POV FERI
“Ina bangun sayang.”bisikku mengenggam tangan Ina, istriku itu terbaring pucat tak sadarkan diri, aku terus saja merintikkan air mata karna tak sanggup menerima kenyataan ini.
“Anakku..’’teriak Ina yang tiba-tiba sadar dan menangis histeris reflek aku memeluk dan coba menenangkan.
‘’Tenang, sayang.”lirihku.
“Mas, bagaimana dengan anak kita?’’tangisnya, aku menghela nafas sesak dan coba menatap mata istriku itu dalam. Aku bingung bagaimana katakanya, harapan kami yang besar sebelumya harus pupus, tak tega hatiku melihat wajah Ina yang tampak menunggu jawaban dariku.
“Kamu…, yang sabar ya.”lirihku terbata dahi Ina berkerut dan reflek merintikkan air matanya yang menghujan.
“Gak… kamu bilang apa sih mas, tolong yang jelas. Janinku baik-baik saja kan hiks?”tangisnya menangis sesegukan, aku miris dan hanya bisa memeluk Ina erat. Janinn
Hari berlalu perlahan Ina sudah mulai membaik, dia sudah bisa melewati masa-masa kritisnya, namun sekaranng dia kembali murung dan menyendiri.“Ina,, masuk yuk, nanti kamu bisa masuk angin kalau duduk disini.’’ujarku menghampirinya yang duduk diatas ayunan dibalkon kamar kami ini.“Ina mau disini dulu mas,”lirihnya, aku mendekat dan merangkulnya.“Tapi ini sudah malam sayang?”ucapku lagi, dia tampak sedikit berdengus dan berkata.“Ya udah,”ujarnya, aku menuntunnya untuk masuk.“Kamu istirahat ya, Ina butuh apa? Biar mas ambilkan.”dia menggeleng perlahan dengan melihat wajahku dalam, aku mengelus pipinya hingga membelai rambutnya,“Taka pa sayang, kehilangan itu juga bagian dari hidup. Kamu gak boleh kayak gini, kita pasti bakal punya anak lagi nanti”ujarku, Rara mendegup dengan tatapan mata berkaca-kaca.“Apa kemungkinan yang lainnya mas tentang hidup,
POV ALDOPagi ini aku bersiap berangkat kantor dan harus menjalaani pekerjaanku secara professional aku sudah terlanjur bekerja sama dengan perusahaan Ina production. Benar kata papa perusahaan ini harus aku kembangkan dengan baik, walau awalnya aku mau menjalaninya tak lain hanya karna aku ingin masuk kedalam kehidupan mereka, tapi malah sekarang aku yang terasa terasuki akan mba Ina jadi akun harus perbaiku satu persatu msalahku. karna faktanya di marahin papa itu lebih serem dari apapun, di atas ranjangku aku terdiam sejenak melihat kalung mba Ina yang ketinggalan dalam saku jasku tersimpan dalam dompet mini setelan gaunnya waktu itu. Aku terfikir tentang cincin yang aku beri akankah dia masih memakainya, lalu kenapa dia melepas kalung ini, kalung yang katanya hadiah pernikahannya bersama Feri, aku berdiri hendak pergi sembari memasukkan kalung itu ke dalam saku jasku.Tuuuuut Tuuuut…Bunyi panggilan tersambung pada asistenku. Tak butuh waktu
“Ini apa sayang? Kenapa kamu masih memakai cincin ini?’ujarnya aku bungkam dan gemetar, perlahan aku elus leherku taka da kalung pemberian mas Feri dan sialnya aku lupa tarok dimana, malah cincin Aldo aku pakai. Tanpa menjawab sepatah katapun aku mengibas tanganku dan berlalu pergi,Aku tidak banyak bicara bicara setelah kejadian tadi, sepanjang jalan aku kalud entah bagaimana caranya agar tidak terbawa perasaan saat bersama Aldo,“Ina kamu kenapa?”Tanya mas Feri yang tengah fokus menyetiir mobil melaju hendak pulang. Aku menoleh dan sedikit menyunggingkan senyum pada mas Feri.“Ina rasanya gak enak badan aja mas.”ujarku lirih. Mas Feri mengelus pipiku sedikit dan berkata.“Ya udah kamu sabar ya, sebentar lagi akan kita istirahat.”ujarnya aku mengangguk dengan senyumSesampai dirumah, aku langsung merogoh semua tasku dan laci untuk mencari sesuatu aku coba ingat lagi waktu
“Katakan sayang? Apa kamu mencintainya?”Ina tampak tertunduk dengan meremas tanganku erat,, sedikit aku lirik jari manisnya yang tlah di hiasi cincin mahal berpermatakan berlian itu.“Aldo sudah melamarmu kah?”tanyaku, Ina mendegup dan coba menghela nafas untuk bicara.“Aku tidak yakin dengan perasaanku waktu itu, yang jelas, aku nyaman bersamanya, aku berharap itu tidak cinta.”ucapnya, aku menatap lekat wajahnya dengan seksama.“Benarkah hanya sebatas itu?”tanyaku, Inan menghapus air matanya dan mengangguk pasti. Nafasku tersengal dan coba teringat sesuatu yang mengganjal lagi di hatiku. Karna memaang Aku pernah melihat secara langsung bahwa Ina sangat nyaman di cumbui Aldo. Walau hatiku tersayat, aku kembali tegar dan bertanya.“Sudah berapa jauh, hubungan itu..”lirihku menatap matanya, mata Ina sayu tak sanggup untuk menatap mataku dia menggeleng pelan, namun aku mengar
Diatas mobil aku kacau dan pusing sekali entah apa yang membuat pikiranku jadi runyam begini ,ini benar-benar menyedihkan, apa aku akan hidup dalam rasa bersalah ini selaamanya, bagaimana caranya aku mengusir seluruh keresahan ini, aku bahkan tak punya tempat untuk berkeluh kesah sekarang, dan bahkan tidak bisa manangis dalam pelukan mas Feri atas kesalahanku ini.“sepertinya aku telah membayar kesalahanku sendiri untuk keputusanku di awal dulu,”bisikku menyibak belahan rambutku gundah sembari menyetir mobil menuju pulang, namun sebelum itu aku singgah dulu di mall untuk membeli beberapa kebutuhan sebelum pulang, aku sangat setres mungkin sedikit belanja bisa menghibur diriku,Aku masuk kedalam mall dan langsung mencari barang-barang yang aku butuhkan setelah semua selesai aku menjinjing barang belanjaan keluar, melangkah pasti namun aku terkejut di cegat oleh seseorang wanita paruh baya, yang tampak lusuh, wajahya pucat dan keriput, matanya
POV FERIEntah berapa lama aku tertidur diatas sofa ini, saat aku bangun, kudapati Ina sedang tertidur didadaku, sedikit aku elus pipinya dan beringsut duduk.“Sayang, ini sudah sore,kamu ikutan tidur juga disini. Gimana makananya”lirihku mengelus pipinya, Ina terbangun dan sedikit beriyak melihat wajahku dengan senyum.“Abis kamu tidurnya nyenyak banget sih mas, aku gak tega banguninya,”rengeknya dengan sedikit mannyun, aku menggeleng dengan mencubit pipinya,“Eh kok bisa gitu? Keburu dingin donk makanannya”geramku, Ina terkekeh,“Ya udah di panasin lagi ayok.”titahnya, menarik lenganku, aku mengikuti langkahnya kemeja makan. Dan menunggu Ina memanaskan sebentar makanannya, kami mulai menyantap hidangan itu dengan riang hati hingga, aku gagal fokus sama cincin di tangan Ina.“Kamu masih pake cincinya?”tanyaku, sejenak Ina diam dan melirik jemarinya. Ia menghela nafas berat da
POV INA.Sore hari saat dirumah sendirian, aku nanar sembari menggenggam sesuatu di tanganku entah sudah berapa lama aku pandangi cincin berlian pemberian Aldo ini, didalam kotak perhiasan yang aku simpan, akhiirnyaa aku putuskan untuk menghubunginya aku harus selesaikan ini semua, beban hatiiku sudah sangat berat, aku harus lepaskan satu persatu yang membeban di hatiku,Tuuuut tuuuuuut….Tak butuh waktu lama Aldo mengangkat dan reflek berkata.“Hallo Ina, aku tau kamu pasti akan menghubungiku lagi,”ujarnya aku menghela nafas dan berkata,“Kamu dimana aku mau berikan sesuatu”ucapku,“Ada sayang, aku dirumah. Apa perlu aku jemput?”tanyanya, aku mendegup.“Aku bisa sendiri.”lirihku“Baiklah, aku tunggu.’’Sesampai disana, aku melihat Aldo menungguku di gerbang rumahnya aku turun saat memarkirkan mobilku dia menyambut dan reflek memelukku s
Sesampai dirumah aku lega ternyata mas Feri belum sampai dirumah, bergegas aku merapikan diri dan menyiapkan makanan didapur. Tak butuh waktu lama mas Feri datang, aku sangat lega saat semuanya sudah selesai, bergegas aku sambut mas Feri yang tampak capek sekali pulang kerja,“Mas kok telat pulangnya?”ujarku dia tampak lesu berjalan kerumah hingga aku buntuti. Sesampai didalam dia menghenyak di atas sofa dengan sedikit menghela nafas,“Kamu capek banget ya, mau mandi dulu, atau makan dulu?”tanyaku sedikit mas Feri memijit batang hidungnya dan berkata.“Aku mau mandi, dan pengen langsung istirahat, bantu siapin air hangat,”ujarnya, aku mengangguk dan beranjak kekamar mandi.“Ini mas,udah.”teriakku dari kamar, mas Feri beranjak menaiki anak tangga selesai mandi dia langsung tidur, aku yang sudah cukup lama menunggu dia di meja makan itupun naik keatas untuk menemuinya, melihat suamiku itu merebah diatas ka