Hai pembacaku terkasih! Kita sudah sampai di akhir dari novel Penyesalan Mantan Suami. Aku mau berterima kasih pada semua yang sudah membaca novel ini. Aku tahu novel ini begitu panjang—bahkan ini merupakan novel terpanjang yang pernah kutulis, tapi terima kasih sudah bertahan denganku dari awal hingga akhir. Kalian adalah pembaca terbaik bagiku. Terima kasih untuk cinta dan dukungan kalian. Kalian bisa melihat sedikit cerita soal Ava dan Rowan di buku Gabriel; tapi kita tidak akan fokus pada mereka. Bab pertama dari bukunya Gabriel akan terbit dalam dua minggu, aku sedang melakukan sentuhan akhir pada alur ceritanya. Kuharap kalian bisa tetap bersama denganku saat kumulai perjalanan Gabriel, yang mana seperti kataku, kita juga akan menceritakan Reaper dan Calista, lalu setelah itu kita akan melanjutkan buku terpisah soal Noah dan cerita sampingan soal Guntur. Kuharap aku masih bisa melihat kalian di bab berikutnya. Kuharap akhir pekan kalian semua berjalan lancar, aku juga mau mend
Ava. Beberapa hari sudah berlalu sejak Christine mencoba untuk membunuhku. Harus kuakui, aku masih sedikit gemetar. Ketika suasana membaik, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak mengerti bagaimana seseorang bisa sejahat dan sekejam itu, semua karena dia menyalahkanku akan hal yang tidak dalam kendaliku. Setelah dia ditangkap, perintah penangkapan pamannya juga keluar. Tapi aku yakin mereka tidak akan pernah menemukannya, bahkan secara hidup-hidup. Bagaimana aku mengetahuinya? Mudah saja. Aku ditelepon oleh Reaper. Dia berkata bahwa aku tidak perlu mengkhawatirkannya. Itu berarti bahwa dia akan membunuhnya saat dia sudah menemukannya. Apakah kalau tidak peduli artinya aku jahat? Mungkin hubunganku dengan Reaper sudah mengubahku menjadi psikopat berdarah dingin. Aku tidak peduli dia hidup atau tidak. Bahkan, aku berharap Reaper akan membuatnya menderita sebelum mengakhiri eksistensinya yang menyedihkan. Untuk Christine, aku berharap yang terburuk bagi jalang itu. Dia hampir mencelak
Sekarang, aku sudah cukup dewasa untuk mengerti Rowan dan perbuatannya. Dia kehilangan wanita yang dipikirnya akan menjadi masa depannya. Kalau aku ada di posisinya, aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku akan melampiaskan amarahku pada orang yang menderaku oleh lara, seperti yang kulakukan saat melampiaskan amarahku setelah perceraian kami dengan memperlakukannya dengan penuh kebencian dan kepahitan. “Maafkan aku karena aku baru saja sadar seberapa menyakitkannya perbuatanku padamu dulu,” lirihku dan aku merasa tertekan. “Selama ini aku merasakan kepahitan. Apalagi setelah Emma kembali dan aku sadar bahwa aku tidak akan pernah menjadi wanita yang kamu inginkan atau dambakan. Aku menahannya begitu lama, dan mungkin kalau tidak kulakukan ini semua, kamu dan Emma akan memiliki kesempatan untuk bersatu. Maafkan aku. Aku benar-benar merasa bersalah asal kamu tahu saja.”Aku terkesiap saat kurasakan lengannya yang kokoh merengkuhku. Aku terkejut karena dia sudah mendekat ke arahku dan
Aku melepas ciumanku dan mendekatkan kepalaku ke telinganya. “Kumohon katakan padaku bahwa kamu menginginkannya,” pintaku dengan nada penuh harap. Sudah lama sekali sejak kami melakukannya dan aku tidak tahan lagi untuk segera menerkamnya. “Tentu,” ujarnya dengan nafas berat saat dia kembali menggesekkan tubuhnya di atas diriku. Tidak sampai dia bisa menyelesaikan perkataannya, aku segera berdiri dan meraih tangannya kemudian menyeretnya ke kamarnya. Aku tidak berhenti ketika kulihat pintu kamarnya yang tertutup setengah. Aku menendang pintu kamar itu sampai menabrak tembok dan membuat Ava melonjak terkejut. Tubuhku sudah begitu siap dan panas, dan aku sudah tidak sabar. Tidak akan ada yang menghentikanku dari memilikinya seutuhnya sekarang, kecuali kalau dia memintaku untuk berhenti. Tapi, ada satu hal yang harus kupejelas terlebih dahulu. Aku menatapnya dan menurunkan bajunya lewat lengannya dan membiarkannya terjatuh di lantai. Dia menatapku, pupil matanya membesar. Nafasnya m
Dia meraih punggungku dan memegang pantatku untuk menarikku mendekat padanya. “Kumohon jangan berhenti, aku menginginkan ini, Rowan,” ujarnya sambil mendesah. Aku menggerakkan tanganku untuk kembali menaikkan kamisolnya dan memperlihatkan buah dadanya. Dari bilah bahunya, kulihat putingnya yang berwarna pink dan kecil. Terlihat seperti ceri dan aku ingin menjilat, menghisap, dan melahapnya. Aku mencubit dan memilinnya sampai putingnya mengeras. Dia mengangkat kepalanya dan menyandarkannya di bahuku. Aku menggenggam rambutnya yang masih mengelilingi lehernya dan mengepalkannya dan menolehkan kepalanya ke samping agar aku bisa menggigit dan menjilat lehernya. Aku benar-benar lapar akan dirinya. Dia seenak yang kupikirkan. Aku menggenggam kedua dadanya di tanganku dan meremasnya. Dia membusungkan dadanya dan kembali menggoyangkan pantatnya di kejantananku dan membuatku hampir kehilangan kendali diriku. Aku mundur darinya dan kemudian berkata dengan suara serak, “Lepas rok dan dalamanm
Dia benar-benar membuatku menggila. Pandanganku tetap terfokus pada kewanitaannya dan pantatnya saat aku berjalan ke arahnya. Ketika aku berdiri beberapa jengkal dari kewanitaannya, kutaruh sebelah tanganku ke punggungnya. Dia terbaring di sana dan aku ingin agar payudaranya tetap terlihat. Nafasnya terkesiap saat merasakan sentuhan pertamaku. Aku menyentuh lehernya dan menekannya. Dia mengerti apa yang kuinginkan dan segera merundukkan dirinya sampai menopangkan pipinya di tangannya untuk menyamankan posisinya.“Lebarkan kakimu lagi,” ujarku padanya sambil menekan punggung bawahnya.Dia melakukan apa yang kusuruh, tapi itu tidak cukup. “Lagi,” geramku padanya dan menekannya lebih lagi. Dia melebarkan kakinya lebih lagi dan aku menghentikannya saat sudah cukup lebar. Dengan kedua tanganku, aku mulai dengan pantatnya dan menjalari pinggangnya sampai di payudaranya yang menempel pada ranjang. Aku menyisipkan tanganku di bawah sana dan memainkan putingnya lalu kembali pada pinggangn
Aku melirik ke tempat penisku berada di depan liangnya dan memperhatikan saat aku memasukkan setiap ujung batangku dengan satu gerakan halus dan lambat. “Sialan, Ava.” Aku mengerang dalam-dalam saat dia berteriak di balik selimut. Dia mencengkeramku erat-erat, sungguh mengherankan spermaku tidak meluncur begitu aku berada di dalam. Saat aku di dalamnya, rasanya hangat dan lembut, enak sekali. Ini adalah salah satu hal termanis yang pernah aku rasakan, dan aku tahu ini adalah satu-satunya saat saya merasakannya. Aku menarik pinggulku ke belakang hingga hanya ujungnya yang tertinggal di dalam. Melihat liangnya yang berkilauan memeluk kejantananku membuatku menahan erangan dan melawan dorongan untuk menghajarnya. Perlahan, aku meluncur kembali ke dalam dan menahan diri, membiarkannya menyesuaikan diri dengan ukuran tubuhku. Begitu aku merasakannya rileks, aku meraih pinggulnya dan membantingnya ke depan. Pada saat yang sama, aku menariknya kembali ke arahku. Dia merintih, menangis, dan
Rowan. Sial, aku benar-benar gugup. Jantungku berdegup kencang dan aku tidak bisa menghentikan tanganku yang gemetaran. Terakhir kali kami meakukannya, kami masihlah muda dan tidak ada dari kami yang menginginkannya. Dia mencoba untuk kabur bersama anakku dan aku marah sekali pada seluruh semesta karena aku harus menikahi wanita yang kubenci. Sebagian diriku bertanya-tanya apa yang akan terjadi kalau Ava berhasil kabur. Tentu saja aku akan marah besar bahwa dia kabur dan membuatku berkesempatan untuk tidak mengenal anakku, tapi apakah kami akan bisa berjumpa dengan satu sama lain nantinya?Aku tidak memahaminya sebelumnya, tapi sungguh, aku benar-benar yakin bahwa Ava-lah belahan jiwaku. Butuh beberapa waktu bagiku untuk menyadarinya, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. “Bisakah kamu tenang?” geram Gabriel di sampingku. Aku menghela nafas dalam dan mencoba untuk menenangkan diriku, tapi benar-benar tidak berguna. Sepertinya aku tidak akan bisa tenang sampai meliha
Ketika Gabriel mengatakan padaku bahwa kami akan mengunjungi keluarganya di acara barbekyu mingguan mereka, aku tidak berpikir acaranya akan secepat ini. Kemarin di kantor aku begitu sibuk. Jelas sekali bahwa pegawai wanita begitu menggilai Gabriel. Sejujurnya, aku tidak masalah. Bukan salahnya karena dia sendiri begitu menawan. Apa yang menjadi masalah adalah beberapa pandangan penuh kebencian dan iri hati yang kudapatkan dari beberapa wanita itu. Kalau kupikir hanya Laras-lah wanita satu-satunya yang mengancamku akan merebut Gabriel, yah aku salah. Bahkan aku tidak bisa menghitung berapa kali aku ‘diajak bicara’ oleh beberapa wanita ketika Christopher menyuruhku untuk melakukan sesuatu di bawah. Ternyata, dua wanita yang dimarahi oleh Gabriel tadi itu bertanggung jawab karena menyebarkan berita bahwa aku wanita barunya Gabriel. Sepertinya tangannya yang ditaruh di punggungku-lah yang membuat mereka mengira demikian. Kabar baiknya adalah mereka semua berpikir aku hanyalah sekedar m
"Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wijaya," ujarnya setelah beberapa saat sambil memberikan senyum lebar yang menyilaukan."Senang juga bertemu denganmu," jawabku, menjabat tangannya. "Lalu, panggil saja aku Hana.""Karena sudah jelas, Christopher, Hana akan bekerja bersama Anda. Aku butuh dia belajar beberapa hal, jadi tolong tunjukkan semua yang perlu dia ketahui," kata Gabriel, menarik perhatian kami ke arahnya."Tentu, Bos," jawab Christopher.Dia hendak berbalik, tetapi berhenti sejenak. "Dan tolong jangan beri tahu siapa pun bahwa dia istriku untuk saat ini. Jika ada yang bertanya, tetap diam saja," tambahnya, sebelum melangkah ke meja kerjanya dan duduk.Mata Christopher berpindah dari aku ke Gabriel. Ada tampak kebingungan, tapi aku tidak bisa menjelaskan situasinya. Kami sudah sepakat bahwa sampai orang tua Gabriel tahu, kami tidak akan mengumumkan pernikahan kami.“Kalian berdua bisa pergi,” ujar Gabriel dengan suara yang terdengar sibuk. Matanya sudah tertuju pada dokumen-d
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup