"Tante, tidak perlu seperti ini. Aku gak ingin repotin Tante lagi. Selama ini Tante sudah banyak membantu keluarga kami. Tan, aku permisi dulu ya."
"Tunggu, Key!"
Keysha menghentikan langkahnya.
"Tante ingin ketemu sama Cinta, boleh kan?"
"Boleh, Tante. Ayo!"
Nadia menggamitku, mengikuti langkah keponakannya. Tak jauh dari tempat parkir Rumah Sakit, terlihat Cinta tengah digendong oleh ayahnya.
"Sayang, coba lihat siapa nih yang dateng bersama bunda?" ujar Keysha pada putrinya. Ia meraih Cinta dari gendongan sang suami.
"Hallo Cinta, ya Allah lucu banget, makin menggemaskan aja nih!" seru Nadia.
Kulihat Rizki menatapnya tak biasa. Aku tahu, lelaki itu pasti masih menyimpan perasaannya pada sang istri. Keysha, Nadia dan Cinta sedang bercengkrama bersama.
Aku berjabat tangan dengan Rizki. "Bagaimana kabarmu?" tanyaku.
"Aku baik Hasbi, Keysha yang memang sedang sakit. Kalian sendiri gimana? Sehat? Kenapa
"Mas, kau tidak apa-apa?" Andin mengulangi pertanyaannya. Ia mendekat ke arah Hasbi. Lelaki itu hanya memegangi kepalanya."Nadia ..." racaunya. "Nadia, kau kah itu?" Kesadaran Hasbi mulai luntur. Ia sudah tak bisa berpikir jernih.'Dalam kondisi seperti ini pun kau masih memikirkan istrimu yang udik itu? Hah! Menjengkelkan sekali!' gerutu Andin."Iya, Mas. Ayo kita pulang," ucap Andin."Ah iya, ayo kita pulang. Aku sudah kangen banget sama kamu Nadia," racau Hasbi lagi.Ia mulai memapah pria itu yang berjalan sempoyongan, bahkan tak bisa menopang dirinya sendiri.Andin memesan kamar hotel yang lokasinya tak jauh dari Cafe Clarissa. Ia membaringkan pria itu di ranjang yang begitu empuk dan istimewa, dengan sprei dan bedcover warna putih.Ia menyeringai puas. Usahanya mencampur minuman Coca-Cola dengan Vodka membuahkan hasil. Hasbi langsung mabuk berat."Dasar kau jadi pria polos sekali! Apa kamu tak pernah mengalami ini s
Nadia begitu khawatir saat melihat kondisi sang suami tidak baik-baik saja. "Terima kasih Pak, sudah mengantar suami saya." "Iya, sama-sama Mbak. Kalau begitu saya permisi." Nadia langsung memapah sang suami masuk ke dalam rumah. "Mas, apa yang terjadi, kenapa kamu bisa seperti ini? Kenapa kamu mabuk-mabukan, Mas?" "Hmmm ... Nadia, aku rindu. Aku rindu padamu. Setiap hari setiap waktu aku selalu merindukanmu, Nadia. I love you, sayangku." Nadia menggelengkan kepalanya perlahan mendengar racauan sang suami. Tapi ia juga tersenyum, di saat mabuk seperti ini pun, ia menggodanya. "Ini tidak seperti kamu, Mas. Kamu gak pernah mabuk-mabukan. Kenapa hari ini kau mabuk? Itu kan haram dalam agama kita. Kenapa kau lakukan ini, Mas? Kenapa tidak menolak saja saat partner bisnismu menawari minum?" Bagaimana pun juga Nadia masih tak percaya terhadap apa yang dilakukan sang suami. Tiba-tiba saja Hasbi memuntah
Ketegangan yang sempat terjadi antara Hasbi dan Nadia kini bisa mencair kembali. Hasbi sangat menyayangi Nadia, begitupun sebaliknya. "Sayang, Mas berangkat ke kantor dulu ya. Jaga baik-baik dirimu dan bayi kita," pamitnya seraya mencium kening sang istri. Nadia mengangguk, tersenyum. "Hati-hati di jalan, Mas," ujarnya melambaikan tangan saat mobil sang suami mulai menjauh. Wanita itu masuk ke dalam kamarnya kembali dan melihat dua buah map tergeletak di meja kerjanya. "Bukankah ini dokumen penting untuk meetingnya hari ini, kenapa bisa ketinggalan?" Ia memeriksanya sebentar. Benar saja, dokumen itu yang ditunjukkan oleh Hasbi tadi malam. Dokumen yang sangat penting baginya. "Dia pasti terburu-buru tadi sampai lupa memasukkan ini ke dalam tasnya." Nadia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Menghubungi sang suami, tapi berulang kali tak menyahut. Mungkin karena dia fokus di jalan. Wanita itu berlalu ke
Usai mengancam Nadia, Andin melenggang pergi tanpa rasa bersalah. Meninggalkannya sendirian. Nadia merintih kesakitan, ia mencoba bangkit walaupun perutnya kesakitan. Tapi nyeri hebat di perutnya tak bisa ia tahan. Sementara di dalam ruangan direktur, Hasbi terlihat begitu cemas. Ia menelepon bagian resepsionis apakah wanita berhijab biru itu sudah keluar dari kantor atau belum. "Belum Pak, Bu Nadia belum keluar dari kantor." Jawaban sang resepsionis membuatnya resah. Hasbi keluar dari ruangannya dan menuju ke meja sang sekretaris. "Kau tahu istriku ke arah mana?" "Istri bapak yang pakai jilbab biru?" "Iya." "Saya lihat tadi ke toilet, Pak. Tapi sampai sekarang belum keluar, Pak." Hasbi mengepalkan tangannya dan meninjunya ke udara. Ia langsung berlari ke arah toilet. Membuka pintu dengan kasar dan mendapati istrinya tersungkur. Darah merembes dari bagian bawahnya. "Astaghfirullah Nadia!" pek
Hasbi memasuki ruangan, usai Keysha pergi meninggalkannya. Ia melihat istrinya kembali berbaring."Nadia ..." sapanya pelan.Wanita itu menoleh. Hasbi tersenyum melihatnya. Mungkin setelah bercerita dengan keponakannya hatinya menjadi lebih baik."Nadia, makan dulu ya. Ini makananmu masih utuh. Perutmu harus diisi lho, biar ada tenaga. Biar cepat sembuh."IPNadia mengangguk. Ia memandang sang suami dengan tatapan entah. Seolah meminta kepastian dan juga pengharapan.Hasbi tersenyum, mengambil piring berisi makanan itu dan menyuapi istrinya. Mereka hanya saling pandang. Sesekali Hasbi tersenyum memandang Nadia yang tampak begitu kuyu. Wajahnya pucat pasi."Mas, kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nadia, lama-lama dia malu sendiri saat pandangan sang suami tak pernah lepas darinya."Kamu cantik," puji Hasbi.Nadia mencebik kesal. Ia merasa sang suami tengah merayunya. "Jangan ngerayu aku, Mas. Kamu cuma ingin membuatku ter
Nadia sudah tenang kembali. Tertidur dengan damai. Wajahnya begitu pucat. Mungkin selama beberapa hari ke depan ia akan berada di Rumah Sakit untuk masa pemulihan.Hasbi menghubungi Mbak Sarni agar dia bisa bergantian menjaga Nadia di RS. Sementara Zikri biar Mak Piah dan beberapa karyawan Nadia yang lainnya yang mengurus.Keesokan paginya, Mbak Sarni datang ke Rumah Sakit."Mbak, aku titip Nadia dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku ya.""Baik, Mas.""Oh iya, jangan biarkan siapapun masuk selain suster dan dokter ya.""Iya, Mas.""Pokoknya jangan tinggalin Nadia sendirian. Kalau Mbak Sarni ingin keluar mencari makan, titipkan sama suster ya. Jangan biarkan ada orang asing masuk ke sini.""Iya, Mas."Hasbi pun mengangguk, walaupun ia tak tega meninggalkan Nadia bersama orang lain, tapi bagaimanapun juga ia masih pun
"Zikri hilang Mas.""Apa? Hilang? Kenapa bisa?""Maaf Mas, tadi Mak ambil minum ke belakang, tiba-tiba Zikri gak ada.""Mak, jangan bercanda. Di sana ada banyak orang, masa iya gak ada yang bisa jagain Zikri sebentar saja?""Mak mohon maaf mas, semuanya sibuk bekerja karena banyak pesanan, jadi tidak memperhatikan Zikri kemana ..."Hasbi frustasi ia mengepalkan tangannya dan meninju udara. Panggilan itu ia tutup begitu saja.Nadia mendongak, mendengar percakapan suaminya di telepon. Dadanya berdegup dengan kencang. Matanya mulai berkaca-kaca."Mas, apa itu benar?" tanya Nadia."Kau tenang ya, Nadia. Bisa saja Zikri sedang mainan tapi Mak Piah gak lihat. Aku akan memastikannya di rumah.""Aku ikut pulang, Mas.""Jangan sayang, kondisimu lemah begini. Tetap di sini ya. Berdoa saja, Zikri cepat ketemu.""Mas, tapi--""Nadia, aku tahu kamu khawatir. Tapi tolong tetap tenang ya.
Perempuan yang sudah sepuh itu terisak mendengar majikannya marah-marah. Baru kali ini ia menyaksikan langsung Mas Hasbi marah besar. Itu semua akibat keteledorannya."Iya Mas Hasbi, ini salah emak. Mak dah teledor gak bisa jagain Dek Zikri," balas Mak Piah dengan nada tergugu.Hasbi kembali menghela nafasnya dalam-dalam."Mas, apa jangan-jangan Dek Zikri diculik?" celetuk salah seorang karyawan Nadia.Diculik. Ya, benar saja. Apalagi seseorang pernah mengancamnya, kalau ada sniper dan mata-mata yang mengawasi keluarga Hasbi."Sial! Aku kecolongan lagi!" pekiknya. Tanpa berpikir panjang, Hasbi segera pergi menemui Andin. Ya, hanya dia satu-satunya wanita yang tengah gencar meneror keluarganya. Posesif dan ambisinya memiliki Hasbi membuatnya hilang akal.***Berdasarkan informasi dari kantor tempatnya bekerja, Hasbi mendapatkan tempat tinggal Andin. Ia menemui Andin di apartemennya saat ini.Pintu terbuka, da
"Nadia ... dingiiiin ..."Nadia panik, ia langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh sang suami agar tak kedinginan. Ia pun berlalu ke belakang, mengambil air panas di baskom dan juga handuk kecil untuk mengompres kening sang suami.Setelah hampir dua puluh menit, rasa dingin mulai mereda. Hasbi bangkit, kepalanya terasa begitu pening dan berputar-putar."Mas, kamu sudah mendingan? Sudah gak dingin lagi?"Hasbi mengangguk. "Iya tapi pusing banget.""Masih kuat kan buat sholat?""Masih sayang.""Ini diminum dulu air hangat, Mas. Biar badanmu hangat.""Makasih, Dek." Hasbi meraih gelas air minum itu lalu meneguknya pelan. Nadia membantunya meletakkan gelas di meja."Ya sudah sekarang sholat dulu. Aku buatin bubur buat kamu ya, Mas."
Nadia berkaca di depan cermin riasnya. Dia berputar-putar sejenak, melihat pantulan dirinya di depan cermin."Mas, kayaknya aku gendutan deh, nih lihat lemak di perut gak ilang-ilang!" ujar Nadia sembari memanyunkan bibir.Hasbi tersenyum dan menghampirinya. Memeluk tubuh sang istri dari belakang.“Gak papa kok kamu gendutan, hatiku masih muat tuh buat kamu.”"Iiih, berarti beneran dong aku gendut!" cebik Nadia kesal."Sayang, di perutmu ini kan sudah lahir buah cinta kita. Dia tumbuh di rahimmu selama sembilan bulan lamanya, ya wajar saja kalau perutmu sudah gak kayak dulu lagi.""Tapi kan--""Sssttt ... Aku akan menerima kamu apa adanya sayang. Tak peduli dengan perubahan bentuk fisikmu, aku tetap mencintaimu."Kecupan lembut kembali mendarat di puncak kepala Nadia. Nadia mengulum senyum. Merasa berarti dengan perhatian yang suaminya berikan."Yakin kamu gak akan berpaling meskipun aku berubah g
Mobil mereka memasuki kawasan wisata Pantai Tanjung Lesung yang terletak di Pandeglang, Banten. Waktu yang ditempuh sampai ke lokasi hampir menghabiskan waktu 3,5 jam.Satu persatu dari mereka turun dan meregangkan otot tubuhnya. Lalu beranjak menuju ke homestay yang sudah direservasi oleh Hasbi satu hari sebelumnya.Terlihat wajah-wajah yang riang dan gembira, untuk berlibur melepaskan rasa penat karena aktivitas.Begitu pula dengan Nadia dan anak-anak, mereka masuk ke dalam villa yang spesial dipesankan oleh Hasbi."Bunda, ayo kita main ke pantai!" ajak Cinta. Dia menarik tangan Nadia untuk beranjak bangun."Iya, sebentar sayang. Istirahat dulu di sini ya.""Bunda, aku mau main pasir putih," sahutnya lagi."Iya sayang. Sebentar, bunda ganti baju dulu nih biar santai.""Yeayy asyiiikkk ..." Zikri dan Cinta saling ber-tos ria, berjingkrak senang seperti tak ada lelah."Panas-panas mau main di pantai?" tanya Hasbi.
"Hei ... kalian habis dari mana saja, Sayang?" sambut Hasbi ketika sampai di rumah.Dua bocah kecil itu menghambur ke arahnya. Memeluknya dengan sangat erat dan antusias."Ayah, aku dapet ini!" seru Zikri seraya menunjukkan boneka Frog ke ayahnya."Aku juga dapat ini, Yah!" timpal Cinta sembari menunjukkan boneka beruang miliknya."Bunda hebaaat ... Bunda bisa ambil ini di permainan capit boneka," puji Zikri lagi."Wah, bunda kalian memang hebat ya," sahut Hasbi menanggapi dua bocah kecil itu.Nadia tersenyum melihat celotehan mereka.Rasanya bahagia, kebahagiaan yang sederhana."Nah, sekarang kalian mandi dulu ya, udah sore. Mak Piah dan Mbak Sarni akan memandikan kalian.""Yeaaay ... Horeee ...!"Dua bocah kecil itu berlarian ke dalam. Nadia dan Hasbi ters
"Mas, aku dengar kabar kalau katanya jenazah Andin mengeluarkan bau tak sedap bahkan kejadian-kejadian aneh lain saat di pemakaman."Hasbi menoleh ke arah istrinya. Menghentikan aktivitasnya yang tengah memeriksa pekerjaan di laptop. Memang benar, desas desus berita tentang kematian Andin santer terdengar."Aku gak nyangka wanita secantik dia harus mengalami kejadian mengenaskan seperti ini.""Sssttt ... Jangan dibicarakan lagi. Itu adalah aib. Kita lupakan saja. Doakan yang terbaik untuk almarhumah.""Iya, Mas. Maaf.""Iya, tak apa. Aku tahu kok perasaanmu. Mulai sekarang kita fokus sama kehidupan kita saja ya, yang berlalu biarlah berlalu."Nadia mengangguk."Ambil hikmahnya saja, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, baik maupun buruk."Nadia tersenyum dan langsung mem
" ... Musibah kebakaran terjadi di kawasan elit tengah kota xxx ... Melanda kawasan apartemen mewah. Sementara, penyebab kebakaran diduga karena korsleting listrik, petugas polisi sedang menyelidiki kasus ini ... Seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun menjadi korban meninggal atas tragedi kebakaran petang tadi ..."Sebuah tayangan televisi menampilkan berita kebakaran hebat yang cukup memprihatinkan."Mas, kamu kenapa?" tanya Nadia saat menghampirinya dan memberikan segelas teh manis hangat untuk sang suami."Ada berita kebakaran di tengah kota, Dek." Kedua mata Hasbi masih belum terlepas dari layar benda datar itu.Nadia menoleh dan melihat tayangan berita di televisi."Seorang korban sudah berhasil diidentifikasi, nama Andin Yozita 28 tahun, berprofesi sebagai staff kantor, menjadi korban tewas dalam insiden kebakaran kali ini."Nadia dan Hasbi saling berpandangan."Mas, apa yang dimaksu
Praaannkk ....!! Wanita itu memecahkan barang-barang di sekitarnya. Rasa amarah, dendam, benci yang tak berkesudahan menguasai hatinya."Semua gara-gara kamu, Nadia! Semua gara-gara kamu!!" teriaknya geram.Hari itu setelah kondisi badannya kembali fit, dan sembuh dari alergi, ia menyelidiki siapa pengirim paket misterius itu hingga mendapatkan informasi kalau pengirimnya adalah Nadia."Kau benar-benar licik, Nadia! Awas saja, aku akan membalasnya lebih menyakitkan!"***"Maaf Andin hubungan kita, kita sudahi sampai di sini," pungkas Roy dengan raut wajah serius."Kenapa? Kenapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak, Mas?"Roy hanya tersenyum masam. "Tanyalah pada dirimu sendiri, kau berhubungan tak cukup dengan seorang laki-laki, padahal selama ini aku sudah memenuhi semua kebutuhanmu, gaya hidupmu, aku menanggung semuanya. Tapi hatimu justru kau berikan pada pria lain.""Pasti bukan itu saja alasannya!"
"Mas, kenapa bisa seperti ini?""Aku gak tau Nadia, saat pulang ke rumah aku menemukannya pingsan di halaman belakang, Cinta menangis gak jauh dari tempat ibunya terjatuh.""Ya Allah ..." Mendengar ucapan mantan suaminya, tanpa terasa kedua mata Nadia kembali menitikkan air mata, ia merasa sangat iba."Apa Keysha tidak mengeluh apa-apa?""Tidak, dia cuma bilang pusing. Tapi dia juga bilang tak ingin merepotkanku ataupun kamu. Aku yakin dia berusaha sekuat mungkin menyembunyikan rasa sakitnya."Nadia menghela nafas dalam-dalam. Ia tak menyangka keponakannya pergi begitu cepat."Oh iya, Mas Rizki, Cinta mana?"Rizki tergagap. "Ah tadi dia diajak sama suster."Nadia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mas, aku cuma mau bilang kamu yang sabar ya. Aku tahu ini berat, tapi ini semua sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa.""Iya, terima kasih Nadia.""Mas, aku cari Cinta dulu. Biar kuambil dari perawat."
Rizki sudah membeli buket bunga mawar untuk diberikan pada istrinya. Ya, hari ini Keysha ulang tahun. Dia akan memberikan sedikit kejutan untuknya. Kasihan wanita itu, selama ini harus ikut bersusah payah dengan kondisi mereka.Rizki bersiul-siul riang, biasanya kalau sore-sore begini, Keysha menunggunya di teras sambil bermain dengan Cinta, buah hati mereka.Lelaki itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Kenapa sepi sekali? Batinnya bertanya-tanya sendiri."Keysha? Cinta? Kalian dimana?" panggil Rizki. Lelaki itu mencari ke setiap sudut rumah, tapi tak ia temukan mereka dimanapun."Kemana mereka?"Samar-samar terdengar suara anak kecil menangis. Rizki menajamkan pendengarannya. Jangan-jangan itu Cinta?Gegas, dia lari ke belakang. Suara tangisan Cinta terdengar makin kencang. Dari kejauhan ia melihat sosok anak kecil sedang menangis di antara rimbunnya rerumputan."Astaghfirullah hal adzim. Cinta!" teria