BAB 20 “Nyaman, ‘kan?” Kak Daffa mengerling. Kalau bukan karena uang, aku balas kau di sini, Kak. Aku mengangguk kecil dan tersenyum manis lalu menyandarkan kepala pada dadanya. Berasa anak kecil yang sedang dininabobokan. Kak Daffa membawaku masuk kamar. Tentulah ini kamar dia. Aku menempelkan w
Aku ternganga saat semua kado sudah terbuka. Kalau diuangkan, nominal ini semua mungkin ratusan juta. Ck,ck,ck! Baru sehari nikah gue udah sekaya ini. Ya, ampun. Ini baru yang namanya “nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?” Aku tengok kanan-kiri. Mencari letak lemari? Tidak ada bentuk lemar
BAB 21 “Nah, dengerin! Jangan suka lihat orang sebelah mata! Siapa tahu di mata Tuhan dia lebih mulia. Harta yang kamu punya juga cuma ujian. Begitu kan maksudnya, Kak?” Aku bicara sambil menunjuk. Puas banget liat adik tiri diceramahi kakaknya. Fania melengos. “Dih, malah melengos. Gak sopan ba
Ada yang berbeda ketika aku bangun pagi ini. Saat alarm mulai terdengar, suara gerakan di dalam kamar ini pun turut mengisi telinga. Dalam gelapnya kamar, Kak Daffa baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya tanpa pakaian, hanya dililit handuk. Bau sabun menguar bersama langkahnya ke tengah kamar.
BAB 22 Kendaraan melaju santai membelah kota. Padatnya jalanan membuat laju mobil tersendat-sendat. Aku menatap kaca sambil sesekali meraba pipi. Bibir Kak Daffa terasa masih menempel di sisi kanan wajahku ini. Bekasnya berasa gak ilang-ilang. Keterlaluan tu orang, katanya gak bakal ngapa-ngapain.
Tiga kali lima puluh menit sudah terlewat. Ms Iren meninggalkan kelas. Kami berbenah. Ada yang langsung pergi, ada yang melihat isi HP terlebih dahulu. Yang kedua itu aku. Ada lima panggilan dan beberapa chat dari Kak Daffa. [Cium pipi doang gak berbekas kali, Sa.] [Masa suami gak boleh gitu doan
Pagi, ketika aku membuka mata. Lampu kamar sudah menyala. Aku mengernyit silau. Di depan netraku ini ada seperti bulu-bulu hitam. Baunya aneh. Aku menjauhkan muka demi melihat lebih jelas. Astaga! Bulu ketek. “Aaaaa! Kak Daffaaa!” “Hahaha gimana ketek gue, enak, gak?” Aku mengambil bantal memuk
“Betul kalian belum ngapa-ngapain?” Kak Mandala bertanya saat kami hendak masuk mobil. Kakakku itu sedang memakai sarung tangan dan helm untuk segera berangkat juga. “Udah.” Kak Daffa bicara santai. “Udah gelut terus tiap hari.” Kak Mandala naik motor. “Ya udah, gue duluan.” “Oke, Bro.” Motor it