Bab 7. Rencana Selanjutnya
"Kamu tak seharusnya bilang begitu Devi," dengkus Daniel lirih. Wajahnya menunjukkan kekecewaan yang dalam, bahkan untuk membela kekasih hatinya ia rela menghentikan makan dan melotot ke arahku. Aku mengendikkan bahu lalu tersenyum tipis, "kamu lupa Mas siapa aku di rumah ini. Boleh saja kamu menampung selingkuhanmu di sini, anggap saja aku kasihan pada bocah-bocah manis ini." "Dev!" "Satu lagi Mas, tamu harusnya menghargai pemilik rumah ini. Meskipun ia sudah diberi jantung, aku harap ia cukup tahu diri dan mengerti untuk tidak lagi meminta hati." Aku tersenyum lalu menyeruput sisa susuku yang tinggal separuh. Meraih serbet di atas meja dan membersihkan noda di atas mulutku, sejenak kulirik dua bocah kembar itu yang tampak makan dengan belepotan. Duh, ibu mereka saja sibuk bermesraan hingga lupa seperti apa rupa anak mereka saat ini. "Karena aku sudah selesai, aku akan istirahat dulu di kamar." Aku berpamitan sambil mengulas senyum, sebelum itu aku sempat memanggil Bi Nani untuk datang ke meja makan. "Bi Nani, kemari Bi." "Iya Nyah," ucap Bi Nani sambil berlari ke arah kami. Tentu saja wanita paruh baya itu tampak siap siaga saat kubutuhkan. "Bi, tolong bawa koper mereka ke kamar tamu ya. Mereka akan menginap di sini untuk beberapa hari." "Baik Nyah," ucap Bi Nani sambil melangkah menuju ke koper dimana koper itu masih berada di samping Anggun. "Mas, aku ini kekasihmu loh, masa aku harus tidur di kamar tamu sih?" Anggun berani protes, ia menyentuh lengan Daniel dengan begitu manja dan merengek-rengek. Aku tersenyum, menatapnya dengan sedikit muak. Tanpa sadar kedua tanganku mengepal erat. "Mbak, kamu tidak amnesia kan? Kamu lupa ya, diantara kita yang memegang buku nikah itu siapa?!" Anggun merengut, tidak punya kata-kata yang bisa ia lontarkan pada diriku. Aku pun berdiri dari duduk dan meninggalkan mereka di ruang makan. "Mas, kamu kok diam aja sih Mas? Kamu nggak sayang ya sama aku? Aku dihina sama dia Mas, dihina." Anggun mengadu, sayup-sayup aku masih bisa mendengarnya ketika pergi tadi. "Sudah kamu sabar dulu ya, nanti akan kucarikan apartemen yang bagus untukmu." Daniel mencoba menghibur mood Anggun yang berantakan karena aku. Jujur aku terkekeh dalam hati. Ini baru permulaan Mbak,cobalah dua atau tiga hari lagi, aku pasti akan membuatmu hidup dalam neraka yang sebenarnya. ** Sumpek mendengar selingkuhan suamiku teriak-teriak karena dua bocah kembarnya yang sulit diatur, aku memilih pergi ke sebuah restoran mahal di pusat kota. Dari ketiga sahabatku, aku memilih Dania untuk menemani kesendirianku siang ini. Sementara Daniel pergi ke kantor, aku sendiri mencari hiburan yang pastinya akan membebaskanku dari masalah hati yang tidak berkesudahan. "Bagaimana jus pomegranatnya? Enak nggak?!" Dania menatapku penuh minat saat aku sibuk menyedot jus itu dengan sekali sedot. Manggut-manggut, aku meletakkan gelas lalu menatapnya. "Enak kok, pas dengan harganya yang mahal." Kamu terkekeh bersama hingga akhirnya Dania menatapku lekat-lekat. "Apa apa? Tumben sekali kamu ngajak aku keluar siang-siang begini?" "Tumben? Masa sih?" Aku menatapnya heran sambil kembali menyedot jus di dalam gelas. "Iya, kamu ini seperti bukan Devi yang kukenal," ungkapnya sambil tersenyum. "Biasanya kamu seneng banget jadi istri teladan di rumah. Buat cemilan ini itu, coba resep ini itu, hingga cari-cari tutorial menghias kamar. Sebenarnya ada apa? Sumpah, kamu bener-bener berbeda." Aku tersenyum tipis, dengan roman wajah berbeda aku meletakkan gelasku di meja. Menatap hamparan piring yang sudah kosong, kami baru saja selesai menyantap dua buah kepiting merah yang besar dan sedap untuk dimakan. "Ada selingkuhan Daniel di rumah," jawabku sekenanya tanpa rasa malu. "Apa? Selingkuhan?" Dania terlonjak, ia menatap mataku jauh lebih tajam sekarang. "Maksudmu apa? Selingkuhan yang bagaimana?" Aku tersenyum lebar, menganggukkan kepala pada Dania. "Iya, selingkuhan. Jadi foto yang ditunjuk Pamela waktu itu benar adanya." "Foto? Pamela?" Dania terdiam sejenak, sepertinya ia mencoba mengingat-ingat soal foto kemarin. "Oh, foto Daniel sama cewek itu ya?" "Betul," anggukku mantap. "Wanita dalam foto itu adalah selingkuhannya. Tadi pagi mereka baru saja datang dan parahnya lagi Daniel mengijinkan wanita itu menginap di rumah kami untuk beberapa hari." "Apa?!" Dania masih saja terlonjak, ia lalu terkekeh. "Apa Daniel sekere itu hingga mencarikan apartemen lain saja tidak mampu? Kenapa harus di rumah kalian? Apakah dia sengaja ingin membuatmu panas?" "Entahlah, mereka yang tahu semuanya." Aku mengendikkan bahu, menatap jusku dengan tatapan hampa. "Satu lagi hal yang mungkin akan membuatmu tercengang Dania, dia pulang tidak hanya membawa selingkuh tapi juga anak kembar yang katanya buah hati mereka." "Apa?" Dania melebarkan mata, ia tiba-tiba memukul meja lalu menggeleng. "Gila, ini benar-benar gila! Lalu kamu bagaimana?" Aku mendongak, memandang mata Dania tak kalah tajam. "Aku baik-baik saja. Mereka kira aku akan hancur tapi tidak, aku tidak mungkin hancur semudah itu." Dania menganggukkan kepala, ia buru-buru meraih tanganku dan menggenggamnya. "Kamu sudah benar Dev, jangan sampai kalah dengan orang seperti itu. Aku yakin kekuatan istri sah jauh lebih kuat dari pelakor manapun." Aku mengulas senyum, membalas genggaman tangan Dania dengan lembut. "Tentu saja, aku akan melanjutkan rencanaku sebelumnya." "Rencana? Rencana apa?" Aku mengalihkan pandang, menatap kerumunan orang yang tengah makan di restoran yang sama seperti kami. "Kita lihat saja nanti, aku tidak mungkin kalah dari orang itu." Senyumku melebar lalu memandang Dania. "Sebagai istri sah, kami punya cara untuk mengusir mereka. Kamu ini tahu? Coba lihat saja nanti." **Bab 8. Pembalasan PertamaSebagai istri sekaligus penguasa rumah, keputusanku paling mutlak untuk didengarkan oleh seluruh penghuni rumah termasuk Bi Nani. Setelah tahu Daniel hendak pulang dari Bali, firasatku sama sekali tidak enak. Ditambah lagi cerita dari Riko dan juga kejutan yang bakal diberikan suamiku, membuatku harus menyiapkan antisipasi pada kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.Maka malam itu setelah pertemuanku dengan Riko sekaligus datangnya pesan berbau aneh dari Daniel, aku meminta Bi Nani untuk menyiapkan serangkaian rencana yang tentunya hanya kami yang tahu."Bi, Tuan sepertinya mau pulang besok. Hanya saja saya merasa ganjil dengan pesan yang dikirim tadi sore," curhatku pada Bi Nani. Ya, Bi Nani sudah kuanggap seperti bibi sendiri. Jika aku ada keluhan, wanita paruh baya itulah yang pertama kali akan menolongku."Pesan apa Nyonya? Kenapa ganjil?" Bi Nani tak paham, ia yang duduk di lantai menatapku dengan tatapan polos.Aku menarik napas, mencoba menceritakan apa
Bab 9. Bagai KutukanMengabaikan pesan singkat Daniel yang menyatakan aku tidak boleh mengusik kekasih hatinya, pulang dari restoran mahal aku pun bergegas membersihkan diri. Karena saat itu sudah sore, aku meminta Bi Nani untuk menghidupkan saluran air yang tempatnya bersifat rahasia dan tentunya hanya kami yang tahu.Setelah mandi dan keramas tubuhku terasa sangat segar. Aroma sabun greentea dan juga aroma sampo yang serupa cukup menenangkan pikiranku yang stres akibat Anggun dan juga anak-anaknya.Duduk di ruang tengah, aku membawa segelas air putih dingin dan juga majalah baru. Tak harus bekerja, saham-saham ayahku cukup membuatku bisa jajan dan foya-foya setiap hari.Mataku melebar saat mendapati ruang tengah itu penuh dengan benda mainan dari kedua bocah yang katanya anaknya Anggun, aku duduk tak berkutik untuk beberapa saat. Jujur emosiku langsung naik, aku tak biasa melihat rumah ini berantakan barang sejenak. Entah apa yang dilakukan ibun
Bab 10. Surat PembuktianAku memang polos tapi kepolosanku tidak separah yang dibayangkan Daniel selama ini. Dia kira dengan membawa Anggun ke rumah maka aku bisa bungkam dan menyerah begitu saja, oh tidak. Tentu saja aku akan mempertahankan buku nikah kita dan tidak akan pernah menukarnya dengan surat perceraian dalam bentuk apa pun.Aku sendiri juga tidak pernah menduga jika kedatangan Anggun ada manfaatnya juga. Ya, selain menyaksikan drama gratis setiap hari, ternyata aku cukup terhibur dengan pertengkaran mereka yang sayup-sayup selalu kudengar setiap waktu.Ah, emang enak. Siapa suruh menyepelekan istri sah, Anggun sendiri seolah mendekati bara api setiap kali berpapasan denganku.Malam itu aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Sebuah botol kemasan berisi air mineral menjadi favoritku setiap hari. Melewati ruang tengah, dapat kulihat Daniel dan kekasih hatinya tengah menonton film romantis dari masa ke masa.Tertegun sejenak
Bab 11. PersyaratanMelihat Daniel memalingkan muka dari hadapanku, sudah pasti aku tahu apa yang menjadi jawaban dia sekarang. Menggigit bibir, aku berbalik dan duduk di pinggir ranjang. Kedua tanganku menggenggam erat, kepiluan yang kurasakan terjadi lagi malam ini."Aku tahu, kamu tidak sudi memiliki anak bersamaku bukan?!" Aku menunduk, sakit memang mengetahui jawaban itu dari pikiran kita sendiri. "Demi Anggun dan kedua putrimu, apakah kau juga ingin menceraikanku?"Kini aku mendongak, sengaja memandang ke arahnya dan ingin tahu jawabannya. Coba kita lihat, jawaban apa yang akan Daniel berikan padaku malam ini."Aku tak tahu," desahnya pelan sambil menyugar rambut. "Perusahaanku masih membutuhkan banyak dukungan investor termasuk ayahmu."Dadaku sesak untuk yang kedua kalinya. Ya, bagaimana tidak sesak, dia mencintai Anggun tapi enggan melepas harta kekayaan ayahku. Benar-benar licik!"Jadi kau tidak ingin menceraikanku kare
Bab 12. Kedatangan Ayah dan IbuRencana kedatangan ayah dan ibu tentu saja membuatku terkejut, tidak habis pikir jika malam ini mereka akan datang secepat ini. Tentu saja aku tidak akan kelimpungan seandainya di rumah tidak ada wanita lain yang sedang menginap juga.Ekspresiku yang tampak bingung dapat dibaca oleh Riko, pria itu memperhatikan wajahku dengan seksama dan hati penuh tanda tanya."Ada apa Nyonya? Sepertinya kamu sedang bingung?" Riko memberanikan diri untuk bertanya, saking perhatiannya padaku sedari tadi ia juga tak kunjung memesan makanan.Aku menatap Riko sejenak, kepanikanku ini jelas sekali terbaca olehnya. Karena tak ingin memendam rasa bingungku sendirian, tak ada salahnya jika aku bercerita kepadanya bukan?!"Ayah dan ibu akan berkunjung malam ini, ada kemungkinan mereka akan menginap. Aku bingung, harus kukemanakan Anggun dan kedua anaknya," keluhku pada Riko yang terus saja menyimak ucapanku."Oh ya? Sebaga
Bab 13. Kado SpesialJarang-jarang ayah dan ibuku datang membawa hadiah. Sebagai pria yang tidak pernah kenal apa itu romantis dan sejenisnya, tentu saja aku terheran-heran sekaligus menebak-nebak kira-kira hadiah apa yang diberikan oleh ayahku. Mungkin itu tambahan saham? Liburan ke luar negeri? Atau sekedar jalan-jalan di wahana sekitar? Entahlah.Kini kami sekeluarga duduk di ruang makan. Bi Nani sudah sibuk sejak sore mengingat kedatangan orangtuaku di rumah. Sebagai pembantu yang dibawa ayah untuk melayaniku, tentu saja Bi Nani mendedikasikan hidupnya untuk melayaniku dan juga keluargaku.Tawa membahana di ruang makan, ayah banyak bercerita tentang hobi barunya kali ini. Setelah pensiun dari jabatannya di kantor, pria paruh baya itu ternyata menggilai bisnis bonsai. Ya, siapa yang tidak tahu bisnis itu. Jika berhasil, dalam sekejap saja orang yang menggelutinya akan jadi kaya raya."Lobsternya kelihatan sangat enak," puji Ayah saat melihat lo
Bab 14. Hubungan Tak SengajaTidak ada yang menyangka jika peristiwa langka itu bisa terjadi pada kami malam ini. Setelah dilanda gelora yang panas dan tidak mampu mengendalikan, barulah kami sadar ternyata pemicu dari semua ini adalah vitamin yang diberikan ayah dan ibu sehabis makan malam tadi.Nasi sudah menjadi bubur, ketika semuanya sudah berlalu yang ada hanyalah rasa canggung diantara kami berdua. Baik aku maupun Mas Daniel hanya bisa merenung, kami sama-sama tidak bisa menghindar dari nafsu yang melingkari kami beberapa waktu yang lalu.Bangun dari ranjang, kuraih pakaian yang berserakan di lantai. Sementara itu Daniel masih menutupi tubuhnya dengan selimut dan tertidur membelakangiku. Entah harus bahagia atau bagaimana, secara tidak langsung aku sudah mendapatkan hakku sebagai seorang istri di mata Mas Daniel. Sekarang aku sudah menjadi istri yang sah dan benar-benar sempurna di mata suamiku.Mengenakan kembali satu persatu pakaian yang t
Bab 15. SialPov DanielJujur, setelah kejadian tadi malam mendadak otakku konslet dan tak berfungsi sama sekali. Aku yang biasanya tegas dan cuek pada Devi kini merasa canggung bukan main. Jangankan berbincang cukup lama, sekadar memandang matanya saja aku seakan tidak kuasa.Ya Allah, kenapa peristiwa itu harus terjadi semalam? Sekarang aku bahkan tidak bisa menunjukkan wibawaku sebagai laki-laki.Devi memang cantik, sama cantiknya dengan Anggun. Tapi entah kenapa aku tidak bisa berpaling dari pesona Anggun, wanita yang sudah kupacari diam-diam sejak SMA dulu. Wanita berambut pirang itu sangat menggoda, jauh lebih menantang dibandingkan Devi si wanita kalem yang kini mendampingiku sebagai istri.Mungkin karena Anggun lebih lincah di atas ranjang, aku merasa Anggun adalah wanita satu-satunya yang kudamba di dunia ini. Hubungan terlarang kami pun terus berlanjut hingga dua bocah kembar itu hadir di dunia. Meski tidak memiliki surat resmi
Bab 54. FrustrasiPOV AuthorSetelah mendapatkan panggilan dari Devi, Riko yang kala itu masih lembur di kantor terpaksa mengakhiri pekerjaannya. Akhir-akhir ini waktunya banyak tersita hanya untuk menggantikan beberapa tugas berat dari Daniel. Mabuk cinta serta banyaknya masalah membuat Daniel tidak pernah lagi konsen pada pekerjaan dan itu yang membuatnya harus rela pulang paling akhir sendiri di kantor.Mendengkus pelan, Riko mematikan komputer. Jika tidak ingat ini adalah permintaan Devi, mungkin ia tidak akan pernah berbuat baik lagi pada seseorang yang jelas-jelas telah melukai Devi hingga begitu dalam.Ah, Riko menyandarkan punggungnya sejenak. Menghidupkan ponsel lalu menatap gambar yang menjadi wallpapernya sekarang. Ia tersenyum tipis saat wajah ayu itu terlihat disana, sayang dia hanya bisa mencicipi keindahannya tanpa bisa memilikinya.Mendengkus perlahan, Riko bangkit lalu mengantongi ponselnya di saku. Ia bergegas menuju ke cafe
Bab 53. PencerahanAku tidak ingin mengejar, itu yang kuputuskan dalam hidup. Tiga tahun berumah tangga dengan Daniel, hanya kepahitan yang selalu kurasakan setiap harinya. Kenapa saat itu aku bertahan? Karena mungkin aku bodoh, mencintai seseorang seolah tiada habis, mendambanya siang malam seperti Pungguk merindukan bulan. Nyatanya? Aku terluka sendiri dan nyaris lumpuh oleh pilihanku sendiri.Benar kata Bi Nani, jangan pernah tinggalkan sholat apa pun keadaanmu. Memperbaiki sholat sama halnya memperbaiki hidup. Pada awalnya aku bukanlah orang yang taat beragama, ibadah sering bolong-bolong dan hanya ingat saat senggang saja. Bi Nani mengajariku, bahwasanya hidup itu berputar. Apa pun yang terjadi pada diriku sekarang adalah bagian dari takdir. Aku tidak bisa mengubahnya melainkan dengan kekuatan doa.Berdoa pun aku tidak lagi meminta supaya Mas Daniel mencintaiku namun meminta supaya dadaku semakin dilapangkan dan keteguhanku semakin dibulatkan. Ya Rab
Bab 52. Buket BungaPOV DeviTernyata menjalankan sholat lima waktu tidak hanya mampu menstabilkan emosi dan suasana hati melainkan juga mampu membimbingku pada keputusan yang bijak. Ya, setidaknya dengan memiliki Allah aku tidak merasa sendiri dan cukup tenang dalam menghadapi badai hidup.Hari ini aku sudah bisa beraktivitas kembali, bekerja di toko perlengkapan bayi dan menjalani rutinitas tanpa halangan yang berarti. Sambil tersenyum, kuusap perutku yang masih datar dan membisikinya sesuatu."Hari ini jangan rewel ya Nak, kita mulai bekerja seperti biasa. Kamu akan menemukan hal baru di luar sana, Mama yakin kamu pasti akan menyukainya dan tidak akan sedih lagi."Setelah mengusap lembut dan membisikinya dengan merdu, kuraih tas tangan yang tergeletak di atas meja rias. Menatap penampilanku yang maksimal, aku ingin menjalani hari-hariku seperti dulu, hari-hari yang penuh keceriaan dan tidak ada duka yang menyelimuti.Turun dari ana
Bab 51. Sudah Berakhir"Sebenarnya ... Sebenarnya, dia ini saudaraku Mas. Jauh-jauh dari Bali untuk mengunjungiku dan juga keponakannya," ucap Anggun mencari alasan yang menurutnya tepat.Aku memicingkan mata, mengawasi gerak-geriknya yang menurutku memang mencurigakan."Aku belum memperkenalkan kamu dengan dia, maaf ya Mas udah menciptakan kesalahpahaman ini. Tapi bener kok, dia saudaraku dari Bali." Anggun mendekat padaku, tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di dadaku dengan manja. "Sudah jangan marah seperti ini. Semua ini salahku, aku yang tidak memperkenalkan kamu padanya.""Anggun!" Sandi menghardik, tak percaya jika wanita yang menjadi kekasihnya lima tahun terakhir tiba-tiba bersandiwara seperti itu. "Apa yang kau lakukan? Kau menjilat ludahmu sendiri hah?! Kau amnesia?"Anggun menegakkan kepala, memandang Sandi dengan tatapan bingung. Ia berpura-pura tak terjadi apa pun, mencoba tidak panik yang pada akhirnya justru menggiring dia pa
Bab 50. Ayah Kandung DenaPOV DanielTugasku belum selesai, setidaknya itu yang ada dalam pikiranku. Mendapati pesan dari Riko, semangatku yang pada awalnya padam kini berkobar kembali. Untuk mencari siapa ayah biologis Dena dan Della, kukerahkan sebanyak orang yang kutahu. Tak peduli membayar berapa, aku hanya ingin tahu kebenaran yang sebenarnya."Aku harus kembali," kataku pada Devi setelah tanpa sengaja menunjukkan rasa kerinduanku yang dalam pada wanita itu.Apa? Rindu yang dalam? Ah, sepertinya karena terlalu banyak masalah, aku menjadi tambah gila sekarang.Devi hanya diam, aku tahu dia lagi-lagi kecewa padaku. Untuk menenangkan hatinya, kembali kuraih kedua tangannya yang mungil dan berkulit putih bersih tersebut."Percaya padaku Dev, hingga masalah ini belum menemukan titik terang, aku tidak akan pernah melepaskanmu barang sedikit pun." Kupandang matanya yang bening namun memancarkan keindahan itu cukup lama, pesona yang
Bab 49. Jangan BerpisahPOV DeviTerus memikirkan Daniel bukan berarti aku lupa akan kesehatan diri, aku sadar dengan keadaanku yang ringkih ini, aku gampang sekali terserang penyakit. Satu-satunya solusi yang kuambil adalah memperbanyak minum vitamin dan juga berolahraga secara rutin.Jam menunjuk pukul tiga sore, waktu yang tepat untuk berolahraga dengan santai. Karena aku sedang berbadan dua, kuputuskan untuk mengambil yoga sebagai olahraga alternatif selama di rumah."Nyah, ada surat untuk Nyonyah." Bi Nani tergopoh-gopoh menghampiriku yang tengah duduk di atas matras dan melakukan gerakan yoga.Aku menoleh, menyeka peluh yang bercucuran dengan handuk yang terkalung di leherku. "Surat apa Bi?""Entahlah Nyah, tadi ada Pak pos datang membawakan amplop coklat ini. Katanya dari pengadilan," ucap Bi Nani dengan polos. Wanita paruh baya itu berdiri di sampingku sambil menyodorkan amplop.Aku mendongak, perasaanku sudah ti
Bab 48. Panggilan dari Pengadilan"Surat apa-apaan sih ini Mas? Kamu jangan ngada-ngada ya?! Mana ada. Kamu itu ayah kandungnya Mas, sudah deh percaya sama aku. Lagipula darimana kamu dapat surat kayak gitu hah? Surat itu hanya ingin memecah keharmonisan kita aja Mas," bantah Anggun sambil meremas kertas tersebut lalu memberikannya padaku. "Percaya sama aku Mas, kamulah ayah kandungnya.""Tidak, aku percaya dengan bukti ini. Anggun, katakan padaku yang sejujurnya. Siapa ayah Dena yang asli," tegasku sambil menyorot matanya dengan tajam."Mas, kamu ini kenapa sih?! Aku sudah bilang, kamu ini ayah kandungnya. Masa nggak percaya sih.""Nggun, surat ini tuh udah akurat. Aku sengaja mengetes sampel DNA Dena dua minggu yang lalu. Aku penasaran, kenapa Dena memiliki golongan darah yang berbeda dari kita.""Mas, jadi orang jangan picik-picik amat deh Mas. Coba kamu baca artikel atau tanya ke dokternya langsung. Golongan darah anak bisa saja berbe
Bab 47. Meminta KepastianPOV DanielDua Minggu ini aku menghilang, sengaja pergi dari kehidupan Devi karena memang aku memiliki urusan sendiri. Kurasa tidak apa-apa mengabaikan Devi sementara waktu toh dia wanita yang kuat dan tegar, ia tidak akan mungkin marah jika aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri.Setelah mengurusi operasi Dena, aku masih memiliki kepentingan yang hanya aku dan Riko yang tahu. Ya, aku diam-diam mengumpulkan helaian rambut Dena untuk kuuji DNA di rumah sakit lain. Tentu saja semua ini bersifat rahasia tanpa satu orang pun yang tahu kecuali Riko.Berawal dari rasa penasaran kenapa golongan darah kami berbeda, dari situlah aku memberanikan diri untuk mengetes DNA Dena dan memasukkannya ke laboratorium rumah sakit lain. Aku tidak ingin tindakanku ini dianggap gegabah makanya aku menyembunyikannya dari orang-orang.Aku mengabaikan segalanya hingga waktuku benar-benar senggang sekarang. Mengingat kandungan Devi terus ber
Bab 46. Salah PahamWanita diciptakan dengan segala keruwetannya, berkata tidak padahal ingin, pura-pura abai padahal ingin diperhatikan. Begitulah dengan diriku sekarang, Daniel kira aku bilang ingin cerai itu adalah sungguhan? Tidak, aku tidak betul-betul menginginkannya. Hanya saja pria itu salah memahamiku dan akhirnya benar-benar menceraikanku. Walau bagaimana pun nasi sudah menjadi bubur.Aku mendesah berat, setelah tahu Daniel membubuhkan tanda tangannya di atas kertas itu aku memilih untuk tidak mencari tahu akan dikemanakan kertas itu selanjutnya. Aku hanya akan menunggu surat panggilan dari pengadilan saja.Duduk termenung di dalam kamar, kulalui waktu-waktuku yang sepi hanya untuk menatap keluar jendela kamar. Jarang bicara bukan berarti aku tengah terpuruk sekarang. Hanya saja, terkadang orang memilih diam untuk melihat hal lain lebih jernih lagi.Aku tidak memikirkan apa pun, masalah toko perlengkapan bayi yang kubuka beberapa waktu l