Bab 14. Hubungan Tak Sengaja
Tidak ada yang menyangka jika peristiwa langka itu bisa terjadi pada kami malam ini. Setelah dilanda gelora yang panas dan tidak mampu mengendalikan, barulah kami sadar ternyata pemicu dari semua ini adalah vitamin yang diberikan ayah dan ibu sehabis makan malam tadi.Nasi sudah menjadi bubur, ketika semuanya sudah berlalu yang ada hanyalah rasa canggung diantara kami berdua. Baik aku maupun Mas Daniel hanya bisa merenung, kami sama-sama tidak bisa menghindar dari nafsu yang melingkari kami beberapa waktu yang lalu.Bangun dari ranjang, kuraih pakaian yang berserakan di lantai. Sementara itu Daniel masih menutupi tubuhnya dengan selimut dan tertidur membelakangiku. Entah harus bahagia atau bagaimana, secara tidak langsung aku sudah mendapatkan hakku sebagai seorang istri di mata Mas Daniel. Sekarang aku sudah menjadi istri yang sah dan benar-benar sempurna di mata suamiku.Mengenakan kembali satu persatu pakaian yang tBab 15. SialPov DanielJujur, setelah kejadian tadi malam mendadak otakku konslet dan tak berfungsi sama sekali. Aku yang biasanya tegas dan cuek pada Devi kini merasa canggung bukan main. Jangankan berbincang cukup lama, sekadar memandang matanya saja aku seakan tidak kuasa.Ya Allah, kenapa peristiwa itu harus terjadi semalam? Sekarang aku bahkan tidak bisa menunjukkan wibawaku sebagai laki-laki.Devi memang cantik, sama cantiknya dengan Anggun. Tapi entah kenapa aku tidak bisa berpaling dari pesona Anggun, wanita yang sudah kupacari diam-diam sejak SMA dulu. Wanita berambut pirang itu sangat menggoda, jauh lebih menantang dibandingkan Devi si wanita kalem yang kini mendampingiku sebagai istri.Mungkin karena Anggun lebih lincah di atas ranjang, aku merasa Anggun adalah wanita satu-satunya yang kudamba di dunia ini. Hubungan terlarang kami pun terus berlanjut hingga dua bocah kembar itu hadir di dunia. Meski tidak memiliki surat resmi
Bab 16. Pembalasan AnggunPOV DeviAku tersenyum puas, kukantongi kembali ponselku di saku rok panjang yang kukenakan lalu masuk ke dalam rumah. Kulihat Bi Nani sibuk membersihkan ruang dapur, tidak hanya itu ia juga terlihat memindah-mindahkan piring kotor ke dalam wastafel."Perlu saya bantu Bi?" tanyaku menawarkan bantuan. Kini aku berjalan menuju ke dapur, hendak membantu pekerjaan asisten rumah tangga yang belum juga kelar pagi itu."Ah, nggak usah Nyah. Saya bisa sendiri, ini tugas saya." Bi Nani tersenyum lebar, ia selalu merasa tidak enak setiap kali aku menawarkan bantuan kepadanya padahal aku sendiri gabut dan tidak memiliki kerjaan lain.Aku menghela napas, menatap sekeliling lalu duduk di kursi ruang makan. "Sekarang suasananya kembali tenang ya Bi. Wanita pirang dan dua anaknya itu sekarang tidak akan menambahi kerjaan Bibi."Bi Nani yang mencuci piring hanya tersenyum, "Iya Nyah, tidak ada keributan lagi. Suasana ke
Bab 17. Diam-diam Saja "Ada apa Dev? Siapa yang telepon?" Dania yang sedari tadi menatap ke arahku akhirnya melontarkan pertanyaan setelah panggilan usai. Tak hanya Dania, Pamela dan Ratih pun turut penasaran dengan apa yang baru saja kami obrolan. Tersenyum manis, aku memasukkan ponselku ke dalam tas tangan. Selain ponsel aku pun menyimpan surat undangan itu supaya tidak kelupaan. "Dari pelakor, Dan. Dia main ancam katanya malam ini Mas Daniel tidak akan pulang karena memilih tidur sama dia," jawabku dengan tenang. Meski sedikit gentar, aku sama sekali tidak takut dengan segala ancaman yang diarahkan kepadaku. Hanya seorang pelakor yang hidup dari belas kasihan suamiku, mana mungkin dia bisa berbuat macam-macam sama aku. "Memang perlu dikasih pelajaran itu orang," timpal Ratih mendadak geram. Wanita berambut panjang itu meninju kepalan tangannya pada telapak tangan yang lain. "Terus apa rencanamu Dev? Jika kamu tidak keber
Bab 18. Siapa Yang Menang?Aku paham Mas Daniel sama syoknya dengan diriku saat ini. Sebagai seseorang yang terkenal kalem, tidak sembarangan, bahkan terkesan hati-hati, apa yang kulakukan barusan sangat-sangatlah menyalahi norma.Ya, mungkin di benak Mas Daniel aku sedang ketempelan jin jalanan sehingga dengan begitu mudah melayangkan ciuman di siang bolong. Hanya saja, itulah sedikit usahaku agar Mas Daniel bisa mempertimbangkan aku sebagai istrinya juga. Jika Mas Daniel menyukai yang b*nal seperti Anggun, kenapa aku juga tidak bisa berbuat seperti dia?! Toh aku istri sahnya bukan?!Sekembalinya dari kantor, aku hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ya, seorang Devi mengambil inisiatif lebih dulu untuk mengambil isi hati sang suami. Ah, terdengar lucu sekali.Sesampainya di tempat parkir, aku melihat Riko tengah membawa setumpuk map yang aku yakini itu adalah laporan. Aku berhenti, menyapa Riko sambil melambaikan tangan ke arahnya."Mas Riko!" panggilku dengan mimik wajah sem
Bab 19. Salah TingkahDaniel tak segera menanggapi, aku tahu sepertinya ia keberatan dengan permintaanku kali ini. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, aku buru-buru menunduk dan menelan kekecewaanku sendiri.Tersenyum tipis, aku mulai memahami keadaan ini. Tidak mungkin bagi Daniel yang super sibuk mau menemaniku ke acara tidak penting seperti pertunangan itu. Mungkin beda cerita kalo Anggun yang meminta, mungkin Daniel akan langsung mengiyakan mengingat Anggun adalah cinta pertama sekaligus cinta berkesan bagi Daniel."Maaf, lupakan saja. Sepertinya kau tidak mau menemaniku," ucapku pelan sambil menyeringai malu. "Acara seperti itu tidak terlalu penting bagimu. Sekali lagi maaf, mungkin aku bisa datang sendiri atau bersama Mas Riko nanti."Mendengar nama Riko disebut entah kenapa pria itu mendongak. Ia memandangku dengan tatapan yang aneh dan sedikit berbeda. Entahlah, mungkin perasaanku saja karena terlalu berharap."Aku akan datang
Bab 20. Kedatangan Ayah yang MendadakSetelah membaca pesan ayah tadi malam, jujur aku tidak bisa tidur dengan tenang. Bahkan momen indah bersama Daniel tiba-tiba hilang begitu saja di dalam memori otakku. Ya, aku tidak benar-benar menikmatinya sekarang.Kini di dalam otakku hanya dipenuhi dengan beberapa kemungkinan yang terjadi. Apakah ada masalah di kantor? Apakah ini ada kaitannya dengan uang perusahaan yang sempat kublokir? Atau ... apa?Sungguh aku tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Sebelum subuh pun aku bangkit dari tidurku dan menuju ke dapur. Beruntung Bi Nani sudah bangun dan mulai memasak air di dapur.Aku menyapanya pelan sambil memberitahu perihal kedatangan ayah dan ibu pagi ini."Selamat pagi Bi," sapaku dengan lirih sambil mendekat ke arah lemari es. Mencari botol kemasan air putih dingin, aku lantas duduk di kursi ruang makan."Selamat pagi Nyah, kok sepertinya masih ngantuk? Mending Nyonya balik tidur saja, m
Bab 21. PertolonganKini semua mata tertuju pada Daniel termasuk aku. Aku berharap dalam hati bahwa Daniel akan tetap mempertahankan hubungan ini kendati ia tidak mencintaiku. Please, tolong Daniel katakan kamu akan tetap berada di sampingku sampai kapan pun."Saya ..." Daniel menunduk, ada kebimbangan yang terlihat di wajahnya yang tampan. Pria itu melirikku sejenak untuk meminta pertimbangan, aku menggeleng mengisyaratkan supaya ia tidak setuju dengan ucapan ayah."Terserah Devi saja Pak, saya hanya menurut. Bagaimanapun semua kisah ini putri Bapak yang mulai," ujar Daniel dengan pelan."Bedeb*h! Bagus ya kamu bilang begitu," tandas Ayah sambil menggebrak meja. "Sudah jelas kamu tidak akan mau melepas Devi. Kamu tahu, anakku adalah sumber uang bagimu. Iya kan?!"Daniel hanya menggigit bibir, ia tidak bisa membela dirinya sekarang. Apa yang dikatakan ayah ada benarnya, dia di kehidupan ini hanyalah menumpang. Tanpa diriku mana mungkin ma
Bab 22. Bimbang MemilihPOV Daniel"Karena Mas Daniel ... Mas Daniel adalah ayah dari janinku, Yah."Kau tahu bagaimana perasaanku setelah mendengar kata-kata itu? Tentu saja aku syok dengan pengakuan yang dibuat Devi. Walau aku tahu Devi hanya pura-pura dan berusaha untuk menyelamatkan diriku, entah kenapa ada perasaan kecewa sekaligus ada harap yang menyembul dalam dadaku.Apakah aku benar-benar berharap bahwa itu bukan rekaan semata dan menjadi nyata? Tidak, bangun Bodoh! Kamu sudah memiliki dua anak dari rahim Anggun. Kamu juga sudah mengklaim bahwa kamu hanya mencintai Anggun dan bukan Devi. Sadar bodoh, sadar!Pertarungan dalam hatiku bergejolak. Tak kubiarkan otakku bermain dengan fantasi liar yang membuatku rugi. Anggap saja aku berhutang budi pada Devi masalah ini, setelahnya mungkin tidak akan lagi.Melihat wanita itu berkorban untuk diriku kesekian kalinya, hatiku tentu saja teriris sakit. Tidak ada yang namanya pria m
Bab 70. Ayah BaruAku dan Riko kini akhirnya bisa hidup satu atap. Setelah pernikahan, aku diboyong dan tinggal di sebuah perumahan yang cukup luas dan nyaman. Meski tidak semewah yang dulu, aku merasa hidupku jauh lebih berbahagia.Perumahan yang sekarang adalah hasil keringat Riko sejak tiga tahun yang lalu. Beruntungnya aku hanya tinggal dan menempatinya saja.Kami bertiga hidup di perumahan itu, memiliki kebun kecil yang sering kutanami sayur mayur dan beberapa jenis bunga. Tak heran jika rumahku paling hijau sendiri dibandingkan rumah-rumah yang lain.Jarak dari perumahan ke tempat kerja Riko juga tidak jauh. Tak perlu memakai mobil, Riko lebih senang mengendarai motornya untuk pergi bekerja. Benar-benar hidup yang sederhana namun bahagia."Hallo Alvaro, sudah makan belum nih? Nih ayah belikan biskuit buat kamu," ujar Riko setiap kali pulang dari tempat kerjanya di restoran.Pria itu sangat penyayang, sering mengajak Alvaro main cilukba bahkan saat ia baru pulang kerja dan capek.
Bab 69. Aku Mengaku KalahHari pernikahan telah ditentukan, seluruh keluarga kembali berkumpul untuk mendiskusikan berbagai hal mulai dari wedding organizer, konsep pernikahan, souvernir apa yang akan mereka beri untuk tamu, hingga jenis hidangan yang akan mereka suguhkan nanti.Semua orang begitu ribut membahas hal ini, beda dengan diriku dan Riko yang hanya pasrah dan menunggu clear saja.Setelah melakukan banyak persiapan yang hampir disiapkan sebulan penuh, hari bahagia itu akhirnya sampai juga di depan mata. Kami menggunakan konsep adat Jawa dimana kami memang sama-sama keturunan orang Jawa.Pernikahan digelar di sebuah gedung yang besar, mewah, meriah, dan banyak tamu yang diundang. Tentu saja penikahan kali ini tak kalah semarak dari pernikahanku yang dulu. Hanya bedanya, dulu pasanganku adalah pria dingin yang sama sekali tidak berniat untuk membalas cintaku sedangkan saat ini, pria yang berdiri di sampingku adalah pria baik hati yang akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk
Bab 68. Kedatangan MantanMenahan napas beberapa detik, aku sadar jika kejadian seperti ini pasti bakal terjadi suatu saat. Ya, semenjak pisah dengan Daniel, aku memutuskan akur demi Alvaro. Akur di sini bukan berarti tidak ada lagi masalah, hanya saja aku memilih menghindar tiap kali bertemu Daniel.Pria itu akan datang beberapa bulan sekali untuk menjenguk Alvaro. Hanya Alvaro dan sama sekali tidak bertemu denganku. Bagaimana pun luka tetap saja luka, butuh waktu untuk benar-benar bisa menyembuhkannya."Ini bukan saat yang tepat Mas, aku masih bekerja." Aku mengucapkan alasan sambil menunduk, "mungkin nanti selepas dhuhur kamu bisa menemui Alvaro di rumah."Daniel menggeleng, tidak setuju dengan saran yang kuberikan."Tidak bisa, aku ada pekerjaan lain selepas dhuhur nanti." Daniel menolak ideku, matanya yang tajam kini memandangku, "aku bisa mengubahnya misal kau juga mau menemuiku nanti."Aku menelan ludah. Sulit rasanya menerima penawaran itu, selama ini setiap kali bertemu Alva
Bab 67. Lamaran"Iya, kamu jangan kaget." Ayah menepuk lenganku dengan lembut. "Ternyata Pak Effendi ini dulu temen perjuangan ayah waktu SMA. Kami punya hobi yang sama, sama-sama menyukai bonsai. Hanya baru akhir-akhir ini kami bertemu saat reuni sekolah."Ayah terkekeh, menggelengkan kepala sesaat. "Ternyata dunia ini tidak selebar daun kelor ya. Kukira siapa, ternyata kamu toh.""Dan yang lebih mengejutkannya lagi, si Devi ini sudah kenal Riko beberapa tahun belakangan. Bener-bener jodoh nggak sih Yah?" Ibu turut berbaur dengan perbincangan itu. Kedua keluarga saling terkekeh, berbagi kebahagiaan satu sama lain."Iya Pak, Bu, saya juga kaget ternyata ayah saya malah jauh lebih kenal keluarga ini ketimbang saya," ucap Riko dengan sopan. Pria itu sesekali melirikku yang tengah memangku Alvaro sambil tersenyum."Berarti memang benar-benar jodoh," timpal Pak Effendi mantap dan disambut tawa ceria yang lain."Oh ya Pak, Bu, silakan diminum dulu tehnya. Dimakan juga cemilannya," ucap ibu
Bab 66. Pernyataan Cinta"Ini?" Riko lalu mengalihkan pandangannya sendiri ke arah dekapannya. Ia lantas tertawa, "bukan. Ini keponakanku Dev. Anak dari kakak perempuanku, baru berusia sepuluh bulan.""Oh kirain anakmu," sahutku dengan wajah sedikit malu. Pria berkaos hitam itu hanya terkekeh sambil menimang-nimang keponakannya yang berjenis kelamin perempuan."Bukan. Aku masih single, belum memiliki istri apalagi anak," ujar Riko selaki lagi. "Oh ya, bisa kita ngobrol di sana nggak? Sambil minum kopi atau makan roti."Riko menunjuk pada salah satu stand yang menjajakan kopi dan juga roti. Aku menoleh ke arah yang ditunjukkan Riko, tanpa basa-basi aku pun langsung mengiyakan saja."Kamu pesan apa? Aku hari ini yang akan mentraktirmu," ujar Riko setibanya di stand itu. Sambil mendudukkan keponakannya di pangkuan, Riko begitu luwes ketika memomong bayi berumur sepuluh bulan tersebut."Terserah kau saja," jawabku tanpa keberatan. Riko mengangguk, ia lantas melambaikan tangannya pada penj
Bab 65. Siapa yang Lebih Munafik?POV DeviAku masih diam, saat ini aku nggak tahu harus bersikap bagaimana. Dengan kaki gemetar, aku melangkah untuk melihat bayi mungil tersebut dari dekat.Benar saja, kini terlihat jelas bagaimana wajah, dagu, alis, hingga warna kulitnya sama persis dengan Daniel. Aku menelan ludah, bagaimana pun aku benar-benar seperti ditusuk dari belakang oleh Daniel. Dia bilang nggak berbuat, dia bilang mungkin itu bayi orang lain tapi apa? Buktinya bayi ini bahkan amat sangat mirip dengannya. Memang, dosa akan bicara pada waktunya."Lihat Dev, bayinya mirip dengan Mas Daniel bukan?! Aku tidak berbohong. Aku memang hanya berbuat dengan dia seorang," ucap Anggun sambil menarik tanganku dengan lembut. "Tapi aku nggak tahu harus kukemanakan bayi ini. Mas Daniel terus saja mengelak, ia tidak ingin mengakui anak ini."Anggun mulai terisak, ada kesedihan di wajahnya kali ini. Sebagai seseorang yang sudah menjadi ibu, tentu saja aku tahu bagaimana perasaan Anggun saat
Bab 64. Bayi AnggunPOV AuthorDaniel tak bisa berkata-kata. Wajar jika Riko menyukai Devi, wanita itu sangat baik dan dermawan. Bahkan ketika ia disakiti selalu ada lautan maaf yang ia berikan. Kini, ketika Daniel mendapati kenyataan bahwa Riko juga menyukai Devi, Daniel tidak sanggup mengelak.Posisi pria itu makin terancam, ia tidak bisa bersaing dengan pria sebaik Riko. Sejauh ini hanya pria itulah yang benar-benar peduli pada Devi. Bahkan Riko mengaku jika ia tunduk dibawah kuasa Daniel bukan karena apa melainkan karena permintaan Devi sendiri kepadanya. Ya, saking cintanya Riko ia merendahkan harga dirinya dan membantu rivalnya dalam segala hal.Tertohok, tentu saja. Namun Daniel tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini kondisi rumah tangganya benar-benar berada di ujung tanduk. Karena hawa nafsunya, ia menanam benih pada orang yang salah dan pada akhirnya benih itu tumbuh dan kelak akan bersaksi atas perbuatan salahnya.Satu bulan berlalu, setelah ketahuan menyimpan foto-foto Devi
Bab 63. Penemuan FotoAlvaro, itu nama yang kuberikan pada bayi laki-laki yang kulahirkan beberapa hari yang lalu. Bermakna bijaksana, aku menyematkan harapan yang besar pada anak kesayanganku tersebut. Dilimpahi kasih sayang dari orang-orang terdekat, Alvaro adalah bocah yang penurut dan sangat manis.Setelah memandikannya dengan air hangat dan merawat pusarnya yang belum puput, kususui bayi itu agar tidak rewel dan lekas tertidur seperti sebelum-sebelumnya.Peranku cukup terbantu dengan adanya Bi Nani dan Ibu yang bahu membahu menggantikan posisiku ketika lelah. Mereka tidak membiarkan aku sendirian, selalu menemani dan mengobrol apa saja yang membuatku cukup terhibur dan tidak stres. Ya, Alvaro masih gemar begadang membuat kami bertiga harus bekerjasama untuk merawat bayi mungil berbobot dua setengah kilo gram tersebut."Apakah kau sudah minum susumu dengan baik?" tanya ibu saat mengecek vitamin yang harusnya kuminum pagi ini.Aku mendongak, mengalihkan perhatianku pada Alvaro yang
Bab 62. Tiba WaktunyaSetelah melakukan taruhan itu, aku dan Daniel memang tidak berdekatan satu sama lain. Aku sendiri juga heran, entah kemana perginya rasa cinta yang dulu pernah menggebu untuknya. Aku pun menikmati kesendirianku bersama orangtuaku di rumah yang lama.Seiring berjalannya waktu, kehamilanku telah menginjak usia sembilan bulan. Waktu yang sangat mendebarkan untuk menunggu anakku lahir ke dunia.Sepanjang itu banyak dukungan yang ditujukan kepadaku. Dania yang baru saja naik jabatan, mengirimi kami hadiah yang sangat mengesankan. Ya, sebuah dorongan bayi merek terkenal.Tak hanya Dania, Ratih dan Pamela pun memberikan kami hadiah yang tak kalah menarik. Kehadiran dan dukungan mereka benar-benar menjadi salah satu support sistem saat aku menjalani kehamilanku sendirian tanpa Daniel.Pagi itu aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Berjalan menyusuri taman atau bergerak apa saja guna memperlancar persalinanku nanti.Orangtuaku juga senang ketika aku bisa terpantau di r