Aku melihat ke arah luar dan terkesiap. Tempat ini benar-benar lebih dari kata cantik. Tempat ini merupakan ruang terbuka dengan hamparan rumput hijau yang subur dan mungkin puluhan bunga yang berbeda. Tapi bukan itu yang paling aku sukai. Yang membuatku jatuh cinta adalah pemandangannya. Ribuan bintang bergemerlapan di langit, seolah-olah merestui kencan ini.“Apakah kamu menyukainya?” tanya Rowan, dan aku hanya bisa mengangguk.Perlahan aku keluar dari mobil, lalu menghirup udara segar dan menikmati pemandangan yang begitu memukau. Aku berjalan hampir ke tepi dan melihat ke kota di bawah. Bagaimana Rowan menemukan tempat ini, aku tidak tahu, dan aku juga tidak peduli.Aku menutup mata, merasakan semua kekhawatiranku menghilang. Ini benar-benar suasana yang aku suka. Aku jatuh cinta dengan tempat ini.Saat aku berbalik, aku melihat Rowan sudah menyiapkan segalanya. Ada selimut dan keranjang piknik yang aku kira berisi cokelat, stroberi, dan anggur. Juga ada makanan yang kami pesan tad
Aku menatapnya dengan tidak percaya, tidak bisa berkata maupun bereaksi apa-apa. “Kamu suka akan aroma wangi, kamu lebih memilih wewangian beraroma beri. Selama ada parfum atau sabun mandi beraroma beri, kamu akan membelinya. Kamu tidak memiliki makanan kesukaan, sebab kamu akan memakan segala makanan selama itu enak. Kamu suka mandi di air hangat dengan lama sebab itu membuatmu merasa rileks. Kamu benci ketinggian, terlambat, dan juga naik pesawat. Kamu benci kecoak, kamu selalu berkata bahwa kamu lebih memilih rumahmu terinvasi oleh laba-laba daripada makhluk berwarna cokelat menjijikan itu ... Haruskah kulanjut?”Dia tidak memberiku kesempatan untuk menjawab. “Kamu lebih suka rambutmu dikuncir ekor kuda atau digelung. Kamu tidak terlalu suka riasan wajah dan hanya memakainya saat kamu diharuskan atau sedang ingin melakukannya. Kamu tidak suka tidur telentang, sebab itu mengingatkanmu akan mayat di peti mati. Kamu benci hal yang tidak teratur dan warna kuning ...”Aku mengangkat ta
“Ya, itu benar,” akhirnya dia menjawab. Aku terkejut. Aku selalu mengira itu hanyalah rumor belaka. “Bagaimana itu bisa terjadi, dan berapa umurmu saat itu? Bukannya aku sedang menghakimi atau apa pun itu.”“Umurku saat itu tujuh belas dan dia dua puluh enam. Saat itu aku masih ABG dengan gairah yang tinggi, dan Chika benar-benar seksi. Aku saat itu sangat ingin berhubungan badan dengan orang yang lebih tua dariku, dan dia membuatnya sangat mudah. Dia langsung menghimpit wajahku dengan dadanya atau melebarkan kakinya saat mengenakan rok pendek setiap kali dia memanggilku di ruangannya. Aku terkejut, dan di waktu yang sama juga jijik pada Chika. Maksudku, dia itu seorang guru, astaga. Tapi, dia malah menggoda muridnya. Aku sendiri seorang guru dan aku tidak akan pernah melewati batas itu. “Kamu yang bertanya, ‘kan?” ujar Rowan saat menyadari kerutan di keningku. “Aku merasa jijik saat mengetahui bahwa seorang guru bisa dengan sengaja merayu muridnya yang berusia tujuh belas tahun,”
“Kalau begitu sudah disepakati, kita akan mengubah rumah ini,” ujar Rowan dan aku hanya menatapnya.Aku terkejut, tetapi juga bahagia pada saat yang sama. Aku sudah lama ingin mengubah banyak hal, tetapi aku tahu dia tidak akan setuju.Entahlah, entah kenapa, aku merasa ini hanya bukti bahwa dia akhirnya melepaskan Emma. Bukti bahwa dia sebenarnya peduli padaku."Baiklah," aku tersenyum padanya saat membiarkan aku menyesap kebenaran itu.“Kita bisa berkonsultasi dengan perancang interior besok. Aku yakin Bianca Mahardi akan bisa melayani kita, meskipun jadwalnya padat. Kamu bisa katakan padanya apa yang kamu inginkan dan biarkan dia saja yang mengurusnya, atau kamu juga bisa terlibat. Pilihan ada di tanganmu.”Aku semakin merasa terkejut. Semua orang tahu siapa Bianca Mahardi. Dia adalah seorang perancang interior terbaik di negara ini, dan dia hanya bekerja untuk orang-orang kaya dan berpengaruh. Aku tidak percaya bisa bekerja sama dengannya.“Baiklah,” ujarku dan berusaha menjaga ant
Rowan. Kencan kami berjalan sempurna. Kalau aku mau, aku tidak mau mengakhirinya. Setiap momen yang kuhabiskannya seakan membuatku di surga, dan kuharap aku melakukan ini lebih cepat. Aku sebenarnya tidak tahu mengapa aku tidak pernah memberikan diriku kesempatan untuk bahagia bersama Ava. Hal ini menggangguku bahwa kami seharusnya bisa bahagia selama bertahun-tahun ini kalau saja aku merelakan Emma. Cinta yang kumiliki bersama Emma hanyalah cinta monyet, tidak akan bertahan lama. Ketika ada pencobaan, cinta itu langsung sirna. Apa yang kurasakan bersama Ava ini cinta yang lebih dewasa, kuat, dan lebih dalam dari cinta yang kupikir saat aku masih berusia tujuh belas tahun. Aku mulai memercayai bahwa Gabriel benar adanya. Cinta itu tidak datang secara tiba-tiba. Seperti apa yang dikatakannya, aku sepertinya mencintai Ava jauh di lubuk hatiku, aku hanya membiarkan rasa bersalah karena menyakiti Emma untuk menelanku. Aku mempertahankan perasaanku bersama Emma karena aku perlu mengontr
Jantungku seolah berhenti oleh ketakutan bahwa dia telah mengingat segalanya. “Beritahu aku apa yang salah, Ava. Aku tidak bisa membantumu jika aku tidak tahu apa yang salah,” mohonku padanya. Air mata terus membanjiri wajahnya. Rasa sakit dan penuh luka terpampang di sorot matanya. Pemandangan itu benar-benar menghancurkan hatiku saat melihatnya seperti ini. “Aku teringat,” ujarnya sebelum tertawa seperti orang gila. “Kamu tahu, aku ingin berhubungan badan denganmu, aku ingin tidur denganmu, aku bahkan membujuk diriku sendiri untuk membicarakannya denganmu karena aku sangat menginginkanmu. Ketika aku melihatmu masturbasi di kamar mandi, aku ingin bergabung. Aku bahkan membayangkan diriku menghisap penismu saat kamu mengeluarkan sperma di dadaku.” Aku ingin berbicara sesuatu, tetapi akhirnya tetap diam. Sesuatu memberitahuku bahwa ada sesuatu yang terjadi. Bahwa aku tidak akan menyukai apa yang akan dia katakan selanjutnya. “Di sini, aku terangsang padamu, aku menginginkanmu,
“Kenapa kamu minum di klub sendirian alih-alih berada di rumah bersama Ava?” tanya Gabriel saat dia duduk di sebelahku. Aku berada dalam suasana hati yang buruk, dan hal terakhir yang aku inginkan adalah bentuk persahabatan apapun. Itu termasuk saudaraku. Aku mengacuhkannya sambil mengambil meneguk segelas whiskey. Aku berada di bagian VIP salah satu klub kami. Musik menggema, orang-orang berdansa dan bersenang-senang, dan alkohol tersedia, tetapi semua itu tidak ada artinya bagiku.Malam ini, aku hanya ingin melupakannya. Melupakan bayangan akan patah hati Ava. Aku tahu itu adalah pemikiran yang tidak realistis mengingat kedua bayangan itu terpatri di ingatanku, tetapi aku bisa mencobanya.Segalanya di rumah menjadi tegang. Suasana yang dulunya begitu hangat tidak ada lagi. Aku ingin segalanya kembali seperti dulu, tetapi aku tidak tahu bagaimana melakukannya. Aku tidak tahu bagaimana memperbaiki semuanya.Aku tidak bisa menarik kembali kata-kata itu. Aku tidak bisa membalikkan wakt
Ava. “Bolehkah Ibu berkunjung besok? Ada yang mau Ibu bicarakan.”Aku sedang dalam panggilan telepon dengan Nora, atau seharusnya aku menyebutnya Ibu kandungku. Aku sudah berpikir keras beberapa hari terakhir ini, dan aku memutuskan bahwa akhirnya aku akan memberi mereka kesempatan.Baik Nora maupun Theo tampak seperti orang baik, dan aku selalu mengidamkan kasih dari orang tua. Mungkin ini adalah kesempatanku untuk mendapatkannya. Aku ingin mengenal mereka, dan aku ingin menjalin hubungan dengan mereka.Bukan salah mereka jika Kate dan James adalah orang tua yang mengerikan bagiku, dan aku tidak bisa menilai mereka berdasarkan pengalaman burukku dengan orang tua angkatku."Itu akan sangat luar biasa, Ava. Kami sangat merindukanmu dan cucu-cucu kami. Ibu ingin menelepon atau berkunjung, tetapi Ibu tidak ingin memaksamu jika kamu belum siap," ujarnya dengan nada riang.Itu membuatku tersenyum, jujur saja, dan aku belum tersenyum sejak malam itu."Ibu bisa jam berapa?""Ava, kamu adalah
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil