“Tidak Rendi, Mamahmu tidak perlu tahu. Jika tahu pun, Ena tidak akan membatalkan pernikahan, karena Ena lebih memikirkan perasaan Dania di banding egonya, lagi pula tidak penting bagi Ena, Yudistira anak siapa. Baginya yang terpenting, kebahagian Dania anaknya yang menghilang dan kini ditemukan,” jelas Haris.Rendi semakin kecewa. Papahnya seakan-akan melindungi Yudistira. Rendi semakin membenci Yudistira, walaupun ia tahu, bahwa Yudistira adalah kakaknya. Hal itu tidak menyurutkan kebenciannya pada Yudistira. Apalagi sekarang Yudistira akan menjadi anggota keluarga Ena Adi Wijaya, itu akan membuat posisinya, semakin kuat di PT. Agratama Corp.Dengan geram, Rendi pergi meninggalkan Haris. Dengan menyetir mobil ia terus memikirkan pernikahan Yudistira. Tiba-tiba ingatanya tertuju pada Keysha. Rendi penasaran, dimana sekarang Keysha berada, nomor ponselnya sudah tidak dapat di hubungi lagi, ini sudah hampir 5 bulan Rendi tidak bertemu dan berbicara dengan Keysha. Wajah cantik Keysha se
Hari yang selalu ditunggu Dania akhirnya tiba. Hari ini adalah pernikahannya dengan Yudistira, lelaki yang diimpikannya sejak kecil, sahabatnya dan juga cintanya. Dengan senyum semringah Dania duduk di depan cermin, 2 orang perias di sampingnya siap untuk mengubah Dania menjadi ratu sehari. Wajah nan ayu itu mulai dirias, dengan sentuhan make yang natural tapi elegan. Dania semakin cantik, kedua manik berwarna cokelat menambah kecantikannya, dengan bulu lentiknya. Tatanan rambut yang di sanggul modern, kebaya putih dengan kain brokat, serta belahan dada rendah, memperlihatkan bahu Dania yang kulit kuning langsat bersih tanpa cacat. Bawahan kain batik yang melekat di tubuh Dania. Terlihat begitu mewahnya kebaya pengantin yang kenakan Dania. Berkali-kali Dania memantaskan diri di depan cermin. Hingga Dania di kejutkan oleh kehadiran Ena.“Dania, kamu sangat cantik, sayang sekali, baru saja Mamah menumpahkan kasih sayang, kini kamu akan menikah,” ucap Ena, dengan raut muka sedih, dan ma
Sha!” teriak Yudistira di tengah-tengah tidurnya, hingga ia terbangun.Terlihat Dania yang tidur di sebelahnya, membuka matanya. Hatinya terasa di tusuk ribuan pisau, setiap kali suaminya menyebut nama Keysha, di tengah–tengah tidurnya. Dan setelah itu Yudistira akan bangkit dari tidurnya, menuju ballkon kamar, lalu akan menyalakan rokok dan menghisapnya. Seakan–akan ia ingin lari dari dunianya sekarang.Dania, hanya diam, berpura-pura tidur, tapi dalam hatinya ia ingin menjerit. Hampir 5 tahun sudah pernikahannya dengan Yudistira tapi sampai detik ini, Yudistira masih belum menyerahkan hati sepenuhnya untuk Dania. Yang dilakukan Yudistira, hanyalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang suami. Tanpa cinta, ternyata sebuah pernikahan terasa hampa.Dania bangun dari tidurnya, membersihkan diri dan kemudian turun menuju ruang makan, terlihat mamanya dan adiknya Nana telah menunggunya untuk sarapan bersama.“Pagi Ma, Nana,” sapa Dania, dengan melempar senyum.“Pagi sayang,
Pagi hari yang cerah, tapi tidak secerah wajah Dania. Hari ini Dania kembali lagi untuk menjalani serangkaian test di rumah sakit. Hatinya merasa was-was. Ia takut tidak bisa memberikan keturunan pada pria yang sangat dicintainya itu. Berkali-kali Yudistira berusaha membuatnya tenang, tapi semuanya itu sia-sia, sejak semalam Dania terus saja menangis. Walapun ia seorang psikolog, tapi hatinya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran tentang keadaan rahimnya.Pagi jam 10, Dania di dampingi Yudistira sudah berada di rumah sakit, Hospital Healty. Dania pun sudah diintruksikan untuk menjalani serangkaian test. Dan Yudistira dengan setia menunggu. Hampir satu jam Dania di dalam bersama dokter. Tidak lama kemudian Dania keluar, bulir bening mengalir di pipinya. Dengan segera Yudistira menghampirinya.“Dania, ada apa?” tanya Yudistira begitu cemas, melihat Dania menangis.“Mas, rahimku harus diangkat,” ucap Dania lirih, hampir tak terdengar.“Apa? separah itukah?”Dania mengangguk dan menangi
“Siang, Dania,” ucap Andra, seraya tersenyum dan melangkah menghampiri Dania, yang siang itu bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit.“Selamat siang Dokter Andra,” balas Dania dengan membalas senyuman Andra.“Aku dengar dari Dokter Ida, siang ini kamu di izinkan pulang. Jadi sebagai direktur utama Hospital Healty, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pada kami. Dan semoga sehat selalu,” ucap Andra, sambil menyerahkan satu buket bunga mawar warna merah muda kepada Dania.Dania mengulas senyum dan meraih bunga mawar dari tangan Andra, kemudian bunga mawar diciumnya.“Terima kasih, Dokter Andra,” ucap Dania pelan, air matapun menggenang di pelupuk matanya.“Hai, kenapa nangis. Dania, aku mau sharing denganmu, maukah kamu mendengar sebentar,” pinta Andra, dengan tatapan penuh harap pada Dania.“Baik Dokter, silakan,” balas Dania, sembari mempersilahkan Andra untuk duduk di sofa, dan kemudian Dania pun menyusul duduk di sofa.“Dania, sebenarnya aku juga mengala
Yudistira menuju Bandara Sutta dengan menaiki taxi, sebuah travel bag ditariknya, memasuki boording room, menaruh travel bag di kompartemen. Dan setelah itu, Yudistira mencari tempat duduk sesuai tiket. Tak lama kemudian pesawat take off. Sekitar 45 menit, pesawat akhirnya mendarat di bandara Ahmad Yani, Semarang – Jakarta.Yudistira berjalan cepat menuju keluar bandara Ahmad Yani. Mobil taxi yang sudah dipesannya, sudah menunggu di depan bandara. Dengan cepat ia menghempaskan pantatanya di jok belakang taxi, kemudian menunjukan alamat tujuan di layar ponsel. Dengan cepat taxi melaju ke lokasi yang dituju. Sekitar 40 menit Yudistira sudah sampai di lokasi.“Pak, bisakah tunggu sekitar dua jam, setelah acara ini selesai, antar saya ke pelabuhan Tanjung Emas,” pinta Yudistira pada sopir taxi.“Baik Pak, saya akan tunggu.” jawab sopir taxi.Sebelum keluar taxi, Yudistira merapikan kemeja dan memakai jas, Lalu menyisir rapi rambutnya, setelah itu keluar dari pintu taxi. Beberapa orang m
Keysha langsung menelepon Ika, setelah membaca isi chat dari Ika. Sambil berjalan keluar menuju hotel, wajahnya nampak cemas, beberapa karyawan hotel yang menyapa di abaikannya.“Halo Ika, sekarang dimana Ara?” tanya Keysha, jalannya semakin dipercepat menuju motor maticnya.“Bu Keysha, Ara di rumah sakit kota, dekat alun-alun,” jawab Ika, dengan gugup.“Aku, segera ke sana.”Keysha, menaiki maticnya dengan kecepatan tinggi, rasa kekhawatirannya pada Tiara, membuatnya ingin cepat sampai di rumah sakit. Beberapa menit kemudian, sampailah Keysha di rumah sakit kota, dan langsung bertanya ke resepsionis rumah sakit. Setelah mengetahui kamar perawatan Tiara, dilangkahkan kakinya cepat menuju kamar perawatan. Terlihat Ika sedang duduk di kursi depan kamar.“Ika, bagaimana keadaan Ara?”“Sudah membaik, tapi belum sadar. Di dalam ada Dokter,” jawab Ika.Tanpa menjawab, Keysha langsung masuk ke dalam kamar, dilihatnya Tiara, putri kecilnya terbaring lemah, di tempat tidur, segera Keysha men
Yudistira melajukan jeep dengan kecepatan sedang, di sebelahnya Keysha duduk dengan wajah menatap jendela mobil.“Dimana lokasi pembangunannya?” tanya Yudistira.“Di Pulau Menjangan, kamu akan sulit menuju ke sana. Kenapa tadi meminta menyetir sendiri,” balas Keysha kesal.“Baiklah kalau begitu kita tidak ke lokasi pembangunan,” gerutu Yudistira. Dengan menambah kecepatan, ia menuju Pantai Ujung Gelam. Dalam hitungan menit Yudistira sampai di pantai yang ia kunjungi pagi tadi.“Turun, aku mau bicara dengamu,” ucap Yudistira ketos pada Keysha.Dengan berat hati, Keysha turun. Kini ia harus siap dengan berbagai pertanyaan dari mantan suaminya itu. Yudistira berjalan ke arah pantai, dan berhenti di bawah pohon, tempat yang nyaman untuk berbicara, Keysha berdiri di samping Yudistira, menatap deburan-deburan ombak yang menghantam pantai.“Kenapa kamu pergi Sha, tanpa berbicara padaku?” tanya Yudistira dengan nada kesal.“Mas Yudis, sudah membaca suratku ‘kan, itu alasannya.”“Jangan bohon