sodorkan, ikut melihat ke arah pintu ketika siluet seseorang berdiri membelakangi arah cahaya.Garvi masih saling memeluk ketika dua orang tadi mulai masuk ke ruangan. Pandangan Jamila dan Jazli melembut tapi tidak dengan Yono, asisten Aryan tetap waspada terhadap tamu mereka."Assalamualaikum," ucap Brotoyudho, ketika telah mencapai tirai penutup brangkar cucunya.Andaru melerai dekapan, menoleh ke arah belakang kiri, penasaran dengan tamu mereka. Begitupun dengan Yara, dia meneleng kepala, mengintip dari bahu sang suami meski sembab masih menjejak di wajahnya."Wa alaikumussalaam." Jaedy family dan Yono membalas salam sepuh mereka. Nyonya Garvi terkejut melihat sosok tamu yang pernah dia temui saat menjadi MC di pernikahan salah satu klien agency tempat dia bernaung. Begitupun Andaru, dia tak menduga bila Brotoyudho bersedia meletakkan gengsi untuk menjenguk cucunya hari ini.Ingatan hari itu begitu kuat karen
"Kangen," gumam Andaru saat mereka telah sama-sama meringkuk dalam selimut. Dia takut-takut memeluk raga yang telah memejam lebih dulu, cemas bila membuat Yara kesakitan.Andaru hanya berani menempeli pundak belakang Yara yang berbaring miring membelakangi, menghidu tengkuk sang wanita, tempatnya memulai ritual tidur. Kebiasaan baru yang bisa dia banggakan adalah berusaha tetap terjaga, menahan kantuk sebelum Yara tertidur, bagaimanapun lelah harinya.Senyum terukir tipis di wajah tampan yang mulai disergap kantuk. Matanya memejam, menyembunyikan wajah merona di rambut tergerai Yara seraya menghirup wanginya."Bisa-bisanya hatiku tunduk pada gadis slengekan. Love you, Ara sayang," lirih sang pria sambil menciumi pucuk kepala Yara. Andaru akhirnya berani mengakui perasaan meski hanya saat Yara tertidur.Dia berharap Yara mengerti tanpa dia mengucapkan kata cinta, karena sikap dan tindakannya telah banyak membuktikan isi hati. Bukankah wanita lebih menyukai aksi daripada sebuah kalimat
Yara melihat satu makam lainnya di sana, bertuliskan Segara Weningtyas, entah siapa sosok beliau dan ada hubungan apa dengan keluarga Andaru. "Apa artinya, Mas?" tanya Yara. Kedua lutut sang nyonya, menyentuh tanah dan mengusap nisan Jennaira. Sejatinya anak mereka masih embrio, tapi tanda kehidupan telah Allah beri, sehingga dia berkembang dan mulai membentuk bulatan organ meski ujungnya berpulang."Surga, taman surga ... memang nggak wajib diberi nama tapi rasa sayangku untuk Jenna telah tumbuh. Dia pernah hadir dalam hidup kita walau sebentar. Kelak, adek-adeknya harus tahu kalau punya kakak. Kita akan kenalkan Jennaira dan bikin mereka sayang padanya," tutur Andaru, merangkul dan mengecup pelipis Yara.Yara terharu, sesayang itu Andaru pada calon penerus Garvi. Dia mengangguk, menyetujui usulan sang suami. "Moga kesaksiannya di Yaumil hisab, bisa jadi syafaat sebab ayahnya adalah pria baik, aamiin."Nyonya Garvi lantas bertanya tentang satu makam di sebelah Jenna. Segara Wening,
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas