“Ya, tolong bantu aku,” jawabnya. “Boleh tolong ambil laporan mingguan dari setiap divisi? Karena kejadian kemarin, aku tidak bisa mengambilnya.”“Tentu, akan kulakukan. Aku akan menaruh tasku dulu di kantor, baru akan kuambil laporan itu.”Aku pergi setelah dia mengangguk. Aku bergegas ke kantorku lalu dengan cepat menaruh barangku sebelum pergi ke divisi lain. Ketika aku sampai di divisi pertama, atmosfir di ruangan itu terasa tegang begitu aku melangkah masuk ke sana. Semuanya menatapku. Aku benci diperhatikan dan aku harap mereka mengurus urusannya sendiri. Kuabaikan mereka, lalu aku melakukan keperluanku di sana sebelum pergi. Aku tidak bisa berteman, sebab Laras menyebarkan rumor bahwa aku merupakan seorang jalang yang tidur dengan Gabriel. Rumor itu cukup bagi yang lain untuk menghakimi dan menjauhiku. Aku menghela nafas lega saat aku sampai di divisi terakhir. Ada beberapa dari mereka yang memberiku senyuman hangat, tapi aku mengacuhkannya. Karena beritanya sudah tersebar, t
Nada suaranya yang tegas membuat siapa pun yang mendengarnya tidak bisa mendebatnya. Mereka yang mendengarnya harus setuju. “B ... Baik, Pak Wijaya,” ucapnya sambil terbata-bata. Raut wajahnya dihiasi oleh ketakutan akan ancamannya. “Sekarang, kembalilah bekerja. Kamu tidak dibayar di sini untuk mencari teman untuk bisa dimanfaatkan.”Pipinya merona karena malu sebelum dia berbalik badan dan bergegas menjauh. Orang di sekeliling bersikap seolah-olah mereka tidak melihat kejadian itu. Setelah itu, dia mengarahkanku ke dalam lift dengan lembut. Setelah pintunya tertutup, aku menoleh padanya. “Kamu dan kembaranmu kadang bisa begitu menakutkan,” ujarku dengan jujur. Aku sudah mendengar mereka. Mendengar soal duo dari Keluarga Wijaya. Bahkan orang tuaku takut akan mereka dulu, dan mereka bahkan saat itu belum berusia dua puluh tiga tahun. Mereka dengan mudah bisa membuat orang merasa terintimidasi. Mereka yang berani macam-macam dengan kembaran itu, tidak akan pernah pulih. Maksudku, a
“Sudah diputuskan, Shella dan aku sekarang teman baik,” ujar Lilly saat dia berjalan masuk ke dapur di mana aku tengah minum kopi saat koki kami menyiapkan sarapan. Hari ini hari Sabtu, jadi aku tidak bekerja dan dia libur sekolah. Hari ini kami hanya bersantai dan bermalas-malasan di rumah dan merilekskan diri. Setelah hari sibuk di kantor, aku perlu istirahat. “Wow, kamu sangat menyukainya ya?” tanyaku sambil menyesap kopiku dan mencoba menyembunyikan senyumanku. “Tentu,” ujarnya sambil duduk di meja bar sebelum mengambil sebuah pisang. “Ada banyak persamaan di antara kami. Dia suka menjelajah dan membaca sepertiku.”Ketika pertama kali dia mengatakan Shella, aku tidak berpikir mereka akan menjadi sepasang sahabat. Aku seharusnya tidak terkejut akan itu, sebab Lilly selalu membicarakannya setiap hari saat makan malam. Putri tercintaku tidak pernah memiliki sahabat. Seperti yang kukatakan, dia tidak berhubungan secara dekat dengan teman-temannya di sekolah lamanya. Aku tidak meng
“Bukankah itu gadis yang dibenci oleh Noah?” tanya Gabriel sambil menaikkan alisnya. Aku terkejut akan pertanyaannya, jadi aku melontarkan pertanyaan, “Kamu mengenalnya?”“Iya. Aku ingat Noah mengundang semua orang, kecuali dia ke pesta ulang tahunnya. Ava tidak menyukai idenya dan mereka sempat bertengkar hebat karena itu. Noah akhirnya mengalah, yah namanya juga Ava, dan dia mencintai ibunya. Shella datang ke pesta, tapi Noah mengabaikannya sepanjang waktu. Dia menghabiskan waktu di pesta dengan menjelajah atau menempel ke Ava.”Lilly, seperti biasanya, memutar bola matanya sebelum berkata. “Noah membencinya hanya karena Shella menyukainya. Aku tidak mengerti itu, tapi dia keren dan aku menyukainya. Kemarin kami resmi menjadi sahabat baik.”Gabriel tersenyum hangat padanya. “Kamu boleh mengundangnya menginap di sini kapan pun, Lilly. Apa pun buatmu.”Kali ini akulah yang memutar bola mataku. Gabriel jelas akan memanjakan Lilly. Syukurnya, aku akan ada di sini untuk memastikan dia ti
“Iya, Ayah,” jawab Lilly dengan senyuman manis sebelum kembali terfokus pada bukunya. “Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa lagi dalam beberapa jam ke depan.”“Manjakan dirimu, Hana. Kamu juga boleh ke pergi ke spa kalau mau,” ujar Gabriel dari belakangku. Aku hanya melambaikan tanganku padanya sebelum masuk ke lift. Beberapa menit kemudian, aku menuju ke mall. Kami sampai di mall dan aku keluar dari mobil sebelum berterima kasih pada supir. Aku mulai dari lantai pertama dan kemudian naik ke setiap lantai. Aku memutuskan untuk menunda spa, aku hanya akan berbelanja hari ini lalu kembali pulang. Beberapa jam kemudian, tanganku sudah penuh oleh tas belanjaanku dan aku belum menemukan sesuatu untuk dipakai kencan malam ini. Aku memutuskan untuk beristirahat sebelum aku lanjut. Aku menemukan sebuah kafe kecil yang terlihat nyaman. Sepertinya ini tempat yang tepat untuk minum milkshake di udara panas ini. Sial, aku hanya mau segera meletakkan tas belanjaan ini. Supir kami berkata dia tid
“Sedangkan Ibu dan Travis, mereka memperlakukanku seperti sampah selama bertahun-tahun. Kalian paham, ‘kan? Setelah bertahun-tahun bertahan dengan mereka yang memperlakukanku seolah aku ini bukan siapa-siapa, menurut kalian siapa yang bisa dengan mudah untuk dimaafkan? Yang menyakitimu selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun?”Dia berhenti sejenak untuk mengambil nafas lalu melanjutkannya. “Untuk Keluarga Rowan, tidak mudah untuk memaafkan mereka, tapi akhirnya kami berbaikan. Ternyata mudah untuk melupakannya, sebab bagaimanapun juga, pasti mereka memihak pada Rowan. Aku bukan keluarganya mereka, jadi untuk apa mereka membelaku? Bukannya aku menganggap apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka biasanya hanya mengabaikanku saat kami masih bersitegang.”Dia menyesap minumannya sebelum kembali melanjutkan. “Ibu dan Travis yang seharusnya merupakan keluargaku, ternyata malah mengalihkan perhatian mereka dariku. Selama bertahun-tahun mereka memperlakukan seperti orang asing. Selama berta
Serius, aku benar-benar gugup. Aku menjerit dalam hati, dan aku tidak tahu cara untuk menenangkan diriku. “Bagaimana penampilanku?” tanyaku pada ketiga wanita yang sedang berada dalam panggilan video denganku. Lucu sekali kalau dipikir-pikir, sebab aku langsung cocok dengan mereka. Aku belum pernah memiliki teman perempuan sebelumnya, tapi Ava, Ruby, dan Calista langsung bisa menjadi temanku. Aku terkejut bahwa hubungan pertemanan kami mengalir begitu saja dan mudah sekali bagiku untuk membuka diri pada mereka.Ketika aku memberi tahu mereka bahwa aku akan berkencan bersama Gabriel, mereka langsung merasa turut antusias dan bahkan membantuku dalam memikirkan riasan wajahku dan tatanan rambutku saat kencan nanti.“Menggoda sekali,” sahut Ava dengan senyuman di wajahnya. Ruby lalu turut bersuara setelahnya, “Seksi.”“Aku akan menidurimu kalau aku lesbi,” ujar Calista dengan serius dan perkataannya membuatku tertawa. Teman baruku membantuku berbelanja untuk gaunku. Ketika mereka menge
Aku ingin Lilly merasakan jatuh cinta. Aku ingin dia merasakan dalamnya jatuh cinta dan memikirkan seseorang suatu hari nanti. Aku memang sedih bahwa Eddy meninggal, dan aku masih merindukannya, tapi kalau kami masih tetap menikah, aku pasti akan menghancurkan anggapan Lilly akan pernikahan dan cinta. ‘Bukankah kamu tengah melakukan hal yang sama sekarang? Ingatlah, kamu juga terikat dengan pernikahan kontrak,’ ujar sebuah suara di benakku. Aku menepis pemikiran itu dan fokus pada Lilly saat Gabriel berjalan kemari. Langkahnya terhenti saat pandangannya menuju ke arahku. Rahangnya ternganga, dan dia terlihat seolah telah berhenti berfungsi. “Ayah akan menelan lalat, kalau Ayah tetap membuka mulut Ayah,” ujar Lilly sambil tertawa kecil. Aku tersenyum saat dia berusaha untuk mengendalikan dirinya. “Kamu terlihat cantik, Hana,” ujarnya sambil menelan ludah. “Terima kasih.”Pendapat ketiga temanku ternyata benar adanya soal gaun ini. Pandangan Gabriel mengamati lekukan tubuhku dengan
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern
“Hana?” panggilnya. “Oh, maaf. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri tadi.” Aku lalu menggelengkan kepalaku untuk menepis pemikiranku. “Ya, aku sudah selesai berkemas.”“Baguslah, ayo pergi.”Sejam kemudian, kami sudah duduk di jet pribadi Gabriel. Tapi kali ini, aku menemaninya untuk menandatangani sebuah kesepakatan bisnis. “Apakah segalanya baik-baik saja? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa memanggil pelayan untuk membawakanmu apa pun yang kamu inginkan,” ujar Gabriel begitu jetnya lepas landas. Lihat apa yang kumaksud? Dia sangat perhatian. Di pernikahan pertama kami, dia tidak seperti ini. Aku tidak mengingat apa yang dilakukan Gabriel pernah menorehkan senyuman padaku. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dia tidak pernah memikirkan apa yang kubutuhkan atau kuinginkan. Dia tidak pernah peduli apakah aku nyaman atau tidak. Dia tidak pernah peduli apakah aku hidup atau tidak. Dia hanya benar-benar tidak memedulikanku. Tapi sekarang sudah berbeda, itulah mengapa aku merasa ru
“Apakah Ibu benar-benar harus pergi?” tanya Lilly dengan pandangan yang berganti-ganti ke arahku dan koper yang terbuka di kamarku. Aku benci persiapan di menit-menit terakhir, tapi kami benar-benar sibuk di kantor selama beberapa hari terakhir ini, jadi setiap kali aku sampai di rumah, yang bisa kupikirkan hanyalah tidur. Kakiku sangat pegal dan aku tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal selain makan dan tidur. “Ya,” balasku dengan lembut. “Ada sebuah kesepakatan penting dan ayahmu harus di sana untuk menandatanganinya ...”“Aku tidak paham mengapa aku tidak boleh ikut dengan Ibu? Aku mau melihat bagaimana cara Ayah melakukannya, cara dia menyetujui sebuah kesepakatan.”Aku tengah melipat sepotong pakaian terakhir, sebuah blus satin berwarna biru sebelum memasukkannya bersamaan dengan baju yang lainnya. Setelah selesai, aku menutup koperku sebelum menaruhnya di lantai.“Kamu pasti paham kalau kamu tidak boleh ikut,” jawabku sambil duduk di kasur. “Kenapa tidak?”“Karena kamu mas
Pernahkah kalian dibuat kehilangan kata-kata oleh perkataan seseorang? Seolah mereka membuatmu tidak bisa mengucap sepatah kata pun dan merasa bodoh di waktu yang sama? Itulah apa yang diperbuat oleh perkataannya padaku. Aku benar-benar membeku mendengar perkataannya sampai aku merasa merinding. Aku melihat sorot mata dan mendengar nada suaranya. Dia benar-benar serius dan baru saja melontarkan sebuah janji. Sebuah janji yang mau dipenuhinya. Apa yang kalian katakan pada situasi seperti ini? Bagaimana kalian menjawabnya? Apa jawaban kalian?Sisi dirinya ini benar-benar asing bagiku. Beri aku Gabriel yang arogan, egois, kasar dan yang suka menyakitiku, maka aku akan tahu bagaimana cara menanganinya. Tapi, sisi dirinya yang ini? Aku sama sekali buta akan sisi yang ini. Aku tidak tahu apa-apa soal bagaimana cara untuk berurusan atau menanganinya. Aku menyetujui pernikahan ini dengan tujuan yang jelas. Aku tahu apa yang sedang kuperbuat. Aku sudah bersiap untuknya, tapi sekarang, dia su
Dia berjalan ke arah bar kecil di pojok kantornya dan mengambil satu pak es serta menyelimutinya dengan handuk sebelum kembali ke arahku. Dengan lembut, dia meraih tanganku dan menempatkan es itu di atasnya. “Apakah sakit?” tanyanya dengan begitu lembut, sampai aku hampir tidak mendengarnya.“Sedikit.”“Aku tidak mengira kalau kamu akan berani untuk meninju seseorang.”Aku tertawa, sebab aku juga tidak mengira aku akan seberani itu. “Aku sudah tidak tahan lagi dan langsung beraksi tanpa berpikir lagi. Maafkan aku, sebab aku membuatmu dalam masalah. Seharusnya aku tidak meninju dia. Perilaku itu tidak menunjukkan citra diri dari seorang istri bos dengan baik.”Dia mendekatkan dirinya dan menatap intens ke mataku. “Jangan pernah minta maaf untuk membela dan mempertahanku dirimu sendiri, Hana. Kamu itu istriku, biarkan mereka tahu bahwa kamu bukanlah orang yang bisa sembarangan diinjak-injak.”“Aku tidak paham. Apakah kamu tidur dengannya?” Aku menyemburkan pertanyaan itu secara tiba-ti
“Perilaku serta sikap burukmu itulah yang membuatmu dipecat. Jangan timpakan kesalahanmu padaku.”“Ini salahmu. Kalau kamu tidak datang kemari, semua ini tidak akan terjadi!”Belum sempat kujawab, dia menerjang ke arahku untuk menyerang, dan aku terkejut dibuatnya. Aku limbung sebelum bisa mengendalikan diriku sendiri. Jalang sialan ini sudah melalui banyak hal, dia tidak akan puas dengan tamparan semata. Tanpa berpikir lagi, aku melayangkan tinjuanku ke arahnya. Kami berteriak di saat yang bersamaan. “Sialan, sakit sekali!” rutukku. “Kamu meninjuku!”Karena dia tidak menduga bahwa aku akan meninijunya, dia terjatuh sambil memegangi hidungnya yang berdarah. Meski aku merasakan sakit di tanganku, aku merasa sangat puas saat melihatnya berdarah dan mendeita. “Hana!” Suara teriakan Gabriel terdengar dari belakangku, tapi pandanganku masih melekat pada Laras, untuk berjaga-jaga kalau dia memutuskan untuk menyerangku lagi. Beberapa detik kemudian, pandanganku yang semula melihat si wa
HanaAku begitu lelah dan lapar, sampai-sampai kupikir aku akan mati. Aku tidak sempat sarapan pagi ini, sebab aku bangun terlambat. Akhir-akhir ini ada pembahasan tentang kesepakatan bisnis yang penting, jadi Gabriel pergi ke kantor lebih awal dariku. Aku tidak tidur nyenyak tadi malam, jadi aku benar-benar melewatkan alarmku.Lilly sudah mulai nyaman di sekolah, dan meskipun aku masih sempat mengantarnya sesekali, sebagian besar waktu, supirnya yang mengantar dia ke sekolah. Tapi, kami tetap makan malam bersama setiap malam. Lalu, Gabriel masih memastikan untuk pulang sebelum dia tidur.Sedangkan untuk hubunganku dengan Gabriel, bisa dibilang cukup tegang. Jangan salah paham, dia tidak bersikap kejam atau semacamnya, malah dia bersikap sebaliknya yang justru membuatku terkejut.Aku terkejut karena itu sangat tidak seperti dia.Aku terus menunggu sifat lamanya seperti saat pernikahan kami yang pertama muncul, tapi sifat itu sama sekali tidak terlihat. Bahkan, aku terus menunggu Gabri