POV ALDO.
Mendengar itu aku langsung menuju alamat yang seperti Feri katakan tadi, sebelumnya aku memang sempat menghalangi Rara untuk menemui Feri, sebisa mungkin aku cegah dia karna memang Rara tidak benar dengan selalu meinginkan suami orang, aku peduli dan sangat miris sekali melihat keadaannya akhir-akhir ini yang begitu terobsesi pada Feri, Sesampai disana aku langsung temui Rara di UGD. Namun aku tak dapati feri lagi disana, aku dapati Rara tengah menangis tersedu-sedu melepas oksigennya.
“Mas Feri hiks…”tangisnya merintih, aku mendekat dan coba menenangkannya.“Ra aku disini. Kamu jangan takut lagi ya?”ucapku dia menoleh padaku dengan tatapan mata berkaca-kaca.“Al, mas Feri dia tadi bersamaku, dia datang menyelamatkan aku didalam kobaran api. Aku tidak mimpi kan Al? sekarang dimana dia?”ujarnya, sejenak aku bungkam.“Hiks… tolong jawab aku Al. benarkan tadi dia disini, aku masih rindu kena“Aden dari mana aja. Mamang bingung den bilanginnya ama tuan.”cegat satpam saat aku sudah sampai di gerbang, aku menoleh kerumah dan menoleh ke pintu melihat papa berdiri, aku berdesih dan kembali menyalakan mesin motorku. “Papa kapan pulang?’’tanyaku, “Tadi siang den,”ujar kang maman, satpam dikediamanku, males banget aku tancap gas menuju garasi dan turun menemui papa. Dengan ogahan aku terus melangkah, sesampai disana. PLAK Tamparan keras melayang dipipiku, aku nanar sejenak dan geraam memegangi pipiku yang terasa ngilu. “Ngapain aja kamu disini. Gak nyelesaian kuliah gak bantu papa di perusahaan, kamu mau apa ha?’bentaknya, aku tertunduk menahan amarah. “Kakakmu sudah mampu berdiri sendir tapi kamu, menjalankan usaha papa saja tidak bisa! Punya hoby hanya keluyuran siapa sih yang didik kamu kayak gini!”geramnya, aku masih tertunduk. “Trus sekarang papa maunya Aldo kek mana pa? seda
Sore berkunjung namun aku belum lihat mobil mas Feri ada di garasi, dengan cemas bercampur kesal. Aku mencoba menghubunginya. Tuuuuuuut…. Bunyi panggilan tersambung namun mas Feri tidak mengangkatnya, aku berdesih kesal beranjak masuk kerumah. “Kok kamu gak angkat telpon aku sih mas.”rengekku menghenyak di sofa, dalam tangisanku terdengar mobil memasuki garasi, gegas aku hapus air mataku dan beranjak keluar menyambutnya. Mas Feri tampak turun dengan senyum merekah, untuk sejenak aku kesal dan tak mau melihatnya, dia datang dan reflek memelukku. “Maaf ya sayang, mas gak sempat angkat tadi karna lagi di jalan, jangan cemberut gitu donk wajahnya.”ucapnya aku terpaksa menarik ujung bibirku untuk tersenyum dan berkata. “kamu keman aja sih mas? Malah slow respon lagi sama aku, aku curiga deh ini pasti kamu menyembunyikan sesuatukan?”gerutuku. “Ya menemui penginvest lah Ina, maaf. Karna memang mas sibuk
Sore berkunjung namun aku belum lihat mobil mas Feri ada di garasi, dengan cemas bercampur kesal. Aku mencoba menghubunginya. Tuuuuuuut…. Bunyi panggilan tersambung namun mas Feri tidak mengangkatnya, aku berdesih kesal beranjak masuk kerumah. “Kok kamu gak angkat telpon aku sih mas.”rengekku menghenyak di sofa, dalam tangisanku terdengar mobil memasuki garasi, gegas aku hapus air mataku dan beranjak keluar menyambutnya. Mas Feri tampak turun dengan senyum merekah, untuk sejenak aku kesal dan tak mau melihatnya, dia datang dan reflek memelukku. “Maaf ya sayang, mas gak sempat angkat tadi karna lagi di jalan, jangan cemberut gitu donk wajahnya.”ucapnya aku terpaksa menarik ujung bibirku untuk tersenyum dan berkata. “kamu keman aja sih mas? Malah slow respon lagi sama aku, aku curiga deh ini pasti kamu menyembunyikan sesuatukan?”gerutuku. “Ya menemui penginvest lah Ina, maaf. Karna memang mas sibuk
POV ALDO “Tuan ada pertemuan dengan CEO Ina production.’ucap asistenku, aku berhenti mengotak atik ponsel dan menoleh padanya. “CEOnya suaminya bukan?’’tanyaku, asistenku mengangguk. “Oh okey jadwalkan pertemuan disini saja, kita tidak usah kesana.”sigapku kembali menyambar ponsel untuk main game dan sembari tetap kakiku bertengker di meja. Asistenku tampak sibuk mengotak atik laptopnya, TRAKT.. Pintu ruangan terbuka, aku tidak peduli dan tetap nyaman dengan posiisiku, mataku membulat saat aku melirik. Yang berdiri ternyata papa, sigap aku turunkan kakiku dan meletakkan ponselku “Pa-pa”ucapku berdiri tertunduk, “Kamu ini niat gak sih untuk jadi direktur. Apa saja yang kamu sudah pelajari. Masak iya menanam saham diperusahaan yang kecil dengan persenan yang besar.”teriak papa. aku menghela nafas dan coba berucap. “Papa gimana sih. Katanya udah diserahin sama Aldo, papa tenan
Dua minggu berlalu mas Feri tampak sangat sibuk sekali akhir-akhir ini. Walau aku selalu cek ponselnya setiap pagi dan malam dan tidak ada hal yang mencurigakan, tapi tetap aja aku tidak tenang, sore ini aku mau susul dia kekantor. Namun ketika aku keluar rumah aku melihat Aldo memasuki perkarangan rumah dengan motor Gpnya. “Sore mba,”sapanya. “Ya Al? Ada apa?”tanyaku. dia turun dari motor melepaas helmnya dan beranjak mendekat. “Mba Ina mau kemana?’’Tanyanya. “Mau kekantor nyusul mas Feri”ucapku. “Oh dia belum pulang toh. Aku datang mau menemui dia sih. gimana donk? Jadi mba mau kekantor? Nebeng aku aja? Nanti pulangnya barang suami mba aja?’ujarnya, aku berfikir sejenak. dan bener juga sih nanti aku bisa pulang bareng mas Feri. “Ya udah ayok. Makasih Ya Al sebelumnya.”ucapnya naik keatas motorgp Aldo. “Hati-hati mba, mba pernah naik motor gak sebelumnya?’’tanyanya aku terkekeh. “
Dibawah langit malam di ibu kota Jakarta motor Aldo melaju pasti kekediamanku, sepanjang jalan aku selalu berfikir, tentang masalah yang begitu mengusik hati dan pikiranku, aku tidak bayangkan jika itu benar, berarti sekarang duniaku tengah tidak baik-baik saja, aku gemetar dan kalud sekali. Hingga tak aku sadari motor Aldo berhenti didepan rumah. “Kita dah sampai.’’ucap Aldo aku tersintak dan berusaha untuk turun. “Makasih ya Al, maaf aku gak bisa memintamu untuk masuk karna mas Feri tidak ada dirumah,”ujarku terbata, Aldo mengangguk dan berkata. “Oh, gak apa mba, Aldo juga mau langsung pulang,”ujarnya Aku diam saat Aldo menyalakan mesin motornya, namun aku kembali menoleh saat motornya tak jalan-jalan jua, sedikit aku menoleh melihat wajahnya. yang dari tadi tertunduk “Jangan terlalu di fikirkan, Aldo gak mau mba Ina kenapa-napa”ujarnya aku tersenyum dan mengangguk. “Makasih ya”ujarku Aldo tampak tancap gas
Malam semakin larut aku masih terbangun sembari menangis memandangi nanar langit malam. Sejauh ini mas Feri masih bungkam. Dia memBereskan semua kamar kami yang berantakan tanpa kata sepatah katapun sesekali aku lirik dia dengan wajah menyesal dan rasa bersalahnya itu. Aku mendegup tangis dan coba menghela nafas menyiapkan mental bicaraa dengannyaa. “Kenapa kamu masih disini?”tanyaaku, mas Feri tampak menoleh dan mendegup. namun kembali dia tidak peduli padku menyibukkan diri dengan yang lain. “Tidak ada lagi yang tersisa diantara kita mas.aku bisa sendiri jadi pergilah.”ujarku. mas Feri dia tampak mengatur nafaas untuk mengeluarkan kata-katanya yang dari tadi bungkam. “Aku masih ingin disini Ina, terlepas dari semua ini kamu tau betapa aku mencintaimu,’’ucapnya. Sontak saja aku menautkan alis dan merintikkan air mata. “Jangan bicara omong kosong, jangan bilang cinta jika masih bisa berkhianat.”ucapku, mas Feri kembali diam.
Aku menghenyak di sofa dengan kesal dan mengusap wajahku gusar “Aku bisa gila jika terus-terusan begini”bisiikku menggerutu sembari melirik keatas kamarku. Sigap aku kembali berdiri dan mendatangi mas Feri kekamar dari luar sudah bisa aku lihat dia mengotak-atik laptopku gegas aku sambar dan berkata. “Mas ini bukan urusan kamu ya?”ucapku menyambar laptop itu dan berkata lagi. “Aku sudah bisa urus semuanya, jadi aku gak butuh kamu lagi!”bentakku, mas Feri memandangiku datar dan berkata. “Aku cuman mau menyelesaikan tugas yang belum selesai.”ujarnya, aku menghela nafas sesak dan coba memandangi langit-langit kamar agar air mataku tak jatuh karna kesal melihat tingkahnya. “Apa yang membuatmu kembali? Apa karena kamu mengkhawatirkan masa depan Rara? Kamu bisa bawa dia kesini menjadi budakku, jika memang kamu belum puas menyakitiku.”gerutuku, mas Feri hnya bungkam membuka sepatu dan kemejanya dan berbar