“Mas tolong jangan hindari Rara lagi..”ucapnya pelan dengan mata berkaca-kaca mengelus pipiku lembut. Aku mendegup dan untuk sejenak tak tau berkata apa.
“Ra,…’’lirihku ucapanku dicegat karna Rara mengacungkan telunjuknya ke bibirku. Aku bungkam dengan menatap dalam manik matanya.
“Rara tau, mas juga menyukai Rara.”Aku menarik nafas, dan coba cari cara agar bisa pergi dari sana, aku tidak bisa kebablasan lagi, yang ada aku hanya akan melukai gadis ini semakin parah nanti. Sedikit aku dorong bahunya. Dia meremas kemejaku dan membenamkan wajahnya didadaku.“Mas, aku tidak sakit. Aku hanya ingin kamu, apa yang salah dengan perasaanku. Bukankah kita sudah mengikat cinta kita, bagiku, itu tidak mudah saja terlepas. Kamu paham akukan hiks.”ujarnya, aku mendegup dan coba mengelus bahunya yang gemetar karna menangis, aku tidak bisa berkata apa-apa. Takut salah-salah ini gadis semakin rapuh. Apa aku berikan
Keesokan harinya aku banguun dengan pikiran pelik. Kejadian semalam kembai mengusik pikiranku, apa yang harus aku lakukan selain menuruti permainan ini. Aku hanya tidak mau ini lebih kacau. Semoga saja aku tidak nyaman dengan keadaan ini. Dan berubah pikiran. “Sayang ayo buruan mandi, kita harus segera jalan jam sepuluh.”ujar Istriku sedikit aku tersintak dan bangun dari lamunanku bergerak kekamar mandi. Selesai berkemas aku menyusul mereka semua. Bisa aku lihat Aldo tampak bersusah payah untuk ngajak bicara Rara, namun aku coba alihkan pandangan dan fokus mau bantuin Ina berkemas, “Sayang, apa ada yang bisa mas bantu?”tanyaku sembari melirik Rara dan Aldo yang tengah cekcok, Ina juga memperhatikan mereka dan berkata. “Mas, kira-kira Rara bisa gak ya di luluhin sama Aldo?”Tanya Ina aku sedikit memainkan mulutku dan berkata. “Semoga saja.”singkatku. “Ih, aku bisa sendiri gak usah bantu, sana!”hardiknya. aku me
“Tolong jangan menangis lagi Ina, mas gak bisa melihat ini.”ucapnya lirih meremas bahuku sedikit aku kibas tangan mas Feri yang bertengker di bahuku kasar. Dia diam aku terus saja menangis. “Jadi, apa kamu punya solusi. Jujur aku rindu kita yang dulu? Tolong fikirkan ini Ina. Sebelum semua berantakan.”ujarnya aku makin sesegukan menangis dan sepertinya mas Feri harus memilih berlalu. Untuk sejenak aku terdiam dan coba memikirkan lagi, apa yang dikatakan mas Feri barusan. “Baiklahh aku akan kembalikan Rara ke tempat asalnya,’’bisikkku. Keesokan harinya. Di pagi hari, aku me cek kamar tamu, namun aku tak dapati mas Feri disana, aku tersintak saat di sapa Aldo yang sudah bersiap hendak pergi dari kamar satu lagi. “Al, semalam kamu liat mas Feri?’’ tanyaku sembari menunjuk pintu kamar, “Tidak,”mataku membulat saat teringat sesuatu bergegas aku datangi kamar Rara dan menyelonong masuk. “Mas.. “panggilk
POV FERI. Semoga saja kedepannya akan membaik seiring berjalannya waktu. Aku sangat lega sekali akhirnya Ina berikan keputusan juga, walau fikiranku masih terusik akan perasaan gadis itu setidaknya sekarang aku tidak berjuang sendiri untuk menjauhinya. Tatanan hidup keluargaku sekarang berantakan. Bahkan kalo boleh meminta. Aku ingin kembali kesituasi dimana saatbbelum terfikir olehku untuk membawa wanita lain kedalam rumah tanggaku. Flasback. “Kenapa Dian mendadak Resign.”ujarku pada sekretarisku, dengan kesal ada banyak pertemuan dan metting yang harus dilaksanakan Ini bisa berantakan, jika dia tidak datang esok hari, “Saya tidak tau pak. Sepertinya dia cukup punya alasan kenapa dia tiba-tiba mengundurkan diri.”ujarya menyodorkan koran ,aku memijit kepalaku dan berkata. “Aku tidak mau tau, bawa dia kembali atau carikan secepatnya pengganti untuk besok. Aku butuh asisten”ujarku. sekretsisku itu tampak mengan
Siangnya di gudang perusaahanku aku harus me cek satu-satu barang-barang produksi dua bulan belakngan sebenarnya, ini bisa tugas kurir tapi aku penaasarn cara kerja mereka di gudang akhirnya aku putuskan untuk mecek semua. Hingga sore berkunjung, aku kembali ke ruanganku untuk mencocokkan data dengan hasil yang ada di gudang tadi. Aku berusaha buru-buru karna Ina pasti nungguin dirumah. Dalam fokusku terdengar bunyi ponsel berdering, reflek aku ambil, yang aku yakini, Ina pasti dah nungguin aku dirumah. “Ya sayang? Bentar mas siapkan beberapa berkas dulu,”reflek kataku terlontar sejenaak dari sana Diam aku melirik kembali ponsel yang aku tempelkan didaun telingaku tadi dan aku terkejut saat melihat nomor baru. “Mas?”lirih eseorang yang begitu aku kenal suaranya, aku mendegup dan secepat kilat matikan panggilan itu, sedikit aku hela nafas dan membuangnya, sigap aku lihat panggilan terakhir dan memblokir nomor itu hingga menghapusnya, agar tidak bisa menghubung
“Saya sudah katakan kalo bapak di gudang, namun dia memilih untuk menunggu.”ujarnya aku mengusap wajahku kesal, dan berdesih gundah. Aku memilih beranjak ke perumahan pekerja untuk mengindar setelah satu jam aku disana, aku kembali telfon pengacara. Tuuuuut…. Tuuut. “Apa dia sudah pergi?”tanyaku pada sekretaris. “Sudah pak.”singkatnya nafasku terasa sedikit lega dan beranjak dari pos satpam itu. “Saya permisi dulu,”ujarku pada satpam yang jaga, “Baik pak terima kasih sudah berknjung”ujarnya aku hanya mengangguk dan berlalu pergi. Sesampai di ruanganku aku menghenyak di kursi kerja sembari memijit-mijit kepalaku. Dalam kegundahan itu asisten baruku datang menghmpiri, “Pak kita ada jadwal metting jam tiga.”ujarnya aku memijit batang hidung karna pusing, “Kamu urus sendiri ya asri, aku gak bisa ikut pertemuan aku mau segera pulang,”ujarku. “Baik pak”singkatnya berlalu. Kem
POV ALDO. Mendengar itu aku langsung menuju alamat yang seperti Feri katakan tadi, sebelumnya aku memang sempat menghalangi Rara untuk menemui Feri, sebisa mungkin aku cegah dia karna memang Rara tidak benar dengan selalu meinginkan suami orang, aku peduli dan sangat miris sekali melihat keadaannya akhir-akhir ini yang begitu terobsesi pada Feri, Sesampai disana aku langsung temui Rara di UGD. Namun aku tak dapati feri lagi disana, aku dapati Rara tengah menangis tersedu-sedu melepas oksigennya. “Mas Feri hiks…”tangisnya merintih, aku mendekat dan coba menenangkannya. “Ra aku disini. Kamu jangan takut lagi ya?”ucapku dia menoleh padaku dengan tatapan mata berkaca-kaca. “Al, mas Feri dia tadi bersamaku, dia datang menyelamatkan aku didalam kobaran api. Aku tidak mimpi kan Al? sekarang dimana dia?”ujarnya, sejenak aku bungkam. “Hiks… tolong jawab aku Al. benarkan tadi dia disini, aku masih rindu kena
“Aden dari mana aja. Mamang bingung den bilanginnya ama tuan.”cegat satpam saat aku sudah sampai di gerbang, aku menoleh kerumah dan menoleh ke pintu melihat papa berdiri, aku berdesih dan kembali menyalakan mesin motorku. “Papa kapan pulang?’’tanyaku, “Tadi siang den,”ujar kang maman, satpam dikediamanku, males banget aku tancap gas menuju garasi dan turun menemui papa. Dengan ogahan aku terus melangkah, sesampai disana. PLAK Tamparan keras melayang dipipiku, aku nanar sejenak dan geraam memegangi pipiku yang terasa ngilu. “Ngapain aja kamu disini. Gak nyelesaian kuliah gak bantu papa di perusahaan, kamu mau apa ha?’bentaknya, aku tertunduk menahan amarah. “Kakakmu sudah mampu berdiri sendir tapi kamu, menjalankan usaha papa saja tidak bisa! Punya hoby hanya keluyuran siapa sih yang didik kamu kayak gini!”geramnya, aku masih tertunduk. “Trus sekarang papa maunya Aldo kek mana pa? seda
Sore berkunjung namun aku belum lihat mobil mas Feri ada di garasi, dengan cemas bercampur kesal. Aku mencoba menghubunginya. Tuuuuuuut…. Bunyi panggilan tersambung namun mas Feri tidak mengangkatnya, aku berdesih kesal beranjak masuk kerumah. “Kok kamu gak angkat telpon aku sih mas.”rengekku menghenyak di sofa, dalam tangisanku terdengar mobil memasuki garasi, gegas aku hapus air mataku dan beranjak keluar menyambutnya. Mas Feri tampak turun dengan senyum merekah, untuk sejenak aku kesal dan tak mau melihatnya, dia datang dan reflek memelukku. “Maaf ya sayang, mas gak sempat angkat tadi karna lagi di jalan, jangan cemberut gitu donk wajahnya.”ucapnya aku terpaksa menarik ujung bibirku untuk tersenyum dan berkata. “kamu keman aja sih mas? Malah slow respon lagi sama aku, aku curiga deh ini pasti kamu menyembunyikan sesuatukan?”gerutuku. “Ya menemui penginvest lah Ina, maaf. Karna memang mas sibuk