PERNIKAHAN - Gila-gilaan Bram terharu sekaligus bahagia. Sebelumnya ia berharap, setelah bulan madu kali ini, bulan depan Puspa kembali hamil. Karena setelah stop memakai kontrasepsi, baru kali ini Bram punya kesempatan mengajak istrinya staycation. Tapi ternyata dia mendapatkan kejutan lebih cepat dari perkiraannya. Sebagai hadiah pernikahan yang sangat istimewa."Sayang, kapan kamu tahu kalau sedang hamil?""Setelah stop nggak ke bidan untuk suntik kontrasepsi, aku mulai merhatiin siklus haidku. Di tanggal yang seharusnya menstruasi, ternyata aku tidak mendapatkannya. Tiap jam delapan pagi, aku ngantuk berat persis seperti kehamilan kedua. "Tapi kubiarkan saja sampai lewat seminggu. Habis itu aku langsung periksa ke dokter pas Mas pergi sehari ke Surabaya. Ternyata hasilnya positif dan janinnya sehat." Binar mata Puspa terlihat sangat bahagia ketika bercerita."Kenapa tidak langsung memberitahu mas?" "Karena aku ingat kalau hari ini anniversary pertama kita. Jadi ingin kujadika
Bram yang biasa langsung tertidur beberapa saat setelah pillow talk dengan sang istri, kali ini masih terjaga. Sebentar lagi dia akan menjadi ayah tiga anak. Mungkin juga beberapa tahun ke depan, menjadi ayah dari empat atau lima anak. Membayangkan itu dia sudah sangat bahagia. Rumahnya pasti ramai. Tapi saat itu Vanya sudah kuliah dan Sony sekolah menengah. Dia masih punya 'mainan baru' yang menghidupkan suasana di rumah disaat anak-anak yang sudah besar sibuk belajar. "Kamu nggak nikah lagi aja to, Le?" tanya seorang kerabat disaat Bram masih sendiri setelah tiga tahun Sandra meninggal."Belum, Bulek.""Saya belum kepikiran untuk menikah dalam waktu dekat ini.""Saya masih fokus ke anak-anak."Begitu jawaban Bram tiap kali ada yang bertanya. Sudah pasti mereka pada heran. Itu hal yang wajar, karena sebagai seorang laki-laki normal pasti butuh pendamping. Apalagi dia pria yang paket lengkap. Tidak hanya tampan dan kaya, tapi shaleh.Namun apa mereka tahu, kalau orang berpengalaman
"Sampai kapan kita begini, In?""Sampai kita merasa harus kembali atau lebih baik berpisah, Mas.""Kamu belum bisa memaafkanku?""Sudah kumaafkan.""Lalu tunggu apa lagi?""Kita cari waktu untuk fokus bicara berdua saja. Kasihan kalau Naina sampai mendengarnya."Akhirnya tidak ada kesepakatan lagi. Mereka pulang ke rumah yang berbeda. Indah juga mempertimbangkan tawaran pekerjaan dari seorang rekannya. Ini yang membuat Irwan galau. Naina pun sudah mulai terbiasa dengan keadaan sekarang ini. Dia enjoy dan bahagia. Apalagi di desa sana, memiliki banyak teman yang sebaya. Kalau tinggal di perumahan, Naina tidak mempunyai teman. Berkumpul dengan teman-temannya pas sekolah atau mengaji di TPQ."Kalau istrimu nggak juga mau berdamai, untuk apa kamu bertahan. Jika ingin pisah, ya kabulkan saja. Ribet." Papanya marah tadi sore.Tapi sang mama yang selalu memberinya semangat dan masukkan untuk terus bertahan."Jangan dengerin papamu. Kamu sadar kan kalau kamu yang salah. Kamu itu egois. Dengan
PERNIKAHAN- Menjemput Asa Kembali ke meja makan, tidak ada yang bertanya pada Bram. Bagi mereka, urusan dengan Dahlan pasti masalah pekerjaan.Ngobrol dilanjutkan tentang calon anggota keluarga baru. Sony sudah tidak sabar untuk menunggu adiknya lahir. Anak itu memang suka sekali adik bayi. Kalau bermain ke rumah teman-temannya, tak segan dia mengajak bermain atau menggendong adik dari temannya."Untuk sementara, Puspa nggak usah ngelakuin pekerjaan apapun. Banyakin istirahat sampai trimester pertama terlewati. Ingat pengalaman kemarin. Jangan sampai terjadi sesuatu lagi." Bu Dewi menasehati."Ya, Ma."Selesai makan, anak-anak langsung ke ruang depan karena sebentar lagi guru les mereka datang. Bu Dewi kembali ke rumah. Puspa duduk di ruang santai sambil membuka laptop. Mencari artikel parenting, new mom, dan berbagai artikel tentang kehamilan. Sementara Bram pamitan untuk keluar sebentar. Dia menemui sang mama di rumahnya."Ada apa?" Bu Dewi menghampiri Bram yang duduk di joglo.
Bu Harso sudah bisa duduk dan bertegur sapa sejenak dengan Bu Dewi. "Terima kasih sudah sudi datang, Bu.""Semoga Bu Harso lekas sembuh.""Mama sebenarnya hanya demam biasa, Tante. Tapi kepikiran banget sama Vanya dan Sony, jadinya malah ngedrop."Bram terusik dengan ucapan mantan adik iparnya. Seolah mengatakan karena kangen pada dua cucunya membuat sakit Bu Harso makin parah. "Bu Harso, nggak usah terlalu mikirin anak-anak. Mereka kan tinggal sama papanya. Vanya dan Sony baik-baik saja. Nggak kurang satu apapun. Mereka sehat. Puspa sangat perhatian dan sayang terhadap anak-anak. Jadi, Bu Harso nggak usah khawatir." Bu Dewi menjawab seraya memandang Bu Harso. Ucapannya pelan, tapi cukup mengena. Membalas ucapan Santi yang sok tahu tentang keadaan Vanya dan Sony."Bener, Nek. Bunda baik kok. Sebentar lagi Sony dan Kak Vanya mau punya adik." Sony menyambung perkataan sang nenek dengan netra berbinar-binar. Padahal apa yang dikatakannya cukup melukai perasaan nenek dan tantenya.Santi
Pertanyaan-pertanyaan Naina yang sulit dijawab oleh Indah. "Nduk, cobalah sholat istikharah. Mau sampai kapan kamu dan Irwan begini. Ayah nggak keberatan jika kamu ingin kembali.""Ayah, nggak sakit hati dengan ucapan Mas Irwan. Itu tuduhan, Yah. Bukan sekedar ucapan biasa.""Ayah ngerti. Irwan sudah meminta maaf dan berjanji akan berubah.""Dan Ayah sudah memaafkan?""Sesakit apapun, ayah bisa berdamai dengan Dikri yang sudah menodai adikmu. Sedangkan kesalahan Irwan hanya karena ucapan. Ayah nggak boleh egois mementingkan rasa sakit dalam hati sendiri. Sementara ada anak yang masih membutuhkan kasih sayang papanya."Kamu, terutama Naina, masih memiliki perjalanan yang panjang. Sedangkan ayah, hanya menikmati sisa usia. Ayah nggak ingin Naina yang nggak tahu apa-apa, menjadi korban perceraian kalian. Ayah sudah nggak ada, tapi Naina bisa saja akan membawa trauma perceraian kedua orang tuanya seumur hidup. "Selagi Irwan mau berubah. Nggak ada salahnya kamu kasih kesempatan, In. Kali
PERNIKAHAN- Menunggu Kabar"Kenapa? Apa terlalu cepat?" Irwan menenung Indah yang masih terdiam.Sebenarnya tidak terlalu cepat. Wajar dua bulan tidak ada physical touch, bagi pria yang sudah menikah pasti bukan hal mudah. Apalagi mereka sebenarnya sering sekali bertemu. Indah sendiri juga mengakui, kalau merindukan momen itu. Di mana selama menikah mereka tidak pernah melewatkan waktu bersama meski siangnya ada perdebatan karena sesuatu hal."In, aku tahu ini mungkin terdengar egois, tapi aku benar-benar ingin menghabiskan waktu bersamamu malam ini. Aku merindukanmu. Dua bulan ini rasanya seperti bertahun-tahun." Irwan menatap Indah dengan penuh harap, seperti seseorang yang kembali menemukan rumah setelah tersesat terlalu lama. Ia mengulurkan tangannya di atas meja, berharap Indah akan menyambutnya. Setelah beberapa detik dalam keraguan, Indah akhirnya meletakkan tangannya di atas tangan sang suami. Irwan langsung menggenggamnya. Sentuhan itu terasa begitu hangat.Sambutan tangan
Vanya dan Sony bergegas menaiki tangga. Sedangkan Bram melepaskan jaket lantas mencium kening istrinya. "Kamu tidak capek. Kenapa belum tidur?""Sengaja aku nunggu Mas dan anak-anak. Mama, mana?""Mama langsung aku antar ke rumah." Bram menurunkan sang mama di halaman rumahnya sendiri. Karena Mak Siti sudah menunggunya di teras depan.Bram merangkul sang istri untuk diajak naik ke kamar mereka. Puspa menyiapkan kaus dan celana pendek saat Bram membersihkan diri di kamar mandi."Bagaimana keadaan Bu Harso, Mas?" tanya Puspa setelah mereka berbaring di ranjang."Sudah mendingan.""Kapan boleh pulang?""Mas tidak tanya tadi.""Beliau sakit apa?""Karena faktor usia, Sayang. Beliau sudah sepuh. Untuk urusan mereka, tidak perlu kamu pikirkan. Mas tidak ingin terjadi apa-apa lagi sama kamu dan anak kita." Bram mengusap perut Puspa yang masih rata. "Kamu harus sehat, anak kita pun lahir dengan selamat," lanjutnya.Puspa mengangguk haru. Tiap hamil perasaannya memang sensitif begini. Selegowo
"Bagaimana, May?" teriak Dikri. Tidak sabar menyambut Maya yang keluar dari kamar mandi malam itu."Bentar!"Dikri mondar-mandir menunggu. Dia berharap ada kabar bahagia malam ini. Sudah membayangkan memiliki anak perempuan yang cantik. Biar terobati rindunya pada Denik.Maya keluar dari kamar mandi."Bagaimana?" "Aku hamil," ucap Maya dengan suara bergetar dan netra berkaca-kaca. Menunjukkan testpack dengan garis dua di tangannya.Mata Dikri membelalak dan langsung memeluk Maya dengan erat, hampir tak percaya dengan kabar bahagia itu meski harapannya begitu besar. "Alhamdulillah."Akhirnya setelah dua bulan menikah, Maya baru hamil. Biar menepis dugaan sebagian orang kalau mereka menikah diam-diam karena Maya hamil duluan.Tidak adanya resepsi dan nikah dadakan membuat beberapa orang berprasangka buruk. Apalagi Maya seorang janda."Besok kita cek ke dokter, Mas. Baru ngasih tahu orang tua kita.""Iya." Dikri masih speechless. Tak henti ia mengucap syukur. Masih diberikan kesempatan
"Sampai sekarang Rayyan belum tahu kalau akulah yang menghancurkan harapannya. Semoga sampai kapanpun dia nggak akan pernah tahu, Ma.""Baiklah kalau gitu. Kita nggak usah ngadain resepsi saja." Bu Ira mengelus punggung putranya sambil tersenyum. Dalam hati berdoa semoga semuanya akan baik-baik saja. Dikri dan Maya bahagia.***L***Dua bulan sudah Dikri dan Maya menjadi pasangan suami istri. Mereka tinggal di rumah orang tua Maya karena Bu Anang di Surabaya menunggui Mika yang hendak bersalin. Tiap akhir pekan mereka menginap di rumah orang tua Dikri atau berkunjung ke Surabaya.Maya membuka jendela dapur saat matahari pagi sudah menerobos masuk. Tiap selesai salat subuh, ia akan sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Selalu memastikan pagi mereka dimulai dengan sarapan bersama sebelum berangkat kerja. Meski sama-sama sibuk. Salah satu kebiasaan mereka adalah mengatur makan siang bersama setidaknya dua kali seminggu. Kalau Dikri ada acara di luar kantor, ia akan menjemput Maya untu
PERNIKAHAN - Bidadari Kecil "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Di depan pintu ada Rayyan bersama Najiya yang tengah hamil besar."Hai, Ray. Ayo, masuk!" Dikri bangkit dan menyambut tamunya. Mereka jarang sekali bertemu dan berkomunikasi lewat telepon. Rayyan pasti lebih sibuk setelah menikah.Maya memperhatikan pasangan itu. Dia belum pernah melihatnya. Karena hampir kenal semua teman-teman Dikri."Nikah nggak ngabarin sih, Mas," protes Rayyan sambil bersalaman. Kemudian ia dan Najiya menyalami Maya, Pak Maksum, dan Bu Ira. Dikri mengenalkan Maya pada Rayyan dan Najiya."Mari silakan duduk," ujar Bu Ira."Maaf, rencananya kan mau tunangan dulu. Tapi kami langsung nikah siri atas saran keluarga. Baru nanti mendaftarkan pernikahan ke KUA. Kapan kalian datang?""Tadi pagi. Dan kami dikasih tahu sama Budhe. Alhamdulilah, saat berulang kali kutanyai Mas Dikri bilang nggak punya pacar. Eh tiba-tiba saja nikah. Rupanya main rahasia selama ini."Dikri tertawa. "Tanyakan ke Budhe, giman
"Apa dulu itu, kamu menyukai gadis lain, Dik? Makanya dengan berbagai alasan kamu menunda pernikahan kita?" Namun pertanyaan itu hanya terucap dalam dada. Dia tidak akan menanyakannya dan tidak usah tahu. Yang penting mereka sekarang berkomitmen untuk melangkah beriringan membina masa depan. Lupakan masa lalu. Sepahit apapun itu. Dirinya sudah menerima Dikri dan menerima seluruh kisahnya."Kita akan saling mencintai sampai kapanpun, May." Dikri mengecup puncak kepala istrinya. Ia menyadari betapa beruntungnya memiliki Maya. Dikri berjanji dalam hati untuk selalu menjaga Maya, melindunginya, dan menjadi suami yang setia.Maya mengeratkan pelukan. Keduanya terhanyut dalam perasaan dan tuntutan kebutuhan ragawi. Ternyata Maya sudah mengenakan gaun istimewa untuk suaminya. Membuat mereka tidak sabar untuk segera tenggelam menikmati malam pernikahan.Sarangan menjadi saksi keduanya untuk menyempurnakan hubungan. Maya tidak pernah tahu, bahwa dia bukan yang pertama bagi Dikri. "Dik, kita
"Setelah ini kamu dan Dikri harus mulai membahas mau tinggal di mana, May. Sebab Dikri pun sekarang menjadi anak tunggal. Jangan sampai hal begini akan jadi masalah. Kalau Mas, maunya kamu nemenin Mama," kata Bayu."Mas Bayu, nggak usah khawatir deh. Mama akan ikut aku ke Surabaya. Nungguin aku lahiran. Jangan khawatir, ada ART di rumah jadi Mama hanya duduk mengawasi saja saat kami tinggal kerja. Iya kan, Ma?" Si bungsu merangkul bahu mamanya.Sejak menikah, Mika memang mau mengajak mamanya tinggal bersama. Tapi Bu Anang menolak dengan alasan, kasihan Maya sendirian."Sekarang Mbak Maya kan sudah menikah, Ma. Ada suami yang jagain. Jadi Mama nggak perlu khawatir lagi."Bu Anang memandang Maya. Anak yang paling dekat dengannya. Dibanding dengan kedua saudaranya. Maya yang mungkin bisa dibilang kurang beruntung. Itu pun karena ada andil orang tua yang memaksakan kehendak."Nggak apa-apa Mama ikut ke Surabaya. Kalau pengen pulang ke Nganjuk kan bisa kami jemput. Pengen ke Surabaya bisa
PERNIKAHAN- Semalam di Telaga Sarangan "Mbak, dulu dia mengulur-ulur waktu nikahin aku. Sekarang dia maunya buru-buru. Kami nikah secepat kilat kayak habis di gropyok hansip saja.""Sssttt, jangan ngomong begitu. Memang takdir jodoh kalian baru sekarang," jawab sang kakak ipar seraya mengaplikasikan bedak di wajah Maya. "Apapun yang pernah terjadi, Mbak salut kalian bisa kembali bersama. Ini jodoh yang sempat belok arah namanya." Nafa, istrinya Bayu terkekeh. "Mbak aja kaget waktu dikabari mama.""Aku sendiri rasanya nggak percaya. Padahal aku sudah mengubur dalam-dalam harapan itu.""Kalian ini jodoh yang tertunda. Mbak doain kalian bahagia. Jangan tunda, segeralah punya momongan. Usiamu sudah tiga puluh tiga tahun, kan?"Maya mengangguk. Make up sudah selesai. Maya membuka lemarinya dan mengambil kebaya warna putih tulang. Itu baju yang ia pakai di hari pernikahan adik perempuannya. Mika. Baru setahun yang lalu, pasti masih muat. Modelnya simple, masih mewah kebaya pengantin saat
"Sudah kubilang kalau itu bukan masalah bagiku. Kamu nggak harus berkata panjang lebar, May. Cukup bilang, ya atau tidak. Aku sudah mengerti." Dikri memandang Maya. Sedangkan Maya memandang gerimis di hadapannya. Pemandangan sore ini begitu indah. Wanita itu menoleh pada lelaki di sebelahnya. "Ya," ucapnya pasti.Senyum Dikri merekah,terlihat sangat lega. Kali ini sesuai seperti apa yang ia harapkan. "Aku akan membicarakannya dengan papa dan mama. Sudah pasti dalam waktu dekat ini, aku akan datang untuk melamarmu.""Aku ingin acara yang sederhana saja.""Aku setuju. Bagaimana kalau hari Minggu ini kami ke rumahmu.""Minggu ini?" Maya kaget. Dia pikir tidak akan secepat ini meski pun sudah mengiyakan."Iya.""Dik, aku belum ngabarin Mas Bayu. Belum tentu kalau dadakan gini dia bisa pulang. Dia yang sekarang menjadi waliku setelah papa tiada.""Ya, aku ngerti. Kalau gitu, kutunggu kabar darimu. Tapi nanti aku ingin ketemu mamamu sebentar saja.""Oke." Keduanya saling pandang. Kemudian
"Kita bisa berjuang bersama-sama, May. Jangan lagi menyesali masa lalu. Kita buka lembaran baru.""Dik, kasih aku waktu untuk bicara dengan mamaku.""Apa aku perlu bicara langsung dengan beliau sekarang.""Jangan. Biar aku saja. Besok sepulang kerja kita bisa ketemuan. Aku sudah merasa lebih baik, jadi besok bisa masuk kerja."Dikri mengangguk. "Baiklah. Kalau gitu, aku pamit pulang. Aku mau pamitan sama mamamu." Dikri memandang pintu tengah yang menghubungkan dengan ruang belakang."Bentar." Maya bangkit dari duduknya dan mencari mamanya di belakang.Bu Anang muncul seraya tersenyum. "Mau balik, Nak Dikri?""Ya, Bu. Terima kasih untuk makan malamnya. Saya ke sini malah ngerepotin.""Nggak ngerepotin. Hati-hati ya! Salam buat Pak Maksum dan Bu Ira.""Iya, Bu." Dikri mencium tangan Bu Anang, kemudian melangkah keluar di antar oleh Maya hingga ke teras. "Besok pagi kujemput. Kuantar ke tempat kerjamu. Biar sorenya kita bisa ketemuan.""Nggak usah. Aku bisa berangkat bareng temanku.""Ok
PERNIKAHAN - Mendadak NikahMaya spontan membeku dan bertambah pucat. Apa dia tidak salah dengar. Namun lelaki di hadapannya ini tampak sangat serius. Maya menghela nafas panjang untuk menghilangkan debaran dalam dada."Dik, kemarin dokter bilang aku hanya kecapekan, sekarang kamu ingin membuatku jantungan? Jangan bercanda, deh!""Aku nggak bercanda, May. Sumpah!"Suhu tubuh Maya yang mulai normal, kini rasanya kembali panas dingin. Sama sekali dia tidak kepikiran lagi bisa kembali bersama Dikri, meski hubungan mereka membaik belakangan ini."Aku serius, May."Maya serasa menggigil. Dia memang mencintai Dikri, tapi sejak putusnya pertunangan mereka dan Maya menikah dengan laki-laki lain, ia berusaha melupakan perasaan itu. Mengubur harapannya. Ada hal-hal yang tidak dipahami oleh Maya tentang Dikri. Di mana lelaki itu tidak begitu peduli dengan hubungan mereka disaat masih terikat pertunangan. Maya pun sebenarnya merasakan hal itu, meski tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengun