Malam semakin larut aku masih terbangun sembari menangis memandangi nanar langit malam. Sejauh ini mas Feri masih bungkam. Dia memBereskan semua kamar kami yang berantakan tanpa kata sepatah katapun sesekali aku lirik dia dengan wajah menyesal dan rasa bersalahnya itu. Aku mendegup tangis dan coba menghela nafas menyiapkan mental bicaraa dengannyaa.
“Kenapa kamu masih disini?”tanyaaku, mas Feri tampak menoleh dan mendegup. namun kembali dia tidak peduli padku menyibukkan diri dengan yang lain.
“Tidak ada lagi yang tersisa diantara kita mas.aku bisa sendiri jadi pergilah.”ujarku. mas Feri dia tampak mengatur nafaas untuk mengeluarkan kata-katanya yang dari tadi bungkam.“Aku masih ingin disini Ina, terlepas dari semua ini kamu tau betapa aku mencintaimu,’’ucapnya. Sontak saja aku menautkan alis dan merintikkan air mata.“Jangan bicara omong kosong, jangan bilang cinta jika masih bisa berkhianat.”ucapku, mas Feri kembali diam.Aku menghenyak di sofa dengan kesal dan mengusap wajahku gusar “Aku bisa gila jika terus-terusan begini”bisiikku menggerutu sembari melirik keatas kamarku. Sigap aku kembali berdiri dan mendatangi mas Feri kekamar dari luar sudah bisa aku lihat dia mengotak-atik laptopku gegas aku sambar dan berkata. “Mas ini bukan urusan kamu ya?”ucapku menyambar laptop itu dan berkata lagi. “Aku sudah bisa urus semuanya, jadi aku gak butuh kamu lagi!”bentakku, mas Feri memandangiku datar dan berkata. “Aku cuman mau menyelesaikan tugas yang belum selesai.”ujarnya, aku menghela nafas sesak dan coba memandangi langit-langit kamar agar air mataku tak jatuh karna kesal melihat tingkahnya. “Apa yang membuatmu kembali? Apa karena kamu mengkhawatirkan masa depan Rara? Kamu bisa bawa dia kesini menjadi budakku, jika memang kamu belum puas menyakitiku.”gerutuku, mas Feri hnya bungkam membuka sepatu dan kemejanya dan berbar
POV ALDO Niat hati memang ingin menemui mba Ina, tiba-tiba pas ketemu udah kayak gitu aja kondisinya, tanpa pikir panjang aku langsung balik dan ikutin mobilnya kebetulan aku pake motor jadi gampang deh kalo mau nyelip, bergegas aku tancap gas pas liat mobil mba Ina melaju dengan kencang, lima belas menit berlalu aku berhasil mengikutinya hingga di tepi jalan yang bertebing, aku panik dan langsung turun menghampirinya. Namun langkahku memelan saat mba Ina terlihat tidak berniat ingin loncat dia memilih duduk dan melihat pemandangan kota dan danau dibawah sana. “Disini lebih indah kalo malam hari.”ujarku sontak mba Ina menoleh dan memandangiku datar. “Aku bilang aku mau sendiri Aldo”singkatnya kembali menoleh ke pemandangan yang indah didepannya “Mba ngapain sendiiri disini.”tanyaku lagi, namun mba Ina tampak tak mempermasalahkan itu lagi dan berkata sembari siuran angina mengelus wajah dan rambutnya. &
POV INA Cukup lama bagiku, menatap layar ponselku ini aku tidak habis pikir dengan apa yang aku baca dan aku lihat dari pesan Aldo. Aku hanya bisa terkekeh Ringan tak habis pikir dengan tingkah anak itu aku coba abaikan karna memang aku kalud, banyak sekal yang memadati otakku sekaraang hingga mengabaikan pesan itu. “Aku sedang tidak mood bercanda sekarang. “bisikku. “Ina..”panggil mas Feri berdiri di pintu, aku menghela nafas berat dan enggan menoleh. Dia mendekat dan berkata. “Maafkan mas, atas sikap tadi. Ayo turun mas sudah masakkan nasi goreng.”ujarnya. aku tak bergeming dan juga tak menoleh padanya. Namun tanda Tanya yang menyerubungi jiwaku tak bisa aku diamkan. “Mas, sebenarnya untuk apa lagi, kamu bertahan dirumah ini? Kamu mau apa? Aku akan cukupi kebutuhan istrimu itu, asal kamu pergi. Aku tersiksa mas. Aku gak bisa seperti ini terus. Tolong pahami aku.”ujarkuu bicara dengan gundah, mas Feri mendeg
POV RARA. Aku terbangun di jam 7 pagi hari ini entah kenapa dengan jam tidurku, aku seringkali melewatkan mas Feri berangkat kerja sedikit aku beringsut dari tempat tidur dan memanggi mama. “Ma..”panggilku aku butuh di siapin air hangat untuk mandi tak butuh waktu lama, tak butuh waktu lama mama datang, “Ya, Ra, ada apa?’’ “Mama kok gak bangunin Rara sih, sekarang mas Feri pergi lagi kan?”ucapku kesal mama mendekat dan duduk di tepi ranjangku. “Rara siih kebiasaan gitu, makanya pas gadis itu biasakan bangun pagi, jadi bisa ngurus suami dan siapin bekal suami kerja.”ujarnya, aku berdesih mengusap wajah dan menyibak belahan rambutku. “Udah deh mama sana, Raara mau mandi.”gerutuku beranjak, selesa mandi dan berkemas, kucoba hubungi, mas Feri. Tuuuut.. “Halo Ra?” “Mas, kamu kekantornya kok bilang aku dulu.”rengekku. “Kamunya masih tidur sayang, gak tega
Aku menangis sesegukan diatas tempat tidur, bukannya menyusulku mas Feri malah memilih pergi terdengar bunyi mobilnya menjauh dari rumah, aku makin terisak dan kalud karna kecewa sekali masih bisa aku rasakan pipiku ngilu akibat tamparan tadi, kucoba bersedekap memeluk lututku, berharap sakit di hati ini sedikit berkurang, namun tidak, malah hanya terasa semakin sakit.“Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah.”bisikku meyakinkan diri sendiri hingga aku terlelap.Mentari pagi datang mengusik aku terbangun tanpa semangat lagi, kejadian semalam membuat moodku turun drastis setelah sebelumnya aku terasa sangat membaik. Kuhela nafas berat dan beringsut turun dari tempat tidur untuk kekamar mandi dan habis itu kekantor.Setelah selesai mandi dan selesai dengan pakaiananku aku menyeduh segelas teh untuk menemaniku sebelum kekantor, susah aku coba tata hatiku, entah bagaimana caranya dadaku tidak sesak berkali-kali aku buang nafas dan menatap lan
POV ALDO.Pagi ini aku sangat bersemangat sekali untuk menemui mba Ina, karna setelah ngantor rencananya aku mau ngajak dia ke studio, beruntung sekarang papa lagi keluar negri jadi aku bebas, buat kemana-mana sekarang, dengan semangatnya dan hati yang girang aku menghidupkan klakson mobil. Di depan rumahnya, tak lama setelahnya mba Ina keluar dan aku turun menyambutnya datang, bisa aku lihat dia belum rapi dengan baju kantor. Baju yang di kenakannya simple tapi masih tetep keliatan manis. Entahlah sepertinya sekarang aku sangat menyukai mba Ina. Apapun dan bagaimanapun keadaanya dia sangat terlihat menarik.“Mba, kok belum rapi, kita akan kekantor dan sesuai janji. Sore ini kita akan kestudio.”ujarku. mba Ina tampak mendekat dan melirik ke garasi.“Kamu lihat, mobilnya mas Feri di garasi?’ucapnya pelan, aku menoleh sebentar dan kembali melihat wajahnya, apa mba Ina fikir aku takut dengan suaminya.“Trus kenapa mb
Sudah dua hari mas Feri tidak datangi Rara, Walau bisa aku lihat dia sudah berangsur pulih, tapii tampaknya dia masih ingin istirahat.“Mas aku harus kekantor, kamu gak apa kan tinggal dirumah, Ina dah masak kalo mas lapar turun aja kebawah.”ujarku, Mas Feri tampak mengangguk. Dia berdiri hendak kekamar mandi“Mas mau mandi, apa? air hangatnya udah siap?”tanyanya, aku mengangguk“Udah mas,”Dan disaat mas Feri di kamar mandi aku mengemasi barang-barangku untuk berangkat, namun gerakku terhenti saat ponsel mas Feri berdering, reflek aku angkat tanpa bicara.“Mas, ini sudah dua hari, kamu gak pulang kesini. Pulang ya mas, Rara nungguin.”ujar Rara, aku diam tak menyahut kata-katanya“Mas, kamu denger aku kan? Mba Ina gak akan segampang itu, memberikan bagian kamu mas. Kamu pulang ya. Kita pikirkan cara lain.”ujarnya, aku mendegup dan meremas ponsel itu dengan air mata merinti
Dua jam kemudian setelah permaian futsal berjalan di babak pertama, aku sangat bersemangat dan terhibur sekali karna Aldo sangat ahli dan pintar mencetak gawang hingga pertandingan itu sengit. Permainan itu berakhir pada skor 02 Gol dan nol untuk lawan main Aldo, bocah itu tampak girang mendekat padaku dengan berlari-lari kecil berkeringat banyak mengucuri wajah hingga lehernya.“Keren kan beb, aku cetak dua gol,”“Iya semangat,”ucapku mengambilkan air minum Aldo duduk bersandar di sampingku dan langsung meneguk habis setengah isi botol.“Handuknya sayang..”ujarnya aku terdiam mendengar Aldo memanggilku dengan sebutan sayang.“Iiih, handuknya bawa sini.”ujarnya, aku tersintak dari bengongku dan mengambilkan handuk itu lalu memberikan padanya,“Ini..’’ucapku, Aldo tersenyum mendekat merebahkan badannya diatas pahaku dan berkata.“Bantu lap-in keringatnya,”uca
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq