Beranda / Romansa / PENYESALAN SEORANG LELAKI / Anak yang Tak Diinginkan

Share

Anak yang Tak Diinginkan

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lelaki itu sedang mengerjakan tugas kuliahnya, ia harus fokus sebab tak lama lagi akan ada ujian akhir. Semua harus selesai tepat waktu, agar pernikahannya bersama Amel bisa segera ia umumkan. Namun, pintu kamarnya diketuk, tanpa izin darinya Bu Inah masuk dan melemparan foto-foto mesra di ranjang Dika begitu saja. Foto putranya bersama seorang gadis dalam balutan jas hitam dan yang wanita menggunakan kebaya.

“Mama sudah tahu?” tanya lelaki itu. Ia tak berani memandang mata wanita yang melahirkannya.

“Dia siapa? Iya, baru Mama saja yang tahu, Papa belum. Bisa kamu bayangkan kalau Papa tahu dan menarik semua fasilitas yang sudah diberikan. Kamu akan hidup miskin tanpa mobil, motor, ponsel dan uang. Didepak dari kantor, dicoret dari daftar penerima harta warisan. Dan kamu bukan anak kami lagi.” Tegas Bu Inah. Ia tak pernah main-main dengan perkataannya. Apalagi jika sudah suaminya yang berkata-kata langsung.

“Ma, apa salahnya Dika menikah?”

“Tidak salah asal calonnya atas persetujuan kami. Gadis dalam foto itu apa Camelia, anak haram yang gak jelas siapa bapaknya?” Bu Inah menebak dengan jitu. Dika hanya mengangguk saja, tak ada lagi yang bisa ia sembunyikan. “Memalukan keluarga kamu ini. Cepat kamu ceraikan dia, masalah ini hanya kamu dan Mama yang tahu.”

“Tidak bisa, Ma. Amel hamil anak Dika, sebentar lagi dia akan melahirkan, cucu Mama juga. Tolong pengertiannya, Ma.” Lelaki itu memelas, ia seperti kucing yang kehilangan makanan di depan mata, tak berdaya di hadapan harimau betina yang sedang lapar.

“Kamu pikir keluarga Sinta akan terima kamu seperti ini. Kamu pikir papa kamu mau kehilangan kontrak kerja sama yang sudah dijalin. Kamu pikir semua itu tidak? Urus nafsu saja kamu tidak becus, apalagi urus anak. Satu kesempatan ini Mama kasih, ceraikan dia baik-baik kasih uang dan suruh pergi. Atau Mama sendiri yang akan selesaikan masalah ini?”

“Jangan, Ma, jangan, tunggu kasih Dika waktu sebentar. Bercerai itu bukan keinginan Dika. Atau gimana kalau Sinta tetap Dika nikahi secara resmi agama juga negara, asalkan jangan cerai sama Amel.”

“Hidup kamu itu kami yang mengatur. Pilih Sinta atau Amel. Sinta berarti harta kekayaan dan jaminan masa depan cerah, Amel berarti kamu miskin menggelandang selamanya. Jangan kamu pikir Mama tidak tega. Tega, mama bisa seperti itu.” Bu Inah memang tak main-main dengan perkataannya.

Sebagai istri seorang pengusaha ia memang harus bersikap tegas, salah satunya agar tidak ada wanita lain yang mendekati suaminya dan yang lain agar anak-anaknya patuh dengannya.

Ponsel Dika berdering, panggilan berasal dari Amel. Wanita di seberang sana mengatakan kalau perutnya sudah sakit-sakitan. Juga ia diantar oleh tetangganya pergi ke klinik bersalin.

Dika bingung harus bilang apa. Ia pun hanya berjanji akan menyusul istrinya sesegera mungkin. Bu Inah tahu apa yang harus dilakukan.

“Kita pergi. Untuk pertama dan terakhir kalinya, kita lihat anak kamu, setelah itu kamu ceraikan Amel. Mama juga ingin tahu seperti apa cucu yang dilahirkan oleh anak haram itu.” Bu Inah meminta Dika bersiap. Beberapa menit kemudian mereka lekas pergi. Wanita itu beralasan ingin meninjau pekerjaan putranya di luar kota.

Sampai dua orang itu di klinik yang dimaksud, bahkan telah berdiri di depan ruangan tempat Amel sedang mempertaruhkan hidup dan matinya. Lalu suara tangis bayi terdengar.

Jantung Dika berdegup kencang, pun dengan Bu Inah. Hati kecil wanita itu memang menginginkan cucu juga. Namun, cara yang salah membuatnya enggan mengakui bayi yang masih merah itu.

Tanpa menunggu lagi, Bu Inah lekas mengunjungi menantunya ketika sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Terkejut Amel mendapatkan kunjungan dari mertuanya. Ia sangka Dika telah jujur tentang pernikahannya.

“Bang, anak kita perempuan, seperti yang aku pernah bilang. Bu, itu cucu Ibu,” ucap wanita yang baru habis bersalin itu.

“Dika, sudah, ya, sudah, ucapkan kata cerai itu sekarang.” Perintah Bu Inah.

Dika mematung di depan ranjang pesakitan, bahkan ia belum sempat memeluk dan mengucapkan terima kasih pada istrinya. Apalagi Amel yang terkejut luar biasa. Bukannya mendapat hadiah malah dapat ancaman.

“Apa maksudnya ini, Bang?” tanya wanita itu.

“Pernikahan kalian tidak akan pernah mendapat restu dari keluarga besar kami. Kamu besarkan sendiri anak kamu, Amel, dan jangan pernah datangi anak lelaki saya lagi, walau anak kamu sakit parah sekalipun. Dia bukan cucu yang saya inginkan!” Dengan tanpa perasaan Bu Inah melukai hati Amel. Ia pun menuntut anaknya mengucapkan kata cerai. Tak ada pilihan lain, dengan terbata-bata Dika mengucapkan kata sakti itu.

“Aku ceraikan kamu, Amel. Maaf.” Setelah itu air mata mengalir dari pelupuk mata Dika, begitu juga dengan Amel.

Wanita itu tak mau memelas, sudah cukup kesabarannya selama ini. Ancamannya juga akan ia jadikan nyata, seumur hidup Dika tak akan pernah menjumpai putrinya walau lelaki itu sakit dan akan mati.

“Pergi!” ujar Amel dingin. Dika menoleh, ia tahu sudah menorehkan luka dalam di hati mantan istrinya.

“Sombong! Tak perlu kamu suruh kami pergi. Kami juga akan keluar dari rumah ini. Oh, iya, terima kasih karena telah mengurus anak saya selama menjadi suami kamu. Ini saya tinggalkan beberapa lembar uang. Semoga cukup untuk kamu pergi dari kota ini dan jangan lihatkan wajah kamu lagi. Selamat malam, Amel. Semoga kamu beruntung.” Bu Inah lekas menarik tangan putranya yang sebenarnya tak rela berpisah dengan Amel.

Wanita itu menarik napas panjang. Resiko dari pernikahan yang dirahasiakan akhirnya ia tanggung juga. Rasanya ia tak ada beda dengan ibunya. Kemudian Amel berjanji hidup putrinya tak akan pernah sama dengannya.

Putrinya harus bahagia, anak perempuan yang ia beri nama Camila. Benar, akan ia turuti kata Bu Inah, menjauh dan tak akan pernah menampakkan diri lagi.

Dengan penuh rasa sakit hati Amel ambil lembaran rupiah itu. Masalah dosa, ia serahkan pada Tuhan.

“Semoga Tuhan mengabulkan doamu dulu, Bang. Hidupmu tak akan pernah bahagia karena menelantarkan kami.”

Bersambung …

Bab terkait

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Penyesalan

    Puluhan tahun kemudian sekitar tahun 2016 Bu Inah duduk di kursi rodanya. Suaminya telah lama tiada, dua anak perempuannya tentu ikut ke mana suami mereka pergi. Tinggallah orang tua itu di rumah anak lelakinya—Dika, dan sudah bisa dipastikan Sinta juga turut serta. Usai peristiwa perceraian dengan Amel, tak perlu menunggu waktu lama pernikahan dua orang kaya itu digelar juga. Peristiwa yang benar-benar hanya Dika dan mamanya saja yang tahu, mendiang papa tidak, begitu juga dengan dua adiknya. Namun, tidak menutup kemungkinan jika Sinta mencari tahu diluar sepengetahuan mertuanya. Masa tua yang sangat sepi. Dika dan Sinta dikaruniai dua anak laki-laki. Yang satu berusia 19 tahun yang satu lagi jaraknya sangat jauh, kira-kira tujuh tahun. Sebab Sinta yang mengatur jarak kehamilan itu. Bagi wanita keras kepala tersebut, tubuhnya adalah haknya. Ia yang menentukan kapan harus hamil bukan siapa pun. Sinta dan Bu Inah keduanya memiliki watak yang sama dan cenderung sering meributkan ha

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Bukan Anak Haram

    Dika menatap mamanya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan Amel, cinta pertama bahkan masih bertakhta di hatinya sampai sekarang. “Iya, Ma. Jaga kesehatan kalau gitu. Jangan tidur larut malam.” Dika memindahkan mamanya ke ranjang. “Setelah ketemu, walaupun dia tinggal jauh di pelosok desa, akan Mama datangi. Mama mau minta maaf, sama Amel sekalian. Kalau perlu kita pindah semua. Itu perintah Mama jangan dibantah lagi.” Ketegasan Bu Inah masih awet walau sudah duduk di kursi roda. Dika lagi-lagi hanya berkata iya saja. Paling nanti dia akan ribut lagi dengan Sinta. *** Satria meminta bantuan salah satu rekannya yang biasa melacak keberadaan orang hilang. Tak perlu menunggu sampai tiga hari. Dalam satu setengah hari saja semua data-datang tentang wanita bernama Camelia sudah terkumpul. Dimulai dari peristiwa wanita dengan lesung pipi itu keluar dari klinik bersalin dengan membawa bayi perempuan. “Camila, namanya?” tanya Satria pada temannya. “Iya, tulisanya gitu.” “Coba terus car

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Dendam

    Putri pertama Amel terlahir dengan jalan yang baik dan benar, dia bukanlah anak yang kehilangan hak nafkah dari ayahnya, juga bukan anak haram yang digosipkan warga sekitar. Sebab Amel tak memilik suami. Amel akhirnya mencoba menghubungi Dika, nomor itu ternyata masih sama, dan yang mengangkat seorang perempuan. Terdiam Amel di tempatnya. Sudah ia duga cepat atau lambat mantan suaminya akan menikah lagi seperti yang dikatakan ibunya. Bahkan suara di seberang sana mengatakan bahwa yang menerima panggilan ialah Sinta, istri Dika yang sah secara agama juga negara. Lekas saja Amel tutup panggilan itu dan berjanji seumur hidupnya tak akan meminta hak nafkah Camila pada Dika. Biarlah lelaki itu berdosa dan menanggung semuanya di hari akhir besok. “Jangan pernah mimpi, Bang, untuk melihat wajah putri kita. Kamu sendiri yang memutuskan hubungan. Padahal dia darah daging dan nasabnya ada padamu. Ya sudahlah, anggap saja dulu aku wanita bodoh yang terlalu mudah dimabuk cinta,” ujar Amel pad

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Bertemu Camila

    “Mah, Mila pergi dulu, ya. Pulang sore mungkin, kalau capek tutup aja kedai lebih cepet. Kumpulin duit dari dulu nggak kaya-kaya juga,” ujar gadis manis dengan lesung pipi itu. “Hati-hati, ya, Nak. Jangan panas-panasan. Kalau nggak di rumah aja bantu Mama jualan.” “Nggak berkembang. Mau cari usaha lain aja." Mila pergi usai mencium tangan kedua orang tuanya. Terlebih dahulu ia antar adik laki-lakinya yang kini hampir tamat SD. Menggunakan honda fit X keluaran tahun 2008 yang masih cukup tangguh digunakan. Satu-satunya kendaraan yang digunakan untuk ke sana kemari di rumah itu. Amel yang membeli setelah menabung sekian lama. Camila begitu akrab dengan adik laki-lakinya, anak yang diberi nama Fathan. Amel benar-benar menutupi semua jejak tentang Dika pada diri putrinya. Amel mengatakan bahwa Mila dan Fathan kakak adik sedarah dan senasab. Padahal tidak, hanya seibu saja. Demi Fathanlah Amel bekerja apa saja yang menghasilkan uang. Ia tak mau adiknya seperti dirinya waktu kecil. Tak

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Masa Lalu yang Kembali

    Mila pulang dengan menggunakan motor usai menyelesaikan pertemuan yang berlangsung sampai waktu zuhur masuk. Oma—begitu Bu Inah minta dipanggil olehnya, benar-benar mengajak gadis itu mengobrolkan segala hal, termasuk rasa sepi yang mulai melanda sejak ditinggal suaminya lima tahun yang lalu, dan satu demi satu anaknya mulai fokus mengurus kehidupan masing-masing. Sejatinya hidup memang seperti itu, jika ada yang datang tentu akan ada yang pergi. Jika dulu berbuat jahat tentu balasan akan didapat walau tak sesegera mungkin turunnya. Namun, dari semua hal yang membuat Mila agak susah berpaling hari ini yaitu, kehadiran Satria. Pria muda yang katanya orang kepercayaan Oma juga Bapak Dika.“Tipis harapan, pasti gadis incarannya anak orang kaya juga. Mimpi kali dia mau sama aku yang kucel dan dekil gini.” Mila kembali ke kantor perumahan menyerahkan hasil laporannya kali ini. Gadis itu tak datang dengan tangan kosong saja. Uang muka senilai sepuluh juta rupiah diberikan oleh Dika sebaga

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Saudara Sedarah

    “Tunggu, Mel.” Dika memegang pergelangan tangan mantan istrinya, ketika Amel tak sudi lagi melihat wajahnya. Jelas saja wanita itu melepaskan dengan paksa. “Abang cuma ingin memberikan ini sedikit, nanti pasti Abang berikan setiap bulan. Kalau kurang kamu bisa bilang jangan sungkan, sedikit biaya bulanan untuk anak kita.” Dika mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang isinya cukup tebal. Namun, terlebih dahulu Amel menepisnya. “Terlambat kamu. Mila sudah bisa cari uang sendiri, sudah saya bilang dia anak yang mandiri. Jangankan uang, kehadiran kamu aja nggak diperlukan dalam hidupnya. Sekarang kalian berdua pergi dari sini. Atau saya panggil warga untuk mengusir kalian, jangan pernah menginjakkan kaki lagi ke sini, haram rumah saya kalian datangi, selamanya, walau saya mati sekali pun.” Amel serius dengan perkataannya. Dika menarik napas panjang, ia mengajak Satria untuk pulang, bahkan bayaran untuk sepiring nasi yang tak habis ia makan ditolak oleh mantan istrinya. Lelaki itu tak ak

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Asal Jangan Mama

    Pulang dari kerja dan memberikan obat untuk ayahnya, Mila hanya sempat beristirahat untuk makan dan ganti baju saja. Ia masih harus kuliah lagi yang kelasnya akan berlangsung setengah jam lagi. Tak jarang, Mila—yang sering dibully anak mama itu disuapi oleh Amel ketika detik jam terus berjalan ke depan tanpa tahu kalau orang tak sempat melakukan hal-hal lain lagi. Itu lebih baik daripada melihat anaknya kelaparan. Sebelum pergi, Amel sempat ingin mengganti uang yang digunakan untuk membeli obat suaminya. Namun, mendapat penolakan dari gadis manis dengan lesung pipi itu. “Murah rezeki Mila hari ini, Ma. Ada Oma baik hati yang ngasih tips habis beli rumah, terus dapat uang tambahan. Simpan aja untuk tambahan modal harian,” ujar Mila, lalu ia mencium tangan Amel dan pergi kuliah menggunakan kendaraan satu-satunya di rumah itu. Amel menatap putrinya dengan haru, rasanya sudah ia kerahkan semua kemampuan untuk membesarkan putri satu-satunya, dan tak akan ia biarkan Dika datang mengambi

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Bukan Rumah Impian

    Pagi hari di rumah besar itu semuanya makan dengan jadwal masing-masing. Kebersamaan dalam kediaman itu semakin memudar akhir-akhir ini. Sinta yang sibuk dengan urusan pribadi, Dika dan mamanya yang selalu mengurusi hidup Mila. Sedangkan dua anak laki-laki di rumah itu punyak kehidupan sendiri-sendiri. Gilang kuliah, sambil menekuni hobinya balap motor, dan yang paling kecil sekolah dan les ini itu agar menambah prestasi akademik. Bu Inah sudah mendapatkan perawat baru. Tugasnya mengurusi kebutuhan sehari-hari wanita tua itu. Sudah bertahan sebulan lebih dan belum menunjukkan tanda-tangan perawat tersebut minta berhenti. Sebab tiada hari tanpa hardikan dari bibir orang tua itu meski yang merawatnya sudah bekerja sebaik mungkin. “Puih! Makanan encer gini kamu kasih saya, tawar, nggak ada rasa sama sekali!” Mama Dika meludahi bubur yang baru disuapkan ke lantai. Lekas saja perawat itu membersihkannya dengan kain lap. “Bawakan saya makanan yang manis-manis,” perintahnya lagi. “Ngg

Bab terbaru

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Purnama yang Merindu

    Satria berjalan tertatih di dalam hutan. Saat ia dikejar oleh sekelompok pembunuh dengan senjata tajam. Ia menyelamatkan diri lari ke sembarang arah lalu terjatuh berguling-guling di jurang yang dekat dengan tepi sungai. Di sana ia tak sadarkan diri selama berhari-hari. Lalu saat bangun, kakinya sakit bukan main dan tak bisa dibawa berjalan jauh. Ditambah Satria tak tahu sedang berada di mana. Kedalaman hutan yang ia tempati masih sangat luas, perawan, dan tentunya banyak binatang buas. Tidak ada senapan yang Satria bawa, hanya belati tajam yang beruntung masih tersangkut di pinggang. Di sana ia menyembuhkan dirinya sendiri. Minum air sungai, memakan ikan yang bisa ditangkap di sungai, dan tidur setelah menghidupkan api kecil agar terjaga dari terjangan binatang buas. Sampai suami Camila tak tahu lagi hari apa yang ia lewati, sudah berapa minggu atau bahkan mungkin sudah berbulan-bulan lamanya. Baju dinas yang Satria gunakan bahkan sudah lusuh dan robek. Namun, hanya itu satu-satunya

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Hilang

    Camila tak bisa menahan air matanya di depan banyak orang. Suaminya—Satria—lelaki yang baru saja menikah dengannya kini dinyatakan hilang. Tidak meninggal tidak juga ada di tempat. Jejaknya tidak ditemukan usai baku tembak dengan kelompok bersenjata yang amat mematikan tersebut. Bibirnya bergetar dan tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia dibantu duduk oleh tentara wanita yang ada di sana, lalu diberikan segelas air agar sedikit tenang, mengingat Mila sedang hamil. “Yang sabar, ya, Ibu,” ucap petugas yang ada di ruangan itu. Namun, sampai sekarang tidak ada satu kata-kata pun yang masuk dalam kepala Mila. Ia hanya ingin suaminya ditemukan, walau harus mencari dalam kurun waktu yang sangat panjang. “Apa nggak bisa suami saya dicari lagi, Pak?” Camila berusaha tenang setelah puas menangis. “Sudah kami telusuri semua wilayah di dalam hutan, tetapi jejaknya tidak ada,” jawab petugas di sana. “Berarti suami saya belum mati.” Mila masih meyakini Satria masih hidup. “Ada dua kemungkinan. Ma

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Firasat

    Satria berada di wilayah pedalaman sana. Selain ruas jalan terbaru akan dibuka besar-besaran tentu saja ada beberapa kelompok bersenjata yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehadiran mereka dari dulu tidak pernah dianggap main-main. Tidak sedikit nyawa rakyat sipil atau bahkan militer yang tewas. Hal itu pulalah yang menjadi penyebab mengapa Camila tak enak hati melepas kepergian suaminya. Selain karena firasat seorang istri, juga kebersamaan mereka yang baru sebentar saja. Pagi itu beberapa kelompok kembali dibagi oleh pemimpin perjalanan. Satria mendapatkan tugas yang cukup berat. Ia harus berpatroli ke dalam hutan yang sangat belantara tentu dengan beberapa temannya yang lain. Sebelum berangkat doa bersama digelar, tak lupa pula Satria melihat ponselnya sejenak. Mana tahu ada pesan masuk dari istrinya. Namun, ternyata sinyal satu batang pun tidak kunjung muncul. Jelas saja sebab mereka berada di wilayah pedalaman. Pesan terakhir dari Camila ia terima beberapa bulan lalu. Betap

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    LDR

    “Nggak bisa resign aja, Bang?” bisik Camila ketika mengantar kepergian suaminya. Ia menggunakan baju serba hijau resmi seperti halnya yang lain. “Tadi malam udah janji, kan, nggak mau bahas ini lagi,” jawab Satria sambil menggenggam tangan istrinya. Tak hanya mereka berdua saja di sana, yang lain juga ada. Kebanyakan membawa anak, dan hanya sedikit yang masih berdua saja dengan pasangannya. “Iya itu tadi malam. Pagi hari ya beda lagi, Bang. Seriusan perasaan Mila nggak enak. Nggak usah pergi ya.” “Terus kamu mau Abang kena pelanggaran berat. Udah, nggak usah mikir macem-macem. Abang nggak akan kawin lagi, kok, di sana. Pasti pikiran kamu ke sana, kan?” “Nggak. Bukan masalah itu.” “Berarti boleh di sana Abang kawin lagi kalau jumpa.” “Yok, menghadap atasan, minta berhenti sekalian. Otak Abang isinya kawin melulu dari tadi.” Mila menarik tangan lelaki itu, tak terima dengan candaan barusan. Ia agak sensitif mendengar kata nikah sirri atau sejenisnya. “Eh, udah. Bercanda aja diang

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Kabar Setengah Buruk

    Camila dan Satria telah lama menyelesaikan bulan madu mereka. Keduanya kembali ke rencana awal untuk hidup berdua saja tanpa campur tangan Papa Dika ataupun Oma. Namun, ternyata memang tak mudah. Oma sangat suka mengatur kehidupan cucunya meski dari jarak jauh. Bahkan tak jarang wanita yang sudah bisa berjalan sedikit demi sedikit itu meminta Mila untuk makan di rumah, tanpa membawa suaminya. Jujur saja dalam hati Bu Inah, ia sulit menerima kehadiran lelaki itu karena perbedaan kasta. Hanya demi agar cucunya bahagia, ia terpaksa mengiyakan semua kata Dika. Agar kesalahan masa lalu itu tak terulang lagi. “Maafin Oma, ya, Bang. Jangan diambil hati. Nanti Mila bingung harus gimana,” ucap wanita berparas manis itu ketika datang ke rumah Bu Inah. Mereka menggunakan mobil baru yang dihadiahkan Dika untuk putrinya. Tentu saja Satria yang menyetir, karena hal itu sudah menjadi kewajiban dirinya sebagai suami. “Iya, apa, sih, yang nggak demi kamu. Kalau nggak cinta aja, nggak akan mau Aban

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Bulan Madu

    "Kenapa jalannya kayak gitu?" tanya Satria pada istrinya. Dua hari menginap di hotel mewah, pria itu telah mendapatkan apa yang selama ini ia nantikan."Pakai nanya segala, Bang. Emang nggak ingat tadi malam habis ngapain?" sindir Camila. Wanita itu lalu duduk di tepi ranjang dan setengah berbaring, ia tak ingin ke mana-mana hanya tidur saja seharian."Oh, ingat donk, kenapa? Mau diulang lagi, ayok, Abang siap aja kapan pun dibutuhkan." Pria itu berdiri dan menatap Camila yang meliriknya, ia langsung ikut duduk tetapi istrinya berguling ke sisi lain."Jangan, jangan dulu, please, Mila capek banget, Bang." Wanita berparas manis itu menutup wajahnya dengan bantal. "Jadi, kapan?" Satria memeluk istrinya dari samping. Menggoda Camila agar tersipu malu lagi seperti malam tadi. "Kapan-kapan, gak kejar target punya anak cepet, kan?" ujar Camila dari balik bantal. "Nggak juga harus cepet, tapi kalau bisa dua tahun sekali satu anak." "Agh, ikut program pemerintah, dua anak cukup." Mila mem

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Pernikahan

    Dika terbata-bata ketika harus mengucapkan kalimat untuk melepaskan kepemilikan putrinya pada Satria. Berkali-kali ia salah mengucapkan nama atau lelaki itu bingung harus berkata apa, padahal sudah ada pihak KUA yang membantu Dika. Ya, lelaki itu seakan-akan tak rela kalau harus menyerahkan Mila secepat itu pada seorang pria yang bukan siapa-siapa baginya. Akad nikah dilangsungkan pagi itu di sebuah gedung dan langsung disambung pada resepsi sampai selesai. Mila yang sudah duduk di sebelah Satria sampai membersihkan wajahnya dengan tisu berkali-kali karena ia pun ikut grogi juga. Dika kembali menarik napas panjang, ia menguatkan hati kecilnya. Memang sudah saatnya ia harus melepaskan Camila pada pria yang telah berjanji akan membahagiakan putrinya. Hingga akhirnya ia tak terbata-bata lagi mengucapkan kalimat penyerahan lalu disambung Satria dalam satu tarikan napas tanpa kesalahan apa pun. Mila menarik napas lega dibuatnya. Gema kata sah di seluruh ruangan terdengar. Pernikahan merek

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Menjelang Hari H

    “Ya Allah, ribet sekali urusan untuk menikah dengan abdi negara ini.” Camila membaca berulang-ulang persyaratan yang baru saja dikirimkan oleh Satria. Ya, pernikahan mereka telah mendapatkan lampu hijau dari Oma. Cukup alot juga Dika memberitahu mamanya agar kesalahan yang sama tak terulang lagi seperti pada mendiang Amel dulu. Hanya perlu menunggu proses pengajuan selesai, dan lamaran resmi dari pihak keluarga Satria akan dilayangkan. “Kalau mau menyerah dari sekarang, bilang, Sayang. Nanti Oma lanjutkan perkenalan dengan Sadewa. Kan, anaknya lebih ganteng dan kaya daripada Satria,” jawab Oma yang melihat cucunya cemberut. “Eh, jangan Oma, nggak menyerah, kok. Baru juga mau diurus.”“Apa, sih, yang kamu lihat dari Satria. Secara akal juga lebih bagus Sadewa ke mana-mana,” tanya Bu Inah. Ia meredam egonya kali ini. Demi kebahagiaan Mila akan ia biarkan cucu perempuannya menikah dengan Satria. Meski setelah itu cucunya akan diboyong entah ke mana. Mengingat pemuda itu belum punya ru

  • PENYESALAN SEORANG LELAKI    Perjanjian Pra Nikah

    Dika memanggil Satria secara khusus ke kantornya. Ruangan itu tertutup dan hanya ada mereka berdua saja. Lelaki yang telah menjalani masa duda selama enam bulan itu tahu tadi malam Mila pulang agak larut. Ia hanya takut putrinya terjerumus pada hal-hal tak baik. Sebagai orang tua tentu Dika khawatir dengan keselamatan Mila. “Tadi malam kita belum sempat bicara. Ada apa kamu datang ke rumah? Pasti ada sesuatu yang ingin dibahas, terus tadi malam apa putri saya masih pulang dalam keadaan utuh? Tidak kekurangan sesuatu apa pun pada Mila. Kamu nggak ambil kesempatan dalam kesempitan, bukan?” tanya Dika. Dua orang itu berhadap-hadapan, cinta yang mereka miliki untuk Camila sama besarnya.“Mila masih saya pulangkan utuh-utuh tadi malam, Pak. Tidak ada yang berkurang dari dirinya, kami terutama saya masih bisa menahan diri dari hal-hal yang sebenarnya diinginkan,” jawab Satria apa adanya. “Lalu kedatangan saya tadi malam ingin serius menjalin hubungan dengan putri bapak tentunya.” “Oh, ya?

DMCA.com Protection Status