“Tolong jangan menangis lagi Ina, mas gak bisa melihat ini.”ucapnya lirih meremas bahuku sedikit aku kibas tangan mas Feri yang bertengker di bahuku kasar. Dia diam aku terus saja menangis.
“Jadi, apa kamu punya solusi. Jujur aku rindu kita yang dulu? Tolong fikirkan ini Ina. Sebelum semua berantakan.”ujarnya aku makin sesegukan menangis dan sepertinya mas Feri harus memilih berlalu. Untuk sejenak aku terdiam dan coba memikirkan lagi, apa yang dikatakan mas Feri barusan.“Baiklahh aku akan kembalikan Rara ke tempat asalnya,’’bisikkku.Keesokan harinya. Di pagi hari, aku me cek kamar tamu, namun aku tak dapati mas Feri disana, aku tersintak saat di sapa Aldo yang sudah bersiap hendak pergi dari kamar satu lagi.“Al, semalam kamu liat mas Feri?’’ tanyaku sembari menunjuk pintu kamar,“Tidak,”mataku membulat saat teringat sesuatu bergegas aku datangi kamar Rara dan menyelonong masuk.“Mas.. “panggilkPOV FERI. Semoga saja kedepannya akan membaik seiring berjalannya waktu. Aku sangat lega sekali akhirnya Ina berikan keputusan juga, walau fikiranku masih terusik akan perasaan gadis itu setidaknya sekarang aku tidak berjuang sendiri untuk menjauhinya. Tatanan hidup keluargaku sekarang berantakan. Bahkan kalo boleh meminta. Aku ingin kembali kesituasi dimana saatbbelum terfikir olehku untuk membawa wanita lain kedalam rumah tanggaku. Flasback. “Kenapa Dian mendadak Resign.”ujarku pada sekretarisku, dengan kesal ada banyak pertemuan dan metting yang harus dilaksanakan Ini bisa berantakan, jika dia tidak datang esok hari, “Saya tidak tau pak. Sepertinya dia cukup punya alasan kenapa dia tiba-tiba mengundurkan diri.”ujarya menyodorkan koran ,aku memijit kepalaku dan berkata. “Aku tidak mau tau, bawa dia kembali atau carikan secepatnya pengganti untuk besok. Aku butuh asisten”ujarku. sekretsisku itu tampak mengan
Siangnya di gudang perusaahanku aku harus me cek satu-satu barang-barang produksi dua bulan belakngan sebenarnya, ini bisa tugas kurir tapi aku penaasarn cara kerja mereka di gudang akhirnya aku putuskan untuk mecek semua. Hingga sore berkunjung, aku kembali ke ruanganku untuk mencocokkan data dengan hasil yang ada di gudang tadi. Aku berusaha buru-buru karna Ina pasti nungguin dirumah. Dalam fokusku terdengar bunyi ponsel berdering, reflek aku ambil, yang aku yakini, Ina pasti dah nungguin aku dirumah. “Ya sayang? Bentar mas siapkan beberapa berkas dulu,”reflek kataku terlontar sejenaak dari sana Diam aku melirik kembali ponsel yang aku tempelkan didaun telingaku tadi dan aku terkejut saat melihat nomor baru. “Mas?”lirih eseorang yang begitu aku kenal suaranya, aku mendegup dan secepat kilat matikan panggilan itu, sedikit aku hela nafas dan membuangnya, sigap aku lihat panggilan terakhir dan memblokir nomor itu hingga menghapusnya, agar tidak bisa menghubung
“Saya sudah katakan kalo bapak di gudang, namun dia memilih untuk menunggu.”ujarnya aku mengusap wajahku kesal, dan berdesih gundah. Aku memilih beranjak ke perumahan pekerja untuk mengindar setelah satu jam aku disana, aku kembali telfon pengacara. Tuuuuut…. Tuuut. “Apa dia sudah pergi?”tanyaku pada sekretaris. “Sudah pak.”singkatnya nafasku terasa sedikit lega dan beranjak dari pos satpam itu. “Saya permisi dulu,”ujarku pada satpam yang jaga, “Baik pak terima kasih sudah berknjung”ujarnya aku hanya mengangguk dan berlalu pergi. Sesampai di ruanganku aku menghenyak di kursi kerja sembari memijit-mijit kepalaku. Dalam kegundahan itu asisten baruku datang menghmpiri, “Pak kita ada jadwal metting jam tiga.”ujarnya aku memijit batang hidung karna pusing, “Kamu urus sendiri ya asri, aku gak bisa ikut pertemuan aku mau segera pulang,”ujarku. “Baik pak”singkatnya berlalu. Kem
POV ALDO. Mendengar itu aku langsung menuju alamat yang seperti Feri katakan tadi, sebelumnya aku memang sempat menghalangi Rara untuk menemui Feri, sebisa mungkin aku cegah dia karna memang Rara tidak benar dengan selalu meinginkan suami orang, aku peduli dan sangat miris sekali melihat keadaannya akhir-akhir ini yang begitu terobsesi pada Feri, Sesampai disana aku langsung temui Rara di UGD. Namun aku tak dapati feri lagi disana, aku dapati Rara tengah menangis tersedu-sedu melepas oksigennya. “Mas Feri hiks…”tangisnya merintih, aku mendekat dan coba menenangkannya. “Ra aku disini. Kamu jangan takut lagi ya?”ucapku dia menoleh padaku dengan tatapan mata berkaca-kaca. “Al, mas Feri dia tadi bersamaku, dia datang menyelamatkan aku didalam kobaran api. Aku tidak mimpi kan Al? sekarang dimana dia?”ujarnya, sejenak aku bungkam. “Hiks… tolong jawab aku Al. benarkan tadi dia disini, aku masih rindu kena
“Aden dari mana aja. Mamang bingung den bilanginnya ama tuan.”cegat satpam saat aku sudah sampai di gerbang, aku menoleh kerumah dan menoleh ke pintu melihat papa berdiri, aku berdesih dan kembali menyalakan mesin motorku. “Papa kapan pulang?’’tanyaku, “Tadi siang den,”ujar kang maman, satpam dikediamanku, males banget aku tancap gas menuju garasi dan turun menemui papa. Dengan ogahan aku terus melangkah, sesampai disana. PLAK Tamparan keras melayang dipipiku, aku nanar sejenak dan geraam memegangi pipiku yang terasa ngilu. “Ngapain aja kamu disini. Gak nyelesaian kuliah gak bantu papa di perusahaan, kamu mau apa ha?’bentaknya, aku tertunduk menahan amarah. “Kakakmu sudah mampu berdiri sendir tapi kamu, menjalankan usaha papa saja tidak bisa! Punya hoby hanya keluyuran siapa sih yang didik kamu kayak gini!”geramnya, aku masih tertunduk. “Trus sekarang papa maunya Aldo kek mana pa? seda
Sore berkunjung namun aku belum lihat mobil mas Feri ada di garasi, dengan cemas bercampur kesal. Aku mencoba menghubunginya. Tuuuuuuut…. Bunyi panggilan tersambung namun mas Feri tidak mengangkatnya, aku berdesih kesal beranjak masuk kerumah. “Kok kamu gak angkat telpon aku sih mas.”rengekku menghenyak di sofa, dalam tangisanku terdengar mobil memasuki garasi, gegas aku hapus air mataku dan beranjak keluar menyambutnya. Mas Feri tampak turun dengan senyum merekah, untuk sejenak aku kesal dan tak mau melihatnya, dia datang dan reflek memelukku. “Maaf ya sayang, mas gak sempat angkat tadi karna lagi di jalan, jangan cemberut gitu donk wajahnya.”ucapnya aku terpaksa menarik ujung bibirku untuk tersenyum dan berkata. “kamu keman aja sih mas? Malah slow respon lagi sama aku, aku curiga deh ini pasti kamu menyembunyikan sesuatukan?”gerutuku. “Ya menemui penginvest lah Ina, maaf. Karna memang mas sibuk
Sore berkunjung namun aku belum lihat mobil mas Feri ada di garasi, dengan cemas bercampur kesal. Aku mencoba menghubunginya. Tuuuuuuut…. Bunyi panggilan tersambung namun mas Feri tidak mengangkatnya, aku berdesih kesal beranjak masuk kerumah. “Kok kamu gak angkat telpon aku sih mas.”rengekku menghenyak di sofa, dalam tangisanku terdengar mobil memasuki garasi, gegas aku hapus air mataku dan beranjak keluar menyambutnya. Mas Feri tampak turun dengan senyum merekah, untuk sejenak aku kesal dan tak mau melihatnya, dia datang dan reflek memelukku. “Maaf ya sayang, mas gak sempat angkat tadi karna lagi di jalan, jangan cemberut gitu donk wajahnya.”ucapnya aku terpaksa menarik ujung bibirku untuk tersenyum dan berkata. “kamu keman aja sih mas? Malah slow respon lagi sama aku, aku curiga deh ini pasti kamu menyembunyikan sesuatukan?”gerutuku. “Ya menemui penginvest lah Ina, maaf. Karna memang mas sibuk
POV ALDO “Tuan ada pertemuan dengan CEO Ina production.’ucap asistenku, aku berhenti mengotak atik ponsel dan menoleh padanya. “CEOnya suaminya bukan?’’tanyaku, asistenku mengangguk. “Oh okey jadwalkan pertemuan disini saja, kita tidak usah kesana.”sigapku kembali menyambar ponsel untuk main game dan sembari tetap kakiku bertengker di meja. Asistenku tampak sibuk mengotak atik laptopnya, TRAKT.. Pintu ruangan terbuka, aku tidak peduli dan tetap nyaman dengan posiisiku, mataku membulat saat aku melirik. Yang berdiri ternyata papa, sigap aku turunkan kakiku dan meletakkan ponselku “Pa-pa”ucapku berdiri tertunduk, “Kamu ini niat gak sih untuk jadi direktur. Apa saja yang kamu sudah pelajari. Masak iya menanam saham diperusahaan yang kecil dengan persenan yang besar.”teriak papa. aku menghela nafas dan coba berucap. “Papa gimana sih. Katanya udah diserahin sama Aldo, papa tenan
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq