POV AlDO.
Mau gak mau aku harus luangkan waktuku juga untuk meladeni dan bermain-main dengan Zura. Walau kadang aku suka terbawa perasaan akan sikapnya.tapi aku harus tetap pada misiku, bagaimanapun aku harus bisa membalas Feri dia harus sadar bahwa dia tidak bisa meremehkan aku, kesalahanya begitu fatal, aku harus berusaha kembali agar perusahaan ini bisa stabil, apa yang dia fikirkan. Apa dia berfikir aku akan kesusahan dan memohon padanya untuk di kasihani. Tidak begitu aku yang akan membuat dia memohon dan meminta belas kasihan padaku.
Tok Tok Tok..Pintu ruanganku di ketuk. Aku menoleh dan melihat siapa yang berdiri dipintu.“Siang Tuan.’’ucap asistenku itu. Aku mengangguk dan mempersilahkan dia untuk duduk.“Ada kabar baikkah Duta?”tanyaku. dia sedikit menghela nafas dan sedikit tertunduk.“Maaf Tuan, kita tidak bisa dapatkan mitra sekuat perusahaan itu, sepertinya kita akan sedikit merosot karnTerima kasih
Keesokan harinya setelah pullang sekolah aku datangi kantor papa dengan pak supir, “Siang pa.”sapaku saat masuk kedalam ruanganya “Ada apa sayang kenapa kamu datangi papa kekantor?”tanya papa. “Gak ada papa cuman pengen liat kantor.’’ujarku sembari nyengir papa tersenyum dan berkata. “Ya sudah kamu tunggu sebentar ya papa ada meeting.’’ujarnya aku mengangguk dan coba mengatakan tujuanku sebenarnya. “Itu pa, Zura mau tanya supir buat Zura itu dah dapet?”tanyaku papa sedikit mengingat dan berkata. “Kamu coba tanya om bambang asisten papa ya, ruangannya di sebelah. Papa harus siapkan presentasi dulu. Ujarnya aku mengangguk dan berdiri menemui om Bambang, Tok Tok Tok… Pinturuanngannya aku ketuk dia menoleh dan reflek menyunggingkan senyum hangat. “Eh non Zura apa kabar non?”tan
Sesampaidisanaaku disambut Om Aldo dengan pakaian rapi di samping mobilnya.Melihat itu sesaat mobil parker di garasi aku turun menghampirinya. “Sayang.”lirihkureflek memeluknya dia tersenyum danmembalas dekapan itu erat. “Ayo silahkan masuk ke mobil.”ujarnya. aku mendongak sedikit melihat wajahnya “Sayang kita mau kemana? “ujarku. “Papa mama Vano ada disini, dan sekarang mereka lagi keluar kota untuk menemui kerabat istrinya bisa saja mereka kembali sebentar lagi, aku gak mau ada orang menganggu kebersamaan kita sayang,”ujarnya aku manyun dan coba mengangguk. “Ayo masuk.”titah Om Aldo membukakan pintu mobilnya, akupun nurut dan masuk kedalam mobil. “pastikan tidak ada alat pelacak atau apa saja didalam mobil itu.’’ujar Om Aldo pada mas Hadi supir prbadiku. “Tidak tuan, tidak ada apa-apa.”ujarnya
POV ALDO Hari ini hari sibuk, aku bingung entah bagaimana caranya bisa menstabilkan kembali keuaangan perusahaan, semenjak Feri menarik mitra, perusahaanku ini semakin merosot, aku tidak sabar menunggu waktu dimana Feri mengambalikan semuanya dan bertukuk lutut padaku atas putrinya, siapa dia yang berani mempermainkan aku dengan prinsipnya, sudah cukup aku hancur akan ia ambil Ina dariku, dan sekarang dia sendiri yang akan menyerahkan putrinya padaku, dan untuk Zura sendiri aku miris dengan nasibnya tapi tak bisa di pungkiri aku menyukainya dia tulus dan sangat mencintaiku jujur aku tidak ingin menghancurkan perasaannya, dengannya aku temukan sesuatu yang baru mungkin karna perbedaan umur yang terpaut begitu jauh sensasi dan pengalamannya juga terasa berbeda. Aku jadi dilemma akan perasaanku sendiri untuk Zura, belum lagi aku sering bertengkar dengan hatiku bahwa dia darah dagingku, walau hatiku berat meyakini itu anak Feri tetap aja itu membuat hatiku miris karna faktan
“Aku pergi ngumpul sebentar ama temen, trus pulangnya kejebak macet.”ucapnya terdengar terbata untuk sejenak aku melihat matanya dalam-dalam. “Oh begitu? Aletta tidak kamu ajak?”tanyaku reflek dia menautkan alisnya. “Abang, maksudnya apa-apaan, mendikte kehidupan Zura. Terserah Zura donk mau berteman sama siapa aja.”ujarnya. “Terserah katamu, gak nyangka kamu sekaarang jadi pembangkang gini ya.” “Ayo sekarang kita turun, aku mau bilangin sama papa.”ujarku menyeret lengannya, dia beronta gak mau di bawa “Abang apa’an sih, emang Zura ngapain. Tadi Zura jalan sama kak Vano kok, makan di café trus pulangnya kejebak macet.” Ucapnya “Okey aku akan hubungi Vano.”ujarnya. aku kembali mengotak atik IG mau mencari social media Vano. “Abang kenapa sih gak percayaan banget sama Zura.”ujarnya, menyambar ponselku ,aku terheran melihat tingkahnya. “Kenapa kamu ambil ponsel abang?”tanyaku data
POV AZZAM. “Sudah diam!”bentakku saat menoleh pada Zura yang tak henti-hentinya menangis. “Dasar gak tau malu.”hardikku lagi dia menelan tangisnya dan kembali berkata. “Abang, jangan bilangin papa mama dulu Zura mohon.’’Ujarnya, aku tidak peduli dan tetap fokus menyetir. “Kenapa? kamu takut kah, kamu gak mikirin mereka sebelum lakuin semua ini, kamu bayangkan bagaimana sakit hatinya papa, kamu diam-diam temui om-om di Vila, papa bisa saja mati berdiri jika mengetahui ini.”ujarku, dia sesegukan menangis. Kembali aku fokus mengendarai mobil ini untuk pertama kalinya dan aku sedikit nervous mengendarai mobil di jalanaan, bersyukur aku bisa mengendarinya dengan aman sampai rumah, melihat aku yang membawa mobil mama sontak saja mendekat dengan rasa cemas. “Azzam kamu kok dah bawa mobil aja, apa yang terjadi ini?’’tanya mama saat melihat Zura tengah menangis. “Sekarang keluar kamu Zura.”titahku padanya mama me
POV INA. Dengan langkah gontai aku terus berjalan menuruni tangga aku linglung dan nanar air mataku terus saja menetes apa yang akan kami lakukan dengan kehamilan Zura, putriku masih terlalu belia. Aku berjalan pelan sembari bertumpu pada pada dinding, dadaku terasa sakit, aku melemah bersimpuh di pertengahan tangga itu sembari menangis histeris, “Kenapa harus seperti ini Tuhan, kenapa harus putriku. Dia kebanggaan papanya, sekarang bagaimana kami menutupi ini semua, aku tidak menyangka kehidupan rumah tanggaku akan berantakaan”rintihku bersimpuh “Hiks kenapa harus putriku.’’lirihku tertunduk. “Ina, mas bilang apa? kamu harus kuat.”terdengar suara penyemangatku membantuku berdiri, aku sesegukan menangis melihat matanya, “Mas, sepertinya apa yang kita takutkan terjadi, Zura dia..”ucapku tak sanggup untuk aku katakan, mas Feri tampak menghela nafas berat dan memelukku aku tau dia remuk, terasa jelas akan genggaman tangannya d
POV AZZAM Seminggu telah berlalu sekarang Zura terpaksa berhenti sekolah, sedangkan aku harus haadapi como’ohan dan pertanyaan yang tidak mengenakan dari teman-teman, mau bagaimana lagi semuanya memang sudah terlanjur kacau seperti ini. “Kak Azzam.” Sapa Shanum saat aku berjalan pasti menuju perpust. “Ya Shanum?” “Kakak, kakak Zura kenapa ya, apa benar ya di ceritakan orang-orang itu?”tanyanya aku menghhela nafas dan tak mau menjawab pertanyaan . “Aku harus ke perpus Shanum maaf.’’ucapku kembali beranjak. “Eh kakak, maaf. Abis Shanum kesel kak masa orang-orang bilang Kak Zura hamil.”ucapnya “Maaf Shanum aku gak mau bahas ini.”ujarku dan kembali ke perpust Shanum tampak membuntuti langkahku ke perpust. “kebetulan Shanum juga mau ke perpus kak.”ujarnya aku memandangnya datar dan berkata, “Ya sudah.”singkatku, kembali berjalan menuju perpus namun langkah kami kembali berhenti saa
POV AZZAM Seminggu telah berlalu sekarang Zura terpaksa berhenti sekolah, sedangkan aku harus haadapi como’ohan dan pertanyaan yang tidak mengenakan dari teman-teman, mau bagaimana lagi semuanya memang sudah terlanjur kacau seperti ini. “Kak Azzam.” Sapa Shanum saat aku berjalan pasti menuju perpust. “Ya Shanum?” “Kakak, kakak Zura kenapa ya, apa benar ya di ceritakan orang-orang itu?”tanyanya aku menghhela nafas dan tak mau menjawab pertanyaan . “Aku harus ke perpus Shanum maaf.’’ucapku kembali beranjak. “Eh kakak, maaf. Abis Shanum kesel kak masa orang-orang bilang Kak Zura hamil.”ucapnya “Maaf Shanum aku gak mau bahas ini.”ujarku dan kembali ke perpust Shanum tampak membuntuti langkahku ke perpust. “kebetulan Shanum juga mau ke perpus kak.”ujarnya aku memandangnya datar dan berkata, “Ya sudah.”singkatku, kembali berjalan menuju perpus namun langkah kami kembali berhenti saa