“Sedangkan Ibu dan Travis, mereka memperlakukanku seperti sampah selama bertahun-tahun. Kalian paham, ‘kan? Setelah bertahun-tahun bertahan dengan mereka yang memperlakukanku seolah aku ini bukan siapa-siapa, menurut kalian siapa yang bisa dengan mudah untuk dimaafkan? Yang menyakitimu selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun?”Dia berhenti sejenak untuk mengambil nafas lalu melanjutkannya. “Untuk Keluarga Rowan, tidak mudah untuk memaafkan mereka, tapi akhirnya kami berbaikan. Ternyata mudah untuk melupakannya, sebab bagaimanapun juga, pasti mereka memihak pada Rowan. Aku bukan keluarganya mereka, jadi untuk apa mereka membelaku? Bukannya aku menganggap apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka biasanya hanya mengabaikanku saat kami masih bersitegang.”Dia menyesap minumannya sebelum kembali melanjutkan. “Ibu dan Travis yang seharusnya merupakan keluargaku, ternyata malah mengalihkan perhatian mereka dariku. Selama bertahun-tahun mereka memperlakukan seperti orang asing. Selama berta
Serius, aku benar-benar gugup. Aku menjerit dalam hati, dan aku tidak tahu cara untuk menenangkan diriku. “Bagaimana penampilanku?” tanyaku pada ketiga wanita yang sedang berada dalam panggilan video denganku. Lucu sekali kalau dipikir-pikir, sebab aku langsung cocok dengan mereka. Aku belum pernah memiliki teman perempuan sebelumnya, tapi Ava, Ruby, dan Calista langsung bisa menjadi temanku. Aku terkejut bahwa hubungan pertemanan kami mengalir begitu saja dan mudah sekali bagiku untuk membuka diri pada mereka.Ketika aku memberi tahu mereka bahwa aku akan berkencan bersama Gabriel, mereka langsung merasa turut antusias dan bahkan membantuku dalam memikirkan riasan wajahku dan tatanan rambutku saat kencan nanti.“Menggoda sekali,” sahut Ava dengan senyuman di wajahnya. Ruby lalu turut bersuara setelahnya, “Seksi.”“Aku akan menidurimu kalau aku lesbi,” ujar Calista dengan serius dan perkataannya membuatku tertawa. Teman baruku membantuku berbelanja untuk gaunku. Ketika mereka menge
Aku ingin Lilly merasakan jatuh cinta. Aku ingin dia merasakan dalamnya jatuh cinta dan memikirkan seseorang suatu hari nanti. Aku memang sedih bahwa Eddy meninggal, dan aku masih merindukannya, tapi kalau kami masih tetap menikah, aku pasti akan menghancurkan anggapan Lilly akan pernikahan dan cinta. ‘Bukankah kamu tengah melakukan hal yang sama sekarang? Ingatlah, kamu juga terikat dengan pernikahan kontrak,’ ujar sebuah suara di benakku. Aku menepis pemikiran itu dan fokus pada Lilly saat Gabriel berjalan kemari. Langkahnya terhenti saat pandangannya menuju ke arahku. Rahangnya ternganga, dan dia terlihat seolah telah berhenti berfungsi. “Ayah akan menelan lalat, kalau Ayah tetap membuka mulut Ayah,” ujar Lilly sambil tertawa kecil. Aku tersenyum saat dia berusaha untuk mengendalikan dirinya. “Kamu terlihat cantik, Hana,” ujarnya sambil menelan ludah. “Terima kasih.”Pendapat ketiga temanku ternyata benar adanya soal gaun ini. Pandangan Gabriel mengamati lekukan tubuhku dengan
“Lalu, apa yang kamu inginkan? Sebab kamu membuatku benar-benar bingung,” ujarku padanya dengan sejujur-jujurnya.“Kamu. Aku menginginkanmu, Hana.”Aku menarik tanganku darinya dan menegakkan diriku di kursiku sembari memandangnya dengan penuh kecurigaan. “Kamu tahu kalau kamu terdengar tidak bisa dipercaya saat ini, ‘kan? Kamu dulu tidak menginginkanku. Kamu tidak pernah menginginkanku dan bahkan berusaha sekerasmu untuk menghancurkan segalanya. Bagaimana bisa kamu mengharapkanku untuk memercayaimu, saat kamu secara tiba-tiba berkata menginginkanku?”Apa aku salah kalau mencurigainya? Bahwa aku mencurigai maksud dirinya yang sebenarnya? Bahwa aku takut dia hanya tengah memengaruhiku untuk tidur dengannya? Bahwa dia hanya mempermainkanku? Aku tidak yakin aku akan bisa mengatasinya kalau itulah yang terjadi. Aku akan hancur berkeping-keping. Dia menatapku dengan intens. Pandangannya terus menatapku selama beberapa menit seolah dia mencoba untuk menyusun kalimat yang tepat. “Aku tidak
EmmaAku ada di dapur untuk sarapan, tapi makananku tidak bisa dengan mudah kutelan. Setiap kali aku mencoba untuk menelannya, makanan itu seolah tersangkut di tenggorokanku, sebab aku merasa gugup dan cemas. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanya ibuku ketika aku akhirnya menyerah dan membiarkan garpu dan pisau terjatuh dari genggamanku. “Aku tidak tahu, Bu. Aku gugup.” Suaraku bahkan terdengar gemetar bahkan dalam pendengaranku sendiri. Ya Tuhan. Apa yang kupikirkan? Apakah ini jalan yang bagus? Apakah aku siap untuk ini atau aku akan memperburuk segalanya?Pertanyaan itu terus menghujani benakku saat kupandang jijik makananku. Selera makanku sangat memburuk selama beberapa bulan belakangan, tapi hari ini malah lebih buruk lagi. Ibu menggenggam tanganku pada tangannya sebelum mengelusnya dengan lembut. Sorot matanya melembut saat memandangku. “Ibu tahu ini menakutkan, sayang, tapi kamu harus melakukannya,” ujarnya dengan lembut dan senyuman. “Ini demi kebaikanmu sendiri. Kamu tidak
Aku memainkan jemariku sembari menunggu terapisku selesai dengan pasiennya sekarang. Aku sungguh tergoda untuk kabur, tapi itu hanya akan membuatku terlihat seperti pengecut. Aku sudah lelah menjadi seorang pengecut. Ponselku berdering dan membuat benakku teralihkan. Aku menghela nafas lega, merasa bersyukur dan senang akan interupsi ini. Bahkan tanpa mengecek siapa yang menelepon, aku menggeser layar dan menerima panggilan itu. “Apakah kamu sudah di sana?” Suaranya terdengar dari teleponku. Aku tidak perlu menebak siapa itu. Suaranya sudah terpatri di benakku. Aku akan langsung mengetahuinya, bahkan di mimpiku. “Halo juga,” balasku dengan sarkastik dan aku bersandar di kursi, aku merasakan diriku mulai tenang. Ruangan ini dicat dengan warna oranye hangat. Mungkin kalian akan menganggapnya jelek, tapi sungguh, ini tidaklah jelek. Ruangan ini membuat suasana ruangan ini hangat. Lalu, ruangan ini juga mengingatkanmu akan suasana matahari terbenam. Warna bukan hanya yang membuat rua
Ini Ava yang kita sedang bicarakan. Aku selalu menganggapnya sebagai sainganku sejak hari di mana aku sadar bahwa dia memiliki perasaan pada Rowan. Aku tidak pernah membencinya, tapi tidak bisa kubilang juga bahwa aku menyayanginya meskipun aku menganggapnya dia saudaraku sendiri. Bagiku, dia hanyalah Ava. Dia tidak begitu hadir di duniaku. Tapi, kebencianku muncul padanya ketika aku mengetahui dia tidur dengan Rowan. Ava menggelengkan kepalanya seolah mau memperjelasnya, lalu dia berjalan mendekat padaku, “Apa yang kamu lakukan?”“Aku ada janji terapi di sini.”Senyuman kecil terbentuk di bibirnya saat dia mengerlingkan kepalanya untuk menatapku. “Nah, kamu datang ke tempat yang tepat. Dokter Mia adalah dokter terbaik di kota ini. Dia adalah terapisku sejak Ethan ditangkap.”Aku kira dia akan merasa penuh kebencian atau kepahitan atas apa yang dilakukan oleh Ethan, tapi nyatanya tidak. Dia hanya tersenyum tulus saat mengucapkan namanya. Sekretaris di belakangku mengatakan padaku bah
Eh, apa yang harus kukatakan? Aku bukan orang yang percaya akan energi positif atau negatif. “Jadi, kalau boleh kutanya, kenapa kamu kemari, Emma? Apa yang membuatmu memutuskan untuk diterapi?” Pertanyaannya membuatku terkesiap dan untuk beberapa saat aku menyusun jawabanku. “Aku tidak mau ke sini awalnya. Astaga, bahkan bukan aku yang membuat janji, tapi temanku berpikir terapi ini akan berguna bagiku. Dia pikir, aku perlu untuk sembuh dan memaafkan diriku sendiri sebelum bisa melangkah maju.”Jawaban itu terlontar begitu saja dari bibirku tanpa aba-aba, yang mana membuatku terkejut. Aku tidak pernah bermaksud untuk mengatakan itu padanya dengan jujur. Dia tersenyum padaku, wajahnya menyinarkan kedamaian. “Sejujurnya, aku menyukai jawabanmu. Itu adalah salah satu yang kuharapkan dari klienku. Tanpa kejujuran, bagaimana bisa aku membantu mereka? Iya, ‘kan?”Ketika aku tidak mengatakan apa pun, dia lanjut berbicara. “Kamu menyebut soal memaafkan dirimu sendiri. Kalau kubilang itu ka
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil