Aku ingin memercayainya, tetapi aku tidak bisa. Keluarga yang membesarkanku tidak mencintaiku dan mereka memiliki waktu sebanyak dua puluh delapan tahun denganku. Aku tidak berekspektasi bahwa Nora dan Theo untuk mencintaiku juga. Mereka tidak mengenalku dan terlihat bahwa mereka begitu mengasihi Ethan.“Bagaimana kamu yakin aku putrimu?” aku bertanya sambil berdiri. “Ethan bisa saja salah. Aku sama sekali tidak mirip dengan kalian semua.” Mereka begitu teramat rupawan dan aku hanyalah aku. Tidak ada yang luar biasa dari penampilanku. Ethan menjawab dengan memberiku sebuah amplop. “Aku mengambil rambutmu dan melakukan tes DNA. Itu cocok seratus persen.”Aku membukanya dan membaca isinya. Dia tidak berbohong, itu benar. DNA-ku cocok dengan DNA Nora dan Theo. “Kamu memiliki rambut coklat milikku dan mata coklat ibumu yang indah,” imbuh Theo setelah Ethan. “Bahkan tanpa atribut fisik itu, aku masih tetap bisa mengenalimu. Jauh di lubuk hatiku, aku tahu kamu adalah putri yang diambil da
“Apa yang dilakukannya di sini?” Tanya Rowan ketus, matanya menatap tajam pada Ethan. Aku benar-benar sedang tidak ingin berhadapan dengan amukannya. Ya, dia memang membantuku kemarin, tetapi tidak berarti dia berhak melarang siapa pun di rumahku. Theo atau haruskah kubilang ayahku berdeham. Butuh beberapa waktu untuk membiasakan diri untuk memanggilnya Ayah. Suaranya menarik perhatian semua orang padanya. “Theo Hadinata?” Rowan berkata dengan terkejut tapi dia segera menyembunyikannya. "Apa yang Anda lakukan di sini?" Rowan melihat ke antara kami semua. Matanya beralih dari Theo dan Nora lalu kembali ke arahku. Dia mencoba menghubungkan titik-titik secara perlahan. “Sudah lama tidak bertemu, Rowan, meski aku tidak bisa mengatakan bahwa aku senang dengan caramu memperlakukan putriku,” kata Theo dengan senyum berbahaya di bibirnya. “Apa yang ingin dia katakan adalah, kami benar-benar kesal dengan cara Anda dan keluarga Anda memperlakukan putri kami dan kami tidak dapat membayangk
Sesuatu pasti terjadi sebab aku berakhir dengan mereka. “Lalu kenapa kamu menerimaku jika kamu tidak mau?” Aku bertanya. Semua orang diam saat dia menjawab. “Saat Travis berumur dua tahun dia menyelinap keluar rumah. Saat aku menyadarinya, dia hendak menyeberang jalan. Ada mobil masuk dan aku tahu aku tidak bisa sampai tepat waktu, aku berteriak ketakutan. Ketakutanku pasti didengar Wina. Aku tidak tahu bagaimana dia melakukannya, atau di mana dia berada, atau bagaimana dia berpindah. Dia menyelamatkan Travis hari itu, tapi dia koma selama dua bulan. Mereka mengamputasi tangan kanannya karena terlalu rusak. Dia juga pincang sejak itu karena cedera permanen di pinggulnya.” Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi. “Kami menerima permintaannya karena kami merasa berhutang padanya. Sebanyak apapun kami mencoba memberikan kompensasi padanya, itu tidak akan pernah cukup untuk menyelamatkan Travis dan apa yang dia alami. Jadi ketika dia meninggal, kami mengadopsi Ava.” Aku me
Emma“Aku masih tidak percaya Ava adalah keluarga Hadinata,” kata Travis saat kami memasuki rumah orangtua kami. Aku sendiri mengalami kesulitan dengan berita itu. Segalanya tampak begitu nyata. Seolah-olah aku tidak bisa, demi cintaku, mempercayai semua yang telah terungkap. "Iya, ‘kan?" Gumamku. Aku pikir aku punya kelebihan dalam melawannya. Mengetahui dia diadopsi adalah perasaan terbaik yang pernah ada. Setelah Ethan memberi tahu kami bahwa orang tuanya sebenarnya kaya, setiap perasaan bahagia itu hancur. Aku ingin dia berasal dari latar belakang miskin. Itu akan memberiku keuntungan dibandingkan dia meskipun dia kaya saat ini. Jika dia berasal dari keluarga miskin maka aku akan selalu lebih baik darinya. Lebih unggul darinya dalam beberapa hal. Cara kerja masyarakat kita adalah, kalian akan lebih dihormati jika keluarga kalian memiliki koneksi. Jika keluarga kalian memiliki akar dan berasal dari garis keturunan yang panjang. Kalian mungkin kaya dan mereka akan menghormatinya
Bahkan sekarang, ketika aku kembali dan yakin segalanya akan lancar jika aku bersama Rowan, dia malah mengacaukannya. Rowan sekarang jarang memerhatikanku. Sejak hari itu di pesta, dia belum menelepon atau menanyakan kabarku. Fokusnya benar-benar teralih pada Ava. Itu membuatku membencinya lebih lagi, sebab sekali lagi dia mengambil Rowan dariku. Aku tidak ingin mengakuinya, tetapi segalanya sudah berubah. Rowan bukanlah pria yang sama yang mencintaiku. Dia pasti tidak menyadarinya, tetapi aku tahu. Dia memiliki perasaan untuk Ava. Aku tidak tahu pasti apa yang dirasakannya, tetapi pastilah dia memiliki perasaan itu. Ketakutan terbesarku adalah dia jatuh cinta dengannya. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika itu benar. Hatiku akan hancur jika benar begitu. Mengeluarkan ponselku, aku menelepon sahabatku. "Hai Emma," jawab Molly pada dering pertama. Aku ambruk di tempat tidur sambil menahan air mataku. “Semuanya berantakan, Molly. Aku tidak tahu harus berbuat apa.” Aku meras
Ava. Pernahkah kalian merasa hidup hanya dengan apa yang terjadi? Seperti tidak ada apa pun dan tidak ada orang di sekitar Anda yang nyata? Aku mencarinya di Google. Mesin pencari mengatakan itu adalah bentuk disosiasi. Hal ini terjadi terutama pada orang dewasa yang memiliki trauma masa kecil. Ini adalah pengalihan di mana orang tersebut berusaha menghindarkan dirinya dari apa yang menyakiti atau menyebabkan mereka stres. Setelah aku membacanya, aku menyadari bahwa mungkin Ruby benar. Mungkin aku memang butuh bantuan. Bantuan profesional. Mungkin aku harus mulai menemui terapis. Aku tahu aku punya masalah. Trauma mendalam yang belum bisa aku atasi. Sambil menghela nafas, aku berdiri dan mulai mondar-mandir di ruangan itu. Pikiranku berpacu dengan apa yang telah terjadi, aku tidak bisa tenang. Aku telah mendorong semua orang menjauh sejak semua orang berada di rumah aku. Aku menolak menerima telepon atau berbicara dengan siapa pun. Aku hanya ingin dibiarkan sendiri. Untuk memproses
Aku memasuki ruangan dan mengambil kursi yang paling jauh letaknya. Aku membetulkan penampilanku, memastikan segalanya baik-baik saja sebelum mensenyapkan ponselku. Aku menyaksikan Brian, si Kepala Polisi memberikan kesaksiannya. Ethan bersama pengacaranya berada di sisi kanan. Orangtuaku ada di belakangnya. Di sisi lain, ada jaksa di kirinya. Di sisi ini ada lebih banyak lagi orang. Beberapa polisi ada di sini. Travis, Ruby, dan yang mengejutkannya lagi, Rowan juga ada di sini. Aku tidak menyangka dia aka nada di sini. Dia memang membenci Ethan, dan Rowan adalah tipe orang yang suka melihat musuhnya hancur. Seketika aku menyadari kalau aku duduk di sisi Ethan. “Lalu, bagaimana klien Anda mengajukan pembelaan terhadap dakwaan departemen kepolisian?” sang hakim, seorang wanita yang tampaknya berusia enam puluhan bertanya. Ethan berbisik di telinga pengacaranya sebelum pria itu menjawab. "Bersalah," katanya dengan tegas. "Baiklah kalau begitu, Anda boleh melanjutkan," katanya dan
Sudah sebulan sejak insiden Ethan terjadi. Apakah aku baik-baik saja? Tentu tidak. Apakah masih terasa sakit? Astaga, iya. Apakah aku sudah melupakannya? Tentu tidak. Segalanya tidak mudah. Setiap hari aku mendapati diriku semakin tenggelam dalam lautan kesakitan dan sakit hati. Kupikir aku akan baik-baik saja ketika aku memutuskan untuk melanjutkan hubungan dengan Ethan. Sekarang aku sadar bahwa aku mungkin hanya membohongi diriku sendiri. Pengkhianatan Ethan seolah membangkitkan semua kepedihan lain yang sudah coba kukubur. Semua rasa sakit yang kucoba lupakan. Sepertinya aku sekarang kembali ke titik awal. Satu-satunya masalah adalah aku mempunyai beberapa luka baru yang merusak hati dan jiwaku. Aku melewati hari-hari dalam kabut. Aku hidup dengan mati rasa. Waktu dan hal-hal berlalu begitu saja karena aku tidak benar-benar hidup. Aku hanya bertahan hari demi hari. Semua orang sepertinya sudah melupakan segalanya, tapi aku merasa seperti terjebak. Terjebak dalam siklus rasa saki
‘Seperti aku yang jelas-jelas jatuh padamu.’Perkataan Gabriel terus terulang di benakku berulang kali sepanjang hari. Kami harus rapat terus menerus dengan investor yang berbeda, tapi aku tidak bisa fokus akan apa pun kecuali ketujuh kata itu.Seperti yang sudah kalian kira, aku orang yang terlalu banyak berpikir. Aku terlalu banyak menganalisa dan memikirkan segalanya sampai aku berada dalam tepi ketidakwarasan. Itulah yang kulakukan sepanjang hari.Apa artinya kata-kata itu? Apakah mungkin dia sudah jatuh cinta padaku? Bagaimana kalau itu hanya tipuan semata? Bagaimana kalau dia hanya mempermainkanku? Haruskah aku memercayai apa yang dikatakannya? Kalaupun itu benar, dan dia sungguh-sungguh akan perkataannya, apa yang harus kulakukan? Aku sangat ingin menanyakannya padanya, tapi aku tidak ingin terlihat berharap atau menganggapnya serius.Memang benar perkiraanku, dengan setuju menjadi istri Gabriel lagi, aku akan menjadi berantakan. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan s
“Saya sudah mendengar bahwa Anda sudah menikah, tapi saya tidak tahu istri Anda akan secantik ini,” ujar salah satu partner saat kami akan memulai rapat dan mengemasi barang-barang kami. “Kuharap aku menggaetnya terlebih dahulu.”Pandangannya menelusuri diriku, dan membuatku merasa seolah tengah ditelanjangi dan tidak nyaman. Aku menggeser diriku untuk mendekat pada Gabriel, aku tidak suka pandangannya padaku. Astaga, aku ini sudah menikah dan suamiku duduk tepat di sebelahku. Bagaimana bisa dia seberani ini? Ini menjijikkan. “Kalau kamu tidak berhenti menatap istriku, Yohan, akan kucongkel matamu dengan sendok teh dan mencampurkannya menjadi sebuah jus dan membuatnya tertelan dalam tenggorokanmu,” ujar Gabriel dengan nada mengancam yang membuatku merinding. Yohan menelan ludahnya, raut wajahnya jelas ketakutan akan ancaman Gabriel. Aku tahu seharusnya nafsuku tidak membuncah, tapi fakta bahwa Gabriel posesif terhadapku sungguh membuatku terangsang, aku menyukainya.“Maafkan aku,”
Anggap saja aku pengecut, tapi aku tidak peduli, aku hanya tidak tahu cara untuk menghadapinya. Ketika aku sampai di ruang tengah, aku menelepon layanan kamar untuk memesan sarapan agar dibawakan di kamar kami sebelum duduk untuk menunggu. Aku tahu bahwa bencana sudah menungguku saat Gabriel berkata kami akan berbagi kamar. Kupikir, pembatas bantal sudah cukup membantu, tapi nyatanya tidak. Itu sama sekali tidak membantu. Ada ketukan di pintu dan aku menyeberangi ruangan untuk membukanya. “Selamat pagi, Nyonya,” sapa si pelayan dengan senyuman di wajahnya. “Selamat pagi.”“Di mana saya bisa meletakkan makanan ini?” tanyanya saat aku minggir untuk membiarkannya masuk. “Taruh saja di meja makan,” jawabku padanya. Dia menganggukkan kepalanya dan menuju ke meja. Dia baru saja menyusun sarapan kami dan baru saja akan pergi ketika Gabriel berjalan keluar dari kamar sambil mengancingkan bajunya. Langkahnya goyah dan dia hampir saja limbung saat melihat ke arahnya. Gabriel memang makhlu
Sialan. Hanya memikirkan soal malam itu ditambah dengan apa yang tengah terjadi sekarang sudah cukup membuatku basah. Aku menggeliat saat mencoba untuk mencari posisi nyaman dan untuk menahan rasa sakit di antara kedua kakiku. Sungguh tidak membantu, bahkan ini malah membuat segalanya memburuk saat pantatku menenggelamkan kejantanan Gabriel lebih lagi. Gabriel menggeram dengan seksi dan dalam. Cukup mirip dengan geramannya malam itu, saat dia meniduriku. Getarannya terasa sampai klitorisku, dan membuatku membeku saat aku mencoba untuk mencari posisi nyaman. Aku menolehkan kepalaku dan berbalik ke arahnya, sambil berharap bahwa dia masih tidur. Aku lega saat kulihat matanya terpejam, lalu aku terpesona saat melihat betapa menawan dirinya. Dia terlihat tidur dengan damai. Bulu matanya yang panjang membayang di pipinya dan bibirnya sedikit terbuka. Aku tiba-tiba merasakan dorongan untuk menyentuh dan menciumnya. Aku tenggelam oleh pria yang sudah merebut hatiku bertahun-tahun yang lal
Sepanjang makan malam kami habiskan dalam diam. Dia memang harus minta maaf padaku, tapi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Kalau aku harus jujur, aku tidak pernah mengira kalau Gabriel akan minta maaf padaku. Jadi, saat melihatnya melakukannya dengan tulus, aku dibuat tidak bisa berkata-kata. Kami selesai makan malam dan menelepon layanan kamar untuk kemari membereskan piring-piring kami. “Aku mau tidur. Apakah kamu perlu sesuatu sebelum aku tidur?” tanyaku begitu piring-piring sudah dibereskan dan karyawan hotel sudah meninggalkan kamar kami. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa panik saat berpikir akan berbagi kamar dengan Gabriel, tapi mabuk udaraku menenggelamkan kecemasanku. “Aku juga mau tidur. Aku benar-benar lelah.”Aku menahan gelombang kepanikanku. Kupikir, aku akan tidur sebelum dirinya seperti biasanya. Hal itu akan memberiku waktu untuk rileks dan beristirahat sebelum dia bergabung dengan diriku. Aku sudah berpikir akan sudah tertidur saat dia memutuskan untuk ke ra
“Kamar mandi sudah kosong,” ujarku pada Gabriel ketika aku melangkah ke ruang tengah. “Aku sudah memesan makanan, silahkan makan tanpa menungguku.” Dia lalu berjalan melewatiku dan memasuki kamar mandi. Rasanya aneh kalau makan tanpa dirinya, dan aku juga tidak lapar. Jadi, aku mengambil ponselku dan memeriksa surel yang masuk, dan memikirkan apa saja yang dibutuhkan untuk besok. Aku tidak perlu menunggu lama, sebab kurang dari sepuluh menit kemudian, Gabriel sudah keluar dari kamar dengan kaus rumah dan celana panjang. “Kamu belum makan?” tanyanya sambil mengangkat alisnya saat menatap ke makanan.“Rasanya aneh kalau makan tanpa dirimu, padahal kamu yang memesan ini semua buat kita.”Dia menyeret kursinya dan mulai membuka makanan itu. Setelah mengambil beberapa porsi kecil, aku mulai makan. Aku sangat lelah meskipun sudah tidur di pesawat. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kasur. Aku memang menolak untuk tidur bersama Gabriel, tapi sekarang aku tidak bisa berhenti memikirkanny
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern