"Mbak Feli mau pinjam uang?" tanyaku tak percaya. "Berapa?""Lima juta. Katanya, untuk bayar arisan bulanan. Mas Gani baru bayar gaji karyawan, ada uang juga hanya untuk kebutuhan mereka sehari-hari saja," jelas Adel panjang lebar.Aku dan Dani saling berpandangan. Bukankah Mas Gani bilang, uang yang telah dikembalikan Dani dipegang Mbak Feli? Lalu kenapa sekarang dia malah mau meminjam uang Adel?Belum kelar kami terkejut dengan pernyataannya, Adel kembali histeris dan membuat kami semua kaget. Bahkan, dia sampai melempar ponselnya, hampir mengenai Zema.Aina dengan sigap mengambil benda pipih yang baru saja dibelinya itu. Kami semua kaget, kenapa Adel bisa sampai sebegitunya?"Kenapa, Del?" tanya kami serempak.Kulihat Aina menutup mulut dengan satu tangannya. Dia ikut histeris dan memberikan ponsel Adel padaku.Seorang temannya mengirimkan foto akad nikah Findri dan Niko. Dan yang tidak kalah membuatku tercengang, mertua Adel turut hadir dalam acara itu.Aina langsung memeluk Adel
"Astaghfirullah, Mas!" Aku dan Dani terperanjat kaget saat mendengar pengakuan Mas Gani yang sangat mengejutkan. Ternyata uang itu digunakan Mas Gani untuk menikahi seorang wanita. Tidak hanya itu, Mas Gani bahkan membeli rumah baru untuk mereka.Pengakuannya, sungguh membuat aku dan Dani tak habis pikir. Bisa-bisanya dia mengkhianati Mbak Feli yang sudah percaya menyerahkan segalanya untuk Mas Gani."Mas tahu tidak? Akibat ulah Mas, Adel yang harus menanggung karmanya. Niko juga menikahi Findri diam-diam. Mas coba pikir, bagaimana perasaan Mbak Feli kalau dia tahu semua ini?" kataku mencoba menyadarkan.Mas Gani kelihatan terkejut mendengar Niko dan Findri sudah menikah. Selama ini, dia terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri sampai melupakan masalah yang menimpa sang adik."Mas hanya ingin punya anak seperti kalian. Apa itu salah? Feli itu sulit untuk hamil. Terlebih setelah operasi, dokter menyarankan untuk menunda kehamilan selanjutnya," jelasnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. M
Assalamualaikum ...!"Suasana ceria tiba-tiba hening saat suara Mbak Feli menyapa kami yang tengah berkumpul bersama di rumah Adel. Kami semua saling melempar tatapan, hingga membuatnya kebingungan."Waalaikumusalam ...," jawab Aina seorang diri. Sesaat kemudian, kami semua lalu tersadar dari lamunan dan mengikuti Aina menjawab salam Mbak Feli."Kalian kenapa, sih? Apa Mbak ganggu, ya?" Mbak Feli kelihatan curiga. Mungkin dia merasa tidak enak karena kami tiba-tiba diam ketika dia datang. Aku hanya bisa berharap, agar salah satu dari kami ada yang mencairkan suasana kaku seperti ini."Mas Gani kemana Mbak, kok sendiri?" tanya Adel basa-basi, memecah kekakuan di antara kami."Dia nganter pesanan ke luar kota, Del!"Jawaban Mbak Feli, lagi-lagi membuat kami saling bertukar pandang. Aku yakin, pikiran kami semua di sini sama. Mas Gani sudah pasti berbohong. Dia pasti sedang bersama perempuan yang baru dinikahinya.Hari ini tepat satu minggu setelah kami semua mengetahui tentang pernikaha
Suasana berubah hening sejenak. Ingin kucubit bibir Adel yang lemes itu. Membayangkan bagaimana perasaan Mbak Feli harus mengingat kembali bayinya yang telah meninggal dunia."Aku juga maunya cepet hamil lagi, Del ... tapi kata dokter paling nggak nunggu setahun. Kan, Mbak sempat pendarahan waktu itu."Suasana kembali berubah. Aina menitipkan Abi padaku, lalu pamit ke belakang untuk membuat minuman untuk Mbak Feli. Aku tahu, dia paling sensitif mendengar hal seperti ini. Istriku lebih memilih melipir untuk menghindari orang lain, daripada melihat kakak iparnya menangis. Ya, aku yakin dia sedang menangis di dapur sekarang.***"Omsetnya besar disini ya, Bang?" tanya Dani pada Bang Faiz saat dia sedang meninjau kios tempat kami berjualan. Rencananya, Dani akan memulai usahanya beberapa hari lagi."Lumayan, Dan. Kalau lagi rame, saya sampai nggak sempat makan!" jawab Bang Faiz penuh semangat.Aku senang melihat Bang Faiz mulai bersuara lagi. Beberapa hari sejak mengetahui Findri resmi me
Saat aku masih kesal dengannya, Mas Gani yang datang seorang diri, terus saja mendesak agar aku menyerahkan surat rumah Bapak untuk digadaikan."Mas hanya pinjam, Ndra! Kalau tidak boleh dijual kan, bisa digadai dulu!" kata Mas Gani terus memaksakan kehendaknya."Siapa yang akan menebusnya, Mas? Uang hasil penjualan mobil Bapak yang sudah dikembalikan Dani saja, masih sama Mas Gani semua. Seharusnya Mas nggak dapat bagian kontrakan, tapi Mas tetap memaksa supaya Mbak Feli nggak curiga. Kami terima semua alasan Mas Gani, supaya Mbak Feli tetap percaya. Tapi untuk rumah itu, saya nggak bisa, Mas!"Mas Gani sekarang berbicara denganku sambil berdiri."Ini darurat, Ndra! Mas butuh uang untuk tambahan modal. Mas sudah nggak punya tabungan!" Dia terus saja memaksa. Tidak peduli lagi dengan tetangga sekitar yang kemungkinan mendengar suaranya yang cukup keras."Tidak bisa, Mas. Saya tidak bisa memutuskan sepihak. Harus berunding dulu dengan yang lainnya."Mas Gani mengembuskan napas kasar, l
"Mbak, maaf aku tinggal duluan ya. Tadi sebelum makan, aku sudah proofing adonan roti," pamit Dani. Dia pintar sekali mencari alasan yang tepat untuk menghindari pertanyaan Mbak Feli. "Silahkan saja, Dan. Mbak nggak ingin kalian merasa terganggu!" sahut Mbak Feli.Belajar dari cara Dani, aku juga bergegas membuat adonan tepung untuk ayam goreng. Daripada semakin merasa serba salah di hadapan Mbak Feli, lebih baik menghindar dengan cara menyibukkan diri."Maaf ya Mbak, saya tinggal dulu. Mumpung Aina masih ada di sini. Jadi sewaktu-waktu ada pembeli, saya nggak kerepotan," alasanku."Iya, silahkan aja, Ndra. Mbak main aja di sini sama Dinda. Di rumah dan di pabrik bosan. Mau ke rumah Adel, tapi dia lagi di rumah Bu Asti.""Ya, Mbak. Sudah dua hari ini dia memang nginep di sana."Adel memang semakin dekat dengan Bu Asti. Kalau tidak tahu yang sebenarnya, siapapun akan mengira kalau mereka adalah ibu dan anak sungguhan. Syukurlah ... sedikit banyak Adel mulai berubah sekarang.***Waktu
Hari ini, aku datang bersama Aina dan Abidzar berkunjung ke rumah Adel. Di sana, nantinya akan ada Dani dan Zema juga. Sengaja kami berkumpul untuk membahas perihal pernikahan kedua Mas Gani yang belum diketahui Mbak Feli."Memang seharusnya diberitahukan sejak awal. Mas-nya aja yang ngotot ingin menyembunyikan semuanya dari Mbak Feli!" kata Adel menyalahkanku. "Alih-alih mau melindungi perasaannya, kita itu malah semakin menyakiti dia!"Meski Adel bicara dengan gaya khasnya yang frontal, aku terima. Aku memng salah karena telah membiarkan masalah ini terus berlarut-larut. Walau awalnya hnya niat baik, ternyata pilihanku untuk merahasiakannya dari Mbak Feli adalah keputusan yang salah."Aku sendiri ngerasain, Mas. Waktu keluarganya Niko ada di acara pernikahannya dengan Findri, itu rasanya sakit sekali! Mereka yang kuanggap berpihak padaku, malah mendukung pernikahan itu. Jangan sampai nih, ya, Mbak Feli justru tahu lebih dulu dari orang lain." tambahnya lagi."Iya, Mas menyesal ...,
"Mas sendiri yang bermain api, kenapa harus menyalahkan kami?" protes Dani yang gemas. Dia mau buka suara juga ternyata."Istri baru Mas sedang hamil sekarang. Kalau Mbak Feli menarik semua asetnya bagaimana? Kalian mau bertanggung jawab?" katanya tanpa rasa malu. Sudah tahu bergantung sama Mbak Feli, kenapa malah banyak tingkah?"Mas nggak malu, menafkahi dia dengan uang hasil dari usaha milik Mbak Feli? Aku saja dengarnya malu, Mas!" kataku mengingatkan."Mas kerja di sana, Ndra. Selama ini Mas yang jatuh bangun mengurus pabrik. Jadi memang sudah semestinya Mas berhak mendapatkan bagian. Orang lain saja kerja dibayar! Kalau begini, Mas bisa nggak dapat apa-apa!"Aku semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Mas Gani yang terbilang kuno. Pikiranku berkecamuk.Gemas rasanya punya kakak seperti Mas Gani."Bahkan, uang hasil jual kontrakan, Mas serahkan sama Feli supaya dia nggak curiga. Kenapa kamu sama yang lain malah menusuk Mas dari belakang? Kalian sengaja, lihat saudara kalian