Alana merintih kesakitan, lalu dia berusaha bangun dari posisinya. Shaka yang melihat Alana terluka pun terkejut, dia tidak menyangka jika tindakannya membuat gadis tersebut terluka. Shaka buru-buru membungkuk, bermaksud untuk membantu Alana bangun. Tapi Alana langsung menepis tangan Shaka, dia tidak mau dibantu oleh lelaki yang telah menyakitinya."Jangan sentuh ...! Aku bisa berdiri sendiri," sentak Alana.Shaka mundur, dia hanya bisa melihat Alana berdiri, lalu langsung pergi meninggalkannya yang merasa bersalah karena membuat gadis itu terluka. Shaka tidak bermaksud membuat Alana terluka seperti itu. Dia hanya terbakar emosi yang entah datangnya dari mana.Netra Shaka memandang kosong punggung Alana yang semakin menjauh. Hatinya terasa ditusuk duri melihat gadis bertubuh ramping itu menjauh sembari memegang dahinya yang terluka. Seketika Shaka meraba dadanya, ada rasa nyeri di sana, dia merasa ada yang salah dengan dirinya sekarang.Sementara Alana langsung menuju kamar mandi dan
"Ada apa dengan dahimu?" tanya Afnan yang bersandar di mobilnya yang masih terparkir di depan cafe. Dia sengaja menunggu Alana keluar dari cafe untuk menanyakan luka pada dahi gadis itu.Afnan hanya ingin tahu sebab luka Alana, dan ingin tahu alasan adik sahabatnya itu tidak jujur pada sang kakak. Afnan pikir ada masalah yang sedang dihadapi Alana.Alana pun terkejut ketika mendengar suara Afnan, dia langsung menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah lelaki itu. Ditatapnya Afnan dengan pandangan penuh tanya."Kamu tidak berpikir kalau aku percaya dengan alasanmu tadi 'kan, Al?" tanya Afnan lagi sembari menatap Alana. "Aku juga sudah membantumu menutupinya dari Andra," lanjutnya.Pandangan mereka pun bertemu, beberapa detik mereka masih tetap saling berpandangan, hingga Alana mengalihkan pandangannya."A-apa maksudmu?" Alana tergagap, dia merasa seperti telah tertangkap basah sedang berbohong.Afnan menghela napas panjang, lalu menegakkan badannya dan mulai mendekat ke arah Alana.
"Aku antar pulang, Al," ucap Afnan.Alana menggeleng, "Tidak perlu, Kak. Aku bisa naik taxi," sahut Alana. Dia tidak mau merepotkan Afnan lagi. Alana sudah sangat berterima kasih karena Afnan mau membantunya."Ayolah, Al. Naiklah, aku akan mengantarmu sampai rumah."Alana terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran Afnan lagi. Sebenarnya dia bisa menghemat uang jika pulang bersama dengan Afnan. Tapi, Alana tidak enak hati terus merepotkan lelaki itu. Afnan sudah terlalu banyak membantunya selama ini."Apa lagi yang kamu pikirkan, Al? Naiklah. Mau sampai kapan kita berdiri di samping mobil terus menerus?" ucap Afnan lagi. Dia gemas sendiri melihat Alana masih terlihat bimbang dengan tawarannya."Baiklah, Kak," sahut Alana akhirnya menerima tawaran Afnan.Alana pun beranjak dari posisinya hendak masuk ke dalam mobil, tapi sebelum dia masuk sebuah tangan mencengkram lengannya hingga Alana menghentikan gerakannya memasuki mobil. Alana menoleh, melihat siapa yang menahan dirinya. Sedetik kem
"Bagaimana perkembangan rencana kita, Man?" tanya Shaka."Kamu tenang saja, sebentar lagi kita bisa benar-benar mendepak tua bangka itu," sahut Lukman pada sahabatnya itu.Shaka tersenyum, "Bagus, tidak sia-sia aku bersabar untuk menghancurkan lelaki itu. Sebentar lagi dia akan merasakan bagaimana pedihnya pembalasanku. Aku ingin Reno benar-benar hancur.""Kita akan segera melihatnya, Ka. Kamu pasti akan puas dengan hasil kerjaku. Kamu harus memberikan imbalan yang besar untukku," ujar Lukman membanggakan dirinya. Dia memang mendapat tugas dari Shaka untuk mengalihkan dokumen kepemilikan perusahaan Reno.Lukman bekerja sebagai sekretaris Shaka di perusahaan Reno demi memudahkan tugasnya. Tidak ada yang tahu jika sebenarnya Lukman adalah orang kepercayaan Shaka sekaligus sahabatnya."Tentu ... kamu pasti akan mendapatkan bagianmu," tutur Shaka sembari menepuk pundak sang sahabat. Lalu Shaka mengambil cangkir di atas meja. Dia pun menyesap cairan pekat tersebut secara perlahan.Senyum t
"Kamu belum bersiap, Al?" Alana seketika menoleh mendengar suara Andra, sang kakak. Alana menatap Andra dengan pandangan kosong. Kemudian Alana mengalihkan pandangannya menatap hamparan bunga yang ditanam oleh sang Ibu. Dia sedang duduk di gazebo taman ketika Andra mendatanginya. Bola mata Alana memancarkan ketidaksenangan dengan topik yang dibicarakan oleh sang kakak. Raut wajahnya pun bertambah murung.Alana Restu Rajendra, gadis yang berusia dua puluh enam tahun. Dia putri dari pasangan keluarga ternama di kotanya. Kehidupannya yang tenang, tiba-tiba terusik karena sang ayah memutuskan untuk menikahkan Alana dengan orang kepercayaannya di kantor yang bernama Arshaka Wijaya. Lelaki yatim piatu yang telah lama mengabdi di kantornya. Shaka adalah orang yang sangat Reno percayai dibanding dengan karyawan lainnya.Namun, Alana masih belum ingin menikah, dia masih ingin meneruskan pendidikannya di luar negeri setelah lulus. Dia ingin menjadi dokter spesialis anak yang hebat. Tapi harapa
"Baiklah, malam ini adalah malam yang sangat membahagiakan untukku, karena putri tercintaku akan bertunangan dengan lelaki yang sangat hebat. Sejak melihatnya, aku sudah kagum dengan kegigihannya dalam bekerja. Dia mengingatkanku pada masa mudaku dulu. Arshaka Wijaya, lelaki yang bisa membuatku mampu mempercayakan putriku satu-satunya kepadanya. Dia akan menjadi pendamping yang sangat sempurna untuk putriku," ucap Reno sembari menepuk pundak Arshaka dengan bangga.Riuh suara tepuk tangan dari para tamu mulai memenuhi seisi ruangan. Hanya Alana dan juga Andra yang tidak bertepuk tangan menanggapi ucapan Reno."Dia akan menjadi bagian dari keluarga Rajendra sebentar lagi. Dan setelah acara pertunangan malam ini, aku akan menikahkan mereka satu bulan lagi." Reno melanjutkan lagi ucapannya dan membuat seisi ruangan kembali bertepuk tangan.Sementara Alana merasa hatinya bagai tertusuk duri mendengar ucapan dari sang ayah. Bagaimana ayahnya bisa memutuskan hari pernikahan Alana tanpa berta
"Kamu mau kemana, Al?" tanya Reno sembari menyesap kopinya.Reno sedang menikmati kopi paginya, saat Alana berjalan melintas. Dia melihat sang putri sudah berdandan rapi di pagi ini. Tidak seperti biasanya, yang hanya memakai baju rumahan saat hari libur seperti hari ini."Aku sedang ada urusan sebentar, Yah. Ada apa?" sahut Alana berhenti sejenak untuk menjawab pertanyaan sang ayah.Sudah satu minggu berlalu semenjak acara pertunangan Alana digelar. Hari ini dia sudah bersiap untuk pergi."Ayah hanya ingin mengingatkanmu, sebentar lagi kamu akan menikah. Jadi batasi pergaulanmu, jangan sampai membuat Shaka kecewa padamu," ucap Reno dengan entengnya, sembari meletakkan cangkir kopi di atas meja.Alana merasa hatinya tertusuk mendengar ucapan sang ayah. Padahal Alana hanya ingin pergi sebentar untuk melihat pameran lukisan sang kakak. Dia juga tidak akan melakukan hal yang ditakutkan oleh sang ayah. Tapi kenapa Reno begitu tidak percaya pada putrinya sendiri? Alana hanya bisa terdiam m
"Om, kenapa buru-buru pergi? Devan 'kan belum berterima kasih dengan kakak cantik tadi," papar Devan. Bocah kecil itu merasa heran dengan sang om. Padahal Devan selalu diajarkan untuk bersikap baik pada orang yang telah menolongnya. Tapi, tadi Shaka malah langsung mengajaknya pergi tanpa mengucap terima kasih.Shaka menatap keponakannya itu sejenak, lalu dia kembali fokus pada jalanan. Shaka langsung membawa sang keponakan pergi dari taman yang mempertemukannya dengan Alana secara tidak disengaja. Shaka tidak mau terus di sana, apalagi harus bertegur sapa dengan gadis itu.Hati Shaka sedang kacau karena bertemu dengan Alana. Tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat, hingga buku jarinya memutih. Sorot mata Shaka pun menjadi tajam. Rahang Shaka mengetat. Amarah seolah telah menguasai hatinya."Om, kok diam saja? Om marah sama Devan?" tanya Devan ketika melihat Shaka hanya diam tanpa menanggapi pertanyaannya.Cengkraman tangan Shaka pada kemudi mengendur, dia menoleh ke arah sang kepona
"Bagaimana perkembangan rencana kita, Man?" tanya Shaka."Kamu tenang saja, sebentar lagi kita bisa benar-benar mendepak tua bangka itu," sahut Lukman pada sahabatnya itu.Shaka tersenyum, "Bagus, tidak sia-sia aku bersabar untuk menghancurkan lelaki itu. Sebentar lagi dia akan merasakan bagaimana pedihnya pembalasanku. Aku ingin Reno benar-benar hancur.""Kita akan segera melihatnya, Ka. Kamu pasti akan puas dengan hasil kerjaku. Kamu harus memberikan imbalan yang besar untukku," ujar Lukman membanggakan dirinya. Dia memang mendapat tugas dari Shaka untuk mengalihkan dokumen kepemilikan perusahaan Reno.Lukman bekerja sebagai sekretaris Shaka di perusahaan Reno demi memudahkan tugasnya. Tidak ada yang tahu jika sebenarnya Lukman adalah orang kepercayaan Shaka sekaligus sahabatnya."Tentu ... kamu pasti akan mendapatkan bagianmu," tutur Shaka sembari menepuk pundak sang sahabat. Lalu Shaka mengambil cangkir di atas meja. Dia pun menyesap cairan pekat tersebut secara perlahan.Senyum t
"Aku antar pulang, Al," ucap Afnan.Alana menggeleng, "Tidak perlu, Kak. Aku bisa naik taxi," sahut Alana. Dia tidak mau merepotkan Afnan lagi. Alana sudah sangat berterima kasih karena Afnan mau membantunya."Ayolah, Al. Naiklah, aku akan mengantarmu sampai rumah."Alana terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran Afnan lagi. Sebenarnya dia bisa menghemat uang jika pulang bersama dengan Afnan. Tapi, Alana tidak enak hati terus merepotkan lelaki itu. Afnan sudah terlalu banyak membantunya selama ini."Apa lagi yang kamu pikirkan, Al? Naiklah. Mau sampai kapan kita berdiri di samping mobil terus menerus?" ucap Afnan lagi. Dia gemas sendiri melihat Alana masih terlihat bimbang dengan tawarannya."Baiklah, Kak," sahut Alana akhirnya menerima tawaran Afnan.Alana pun beranjak dari posisinya hendak masuk ke dalam mobil, tapi sebelum dia masuk sebuah tangan mencengkram lengannya hingga Alana menghentikan gerakannya memasuki mobil. Alana menoleh, melihat siapa yang menahan dirinya. Sedetik kem
"Ada apa dengan dahimu?" tanya Afnan yang bersandar di mobilnya yang masih terparkir di depan cafe. Dia sengaja menunggu Alana keluar dari cafe untuk menanyakan luka pada dahi gadis itu.Afnan hanya ingin tahu sebab luka Alana, dan ingin tahu alasan adik sahabatnya itu tidak jujur pada sang kakak. Afnan pikir ada masalah yang sedang dihadapi Alana.Alana pun terkejut ketika mendengar suara Afnan, dia langsung menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah lelaki itu. Ditatapnya Afnan dengan pandangan penuh tanya."Kamu tidak berpikir kalau aku percaya dengan alasanmu tadi 'kan, Al?" tanya Afnan lagi sembari menatap Alana. "Aku juga sudah membantumu menutupinya dari Andra," lanjutnya.Pandangan mereka pun bertemu, beberapa detik mereka masih tetap saling berpandangan, hingga Alana mengalihkan pandangannya."A-apa maksudmu?" Alana tergagap, dia merasa seperti telah tertangkap basah sedang berbohong.Afnan menghela napas panjang, lalu menegakkan badannya dan mulai mendekat ke arah Alana.
Alana merintih kesakitan, lalu dia berusaha bangun dari posisinya. Shaka yang melihat Alana terluka pun terkejut, dia tidak menyangka jika tindakannya membuat gadis tersebut terluka. Shaka buru-buru membungkuk, bermaksud untuk membantu Alana bangun. Tapi Alana langsung menepis tangan Shaka, dia tidak mau dibantu oleh lelaki yang telah menyakitinya."Jangan sentuh ...! Aku bisa berdiri sendiri," sentak Alana.Shaka mundur, dia hanya bisa melihat Alana berdiri, lalu langsung pergi meninggalkannya yang merasa bersalah karena membuat gadis itu terluka. Shaka tidak bermaksud membuat Alana terluka seperti itu. Dia hanya terbakar emosi yang entah datangnya dari mana.Netra Shaka memandang kosong punggung Alana yang semakin menjauh. Hatinya terasa ditusuk duri melihat gadis bertubuh ramping itu menjauh sembari memegang dahinya yang terluka. Seketika Shaka meraba dadanya, ada rasa nyeri di sana, dia merasa ada yang salah dengan dirinya sekarang.Sementara Alana langsung menuju kamar mandi dan
Hawa dingin semakin menusuk tulang, Alana mengeratkan sweater yang dipakainya. Hujan masih turun dengan derasnya. Sejak beberapa hari yang lalu, hujan selalu turun di waktu malam. Membuat Alana kedinginan saat tidur di sofa.Hari ini, Alana sedikit merasa terhibur karena Shaka telah mengijinkannya kembali untuk melanjutkan pendidikannya, dengan syarat Alana sendiri yang mencari biaya untuk pendidikannya itu. Untunglah, Alana memiliki sedikit tabungan untuk sekedar membayar biaya pendidikannya untuk satu semester. Kini dia tinggal mencari pekerjaan agar bisa menabung untuk membayar semester berikutnya.Sebenarnya bisa saja dia meminta bantuan kepada Reno, tapi pantang buat Alana meminta uang pada ayahnya itu. Cukup kini dia berusaha sendiri, tanpa bantuan ayahnya itu. Alana juga tidak bisa meminta bantuan Andra, kakaknya itu sedang merintis kariernya. Tidak mungkin Alana menambah beban sang kakak.Alana kembali mengeratkan sweaternya ketika dingin kembali menyerangnya. Alana sedang dud
Alana menghela napas panjang, dia merasa sangat kesepian di rumah sendirian setelah Maya dan suaminya pergi. Tidak ada yang bisa Alana ajak bicara. Apalagi nanti jika Shaka sudah pulang dari bekerja, Alana hanya akan berdua saja dengan suaminya itu. Dia merasa tidak nyaman hanya berdua dengan Shaka."Apa yang harus aku lakukan ketika Shaka pulang nanti? Kami pasti akan canggung nantinya," gumam Alana. Dia sedang berada di sofa kamar, tempatnya biasa tertidur selama ini.Alana berbaring sembari menatap langit-langit kamar dengan padangan kosong, lalu dia mulai mengantuk karena hari sudah mulai malam. Tak berselang lama Alana memasuki alam mimpi. Alana telah tertidur.Di sisi lain Shaka tengah dalam perjalanan pulang, dia tidak mengira jika pekerjaannya membutuhkan waktu banyak. Dia harus sampai lembur hingga malam. Hujan turun ketika Shaka tengah dalam perjalanan pulang, membuatnya harus berhati-hati dalam mengemudi karena jarak pandang terlalu pendek.Shaka membutuhkan satu jam untuk
"Benar kamu akan pergi bekerja hari ini, Ka? Apa kondisimu sudah benar-benar membaik?" tanya Maya kepada sang adik yang sudah bersiap dengan pakaian kerjanya."Iya, Kak. Sudah seminggu aku tidak bekerja. Rasanya aku sudah tidak tahan lagi," jawab Shaka."Baiklah, tapi kamu jangan mengemudi sendiri, biar Alana yang mengantarmu," usul Maya."Tidak, biar aku berangkat sendiri, Kak," tolak Saka tegas. Dia tidak mau jika Alana mengantarnya ke kantor."Kamu itu kenapa sih, Ka? Kenapa kamu memperlakukan Alana dengan dingin? Ingat dia itu istrimu, kamu wajib membahagiakannya." Maya sudah tidak tahu lagi bagaimana menegur adik lelakinya itu."Aku tidak memperlakukannya dengan dingin, Kak. Aku memperlakukannya dengan semestinya," sahut Shaka dengan malas.Maya menghela napas panjang, dia bingung harus memberitahu bagaimana lagi kepada adiknya itu bahwa dia harus bersikap baik kepada Alana. Sudah berkali-kali Maya mengingatkan sang adik untuk memperlakukan Alana dengan baik tapi adiknya itu masi
Setelah tiga hari di rumah sakit, Shaka pun akhirnya telah pulang ke rumah. Tapi dia masih dalam masa pemulihan, hingga belum bisa kembali bekerja. Dia sudah menghubungi Reno meminta ijin pada mertuanya untuk tidak masuk ke kantor."Minum obatmu, Ka," ucap Maya sembari memberikan obat pada sang adik.Shaka langsung meminum obat yang diberikan Maya, dia ingin segera pulih dan kembali bekerja. Sejak dirinya diangkat menggantikan Reno, dia belum ke kantor sama sekali. Tapi semua yang terjadi juga salahnya sendiri karena terlalu terbawa emosi hingga tidak memikirkan kesehatannya. Kini dia menyesali perbuatannya kemarin."Baiklah, sekarang beristirahatlah," tukas Maya sembari mengambil piring bekas makan Shaka."Aku sudah cukup beristirahat, Kak. Rasanya aku ingin segera kembali bekerja, Kak.""Jangan coba-coba, kamu melanggar ucapanku, Ka. Pulihkanlah dulu kesehatanmu, baru kamu boleh bekerja kembali," tegur Maya pada adiknya yang keras kepala itu."Tapi aku sudah sehat, Kak," kilah Shak
"Pulanglah, Kak. Aku akan tetap di sini menemani suamiku," ucap Alana kepada sang kakak."Tapi, Al ....""Aku tidak apa-apa, Kak. Lain kali kita akan bertemu lagi. Aku akan segera menghubungimu begitu suamiku pulih nanti," tutur Alana memotong ucapan Andra. Dia tidak ingin sang kakak ikut repot, pasti kakaknya itu punya kesibukan yang lainnya. Alana tidak mau menahan Andra untuk menemaninya di sini.Andra tidak punya pilihan lain, selain memenuhi permintaan Alana, dia tidak mau membuat sang adik semakin kesusahan karena kehadirannya di sini. Biar adiknya itu bisa fokus mengurus sang suami."Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu, Al. Jaga dirimu baik-baik, hubungi aku jika kamu perlu sesuatu. Aku akan segera datang menemuimu," ucap Andra."Iya, Kak. Terima kasih banyak," ucap Alana.Andra pun pergi meninggalkan Alana. Sebenarnya dia merasa berat hati meninggalkan adiknya itu dalam kondisi yang tidak baik, tapi dia juga tidak bisa tinggal jika hanya menjadi beban untuk Alana.Alana pun m