“Apa semua sudah siap?” tanya Bu Darmi pada salah satu pria yang sedang bersamanya.“Sudah, Bu.” Jawab pria yang berkepala plontos kepada Bu Darmi.“Oh iya, Jang. Apa bapak sudah kemari?”“Sudah, Bu. Dari tadi, dan sekarang berada di dalam bersama dengan Mbak Siti,” jawab pria plontos itu.“Baiklah kalau begitu, sekarang saya masuk dulu. Oh iya jangan lupa minta orang-orangmu untuk berjaga di luar, dan jangan masuk kalau tidak saya suruh,” perintah Bu Darmi dengan nada suara yang tidak seperti biasanya aku dengar.Bu Darmi yang aku kenal biasanya sangat ramah dan suaranya sangat lembut, tapi sekarang terdengar sangat kasar dan juga ketus. Berbanding terbalik sekali, dan itu membuatku terheran-heran.Apakah ini sosok asli Bu Darmi?Setelah Bu Darmi dan dua orang yang bersamanya pergi, aku dan Aryo masih bersembunyi di tempat kami dan mengawasi Bu Darmi pergi, dan wanita tua yang masih cantik itu ternyata masuk ke dalam rumah yang aku lihat tadi.Sedangkan dua orang yang bersamanya tadi
“Apa yang tidak mungkin, Cempaka? Memangnya kamu mengenal siapa wanita yang mereka maksud?”“Aku sangat mengenalnya, Aryo. Dia wanita yang ada di kamarku ketika kamu datang,” jelasku.“Jadi wanita yang mereka maksud itu adalah wanita itu,” ucap Aryo terdengar sedikit terkejut.Aku hanya mengangguk menjawab Aryo. Karena pikiranku saat ini sedang kacau, dan yang ingin aku lakukan saat ini hanya menyelamatkan Sri saja. Sedangkan Mbak Siti, aku juga binggung harus bagaimana dengannya.“Aryo, apa kita juga tidak bisa menyelamatkan Sri?”“Apa maksudmu, Cempaka?”“Kalau aku memang tidak bisa menyelamatkan Mbak Siti, bisakah kita menyelamatkan Sri dari mereka dan Pangeran Dayu?”“Aku tidak yakin kita bisa melakukannya, Cempaka. Apalagi bila temanmu itu sudah mendapatkan baju kebaya dari wanita tua itu,” jawab Aryo sambil menatapku.“Baju kebaya? Apa maksudmu, baju kebaya putih seperti yang digunakan para pengantin, Aryo?”“Hmmm.”“Apa hubungannya baju itu dengan Pangeran Dayu, Aryo?”“Tentu s
“Ini tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi?” ucapku sambil berjalan mundur dengan pandangan kosong.“Apa yang tidak mungkin, Cempaka? Apa yang kamu lihat di depan? Ada apa dengan Mbak Siti?” tanya Sri.Aku yang masih sangat syok melihat Mbak Siti yang sudah menjadi mayat hanya menatap Sri tanpa bisa menjawab apa yang dia tanyakan. Karena bila aku memberitahunya, tentu saja Sri akan sama syoknya denganku bila tahu Mbak Siti meninggal dengan cara mengenaskan seperti itu.Benar-benar tidak bisa dipercaya, Mbak Siti yang tadinya masih baik-baik saja, kini meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu.Anehnya, mengapa mayatnya bisa berada di depan rumah dan ditemukan warga kalau Mbak Siti tadi sudah pulang lebih dulu dari aku? Apakah tadi Mbak Siti pulang tapi tidak masuk ke dalam rumah, ataukah?Bahkan untuk memikirkan bagaimana Mbak Siti bisa meninggal seperti itu saja sudah membuat bulu kudukku berdiri. Apakah itu karena ulah Bu Darmi dan orangnya ataukah pengeran ular itu?Be
“Ada apa, Cempaka?” tanya Bu Darmi yang ada di sampingku.“I –itu, Bu. A –ada ular,” jawabku masih sambil menatap mayat Mbak Siti.“Ular? Ular apa maksudmu, Cempaka?”“Itu di mayat Mbak Siti ada ular, Bu Darmi.”Bu Darmi yang ada di sampingku lalu membuka kain yang menutupi tubuh Mbak Siti. Tapi begitu kain yang menutupi tubuh Mbak Siti di buka, ular yang aku lihat tadi sudah tidak ada.“Mana ular itu? Kemana dia pergi?” gumamku masih sambil mencari keberadaan ular yang tadi aku lihat.“Tidak ada ular di tubuh Siti, Cempaka? Memangnya kamu tadi meliah ular itu di mana?”“U –ular itu tadi ada di atas dada Mbak Siti, Bu Darmi. Bahkan ular itu juga melilit leher Mbak Siti,” jelasku.“Mungkin kamu berhalusinasi, Cempaka. Tidak ada satu ekor pun ular di atas tubuh Siti, dan tidak ada juga yang melilit lehernya,” ucap Bu Darmi.“Iya, Mbak Cempaka. Tidak ada ular di atas tubuh Mbak Siti,” tambah salah satu warga.“Tadi ada, Bu. Saya melihatnya sendiri,” jawabku berusaha meyakinkan semua oran
Aku yang terkejut melihat kebaya yang ada di tanganku saat ini kemudian membukanya dan melihatnya secara teliti. Ternyata kebaya yang aku pegang saat ini sama dengan kebaya milik Mbak Siti yang aku lihat waktu itu.Apakah itu artinya Mina tahu bahwa Mbak Siti akan dijadikan tumbal oleh Bu Darmi, ataukah Mina juga diberi kebaya yang sama seperti milik Mbak Siti oleh Bu Darmi?Karena tidak ingin hanyut dalam pikiranku sendiri, aku akhirnya membawa kebaya yang ada di tanganku saat ini dan mencari Sri dan Mina kembali.“Aryo, apa kamu ada di sini?” panggilku ketika aku keluar dari rumah dan menuju hutan di mana Mbak Siti pergi sebelumnya.Karena tidak mendengar atau menemukan Aryo di sekitar hutan. Aku lalu menerus melangkahku menuju rumah yang ada di hutan ini. Tapi ketika aku sampai di dekat rumah itu, rumah itu terlihat sepi dan tidak ada yang menjaga seperti sebelumnya ketika aku melihat dengan Aryo.“Mina, Sri, kalian di mana? Ap
“Itu apa, Aryo? Cepat katakan kepadaku!” ucapku sedikit memaksa Aryo. Karena aku sudah sangat penasaran bagaimana dia bisa tahu tentang hal itu.“Sudahlah, Cempaka. Kita tidak perlu membahas dari mana aku tahu hal itu. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah berkemas dan pergi dari desa ini secepat mungkin,” jawab Aryo.“Tidak akan! Aku tidak akan pergi sebelum kamu memberitahuku dari mana kamu mendapatkan berita itu, Aryo. Bisa saja kamu sengaja mengarang cerita itu agar aku tidak membantu Mina dan Sri,” tolakku tak mau kalah dengan Aryo.“Terserah apa katamu, Cempaka. Aku sudah memperingatkanmu. Jadi bila terjadi apa-apa, jangan memanggilku lagi. Karena mulai detik ini aku tidak bisa membantumu lagi bila Pangeran Dayu sudah turun tangan sendiri,” tegas Aryo.Aryo kemudian pergi setelah mengatakan hal itu, dan tidak menoleh lagi ke arahku.“Aryo, tunggu!” teriakku sambil mengejar Aryo.Aryo masih saja mengacuhkanku, dan itu membuatku kesal sekaligus menyesal.“Aryo, berhenti!” bentak
Aku yang sedang memasukkan baju ke dalam tas langsung menghentikan apa yang sedang aku lakukan, dan meminta Risma untuk masuk ke dalam kamarku.“Ada apa, Risma? Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?” jawabku sambil membereskan kembali pakaianku dan tasku, lalu meletakkannya kembali ke dalam lemari.“Apa kamu akan pergi, Cempaka?” tanya Risma yang masih berdiri di depan pintu, dan itu membuatku terdiam.Risma kemudian bertanya sekali lagi kepadaku apakah aku akan pergi, dan aku tidak tahu harus menjawab apa. Karena bila aku mengatakan iya, maka Risma akan tahu kalau aku memang akan pergi dari tempat ini, dan itu artinya aku melanggar janjiku kepada Aryo.Untuk beberapa saat aku diam memikirkan jawaban apa yang akan aku katakan kepada Risma, dan aku memilih untuk berbohong sekali lagi.“Tidak, Risma. Aku hanya sedang menyimpan pakaian yang diberikan Mbak Siti kepadaku saja. Karena aku tidak sanggup untuk melihatnya, ka
Tanpa menunggu persetujuanku, Aryo langsung menarikku dan membawaku menjauh dari kerumunan orang yang sedang berkumpul di rumah Bu Darmi.“Memangnya ada apa, Aryo? Mengapa kita tidak bisa berada di sana? Apa ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu? Apa dia berada di sana?”“Bukan dia yang ada di sana, Cempaka. Tapi orang suruhannya yang datang, dan aku tidak tahu apa tujuan orang itu datang ke tempat itu.”“Tapi bagaimana kamu bisa tahu, Aryo? Apa kamu melihatnya sendiri?”“Apa kamu sudah lupa siapa aku sebenarnya, Cempaka? Wujudku sekarang memang manusia seperti kalian, tapi bukan berarti aku tidak bisa mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui.”Apa yang Aryo katakan memang benar, dan aku selalu saja lupa siapa Aryo sebenarnya bila sudah seperti ini. Siapa akan mengira pria tampan di depanku ini bukan manusia seperti kami?Parasnya yang tampan dengan tubuh yang tegap sebagai manusia, membuatku terlihat seperti seorang pangeran atau putra bangsawan.“Sekarang lebih baik kita sege