Ava. Aku menatapnya dengan jantung yang berdegup kencang dan pikiranku terpacu. Bagaimana bisa aku di sini? Bagaimana bisa aku tidak menduga ini?Aku terpaku. Merasa malu. Tidak bisa berkata apa-apa. Duniaku seakan runtuh dan hancur berkeping-keping. ‘Bos’Satu kata itu terus berulang di kepalaku. Membuatku tidak waras. Selama ini aku bertanya-tanya dan mencari. Lalu ternyata musuhku ada tepat di depan mataku. “Ada apa ini sebenarnya?!” Teriakan penuh amarah menarikku kembali ke kenyataan yang menyakitkan. Aku berbalik ke belakangku, dan seketika aku terkejut. Ruby diikat di kursi. Dia terlihat ketakutan dan marah di waktu yang sama. Kepalanya berdarah. Aku yakin bajingan yang menculik kami memukul kepalanya juga. Aku terlalu dikuasai oleh ketakutanku akan kematian dan mencoba untuk keluar dari sini sampai-sampai aku tidak menyadari dia juga di sini. Bagaimana lagi, dia ada di belakangku. Aku tidak mengira ada orang di belakangku. “Bukankah sudah jelas? Aku menculik kalian berdu
Ava“Sialan!” Teriakan penuh dengan kegeraman membuatku membuka mataku. Ethan memegangi pundaknya yang berdarah. “Jatuhkan pisolmu itu Ethan atau aku bersumpah, aku akan menembak kepalamu!” Suara amarah Rowan menusuk ke pikiranku yang kalut. Dia adalah orang terakhir yang ingin kulihat sekarang. Kebanyakan karena aku malu. Dia mencoba untuk memperingatkanku, tetapi aku tidak mendengarnya. “Aku sudah mengepung seluruh bangunan ini, Ethan. Kamu kalah jumlah,” imbuh Rowan. Aku menghela nafas lega begitu aku mendengar sirine polisi. Ethan menurunkan senjatanya, sebelum meletakkannya di tanah. Matanya terkunci dengan mataku. Aku ingin mengalihkannya, tapi aku tidak bisa. Aku ingin diingatkan betapa bodohnya aku selama ini.“Ava, sayang lihat aku.” Suaranya mengalihkanku dari tatapan dingin Ethan. Saat itulah aku menyadari bahwa Rowan sedang berdiri di depanku.Melihat wajahnya dari dekat membuat mataku berkaca-kaca. Kata-kata terakhir yang dia ucapkan kepadaku dua bulan lalu masih ter
Aku tahu bagaimana perasaannya sekarang. Aku mengenalkannya ke Ethan, kami bahkan keluar bersama bertiga beberapa kali. Dia pasti juga merasa terkhianati sepertiku. “Tidak, dia menolak mengatakan sepatah kata pun,” kata Brian sambil menggelengkan kepalanya. Aku berbalik untuk menatap Ethan dan menemukan dia juga menatapku dengan tanpa emosi apa pun. Pandangannya yang seperti itu seakan menelanku bulat-bulat. “Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ethan?” Tanyaku dengan suara bergetar. Dia menatapku. Pandangannya yang dingin membuatku seakan tersengat oleh es yang begitu dingin. Aku masih tidak tahu ke mana semua kehangatan yang sebelumnya dia miliki. Apakah dia selama ini bisa merubah perasaannya, dan menukarnya sesuka hati? Ataukah memang dia tidak memiliki perasaan? Jika benar, maka dia adalah aktor yang baik. “Aku menginginkan perusahaan,” katanya singkat. Aku terkejut bahwa dia akhirnya menjawab, aku benar-benar tidak menduganya. Rasa terkejutku diakhiri begitu dia menga
Aku merasa Rowan menegang di sampingku, tetapi aku tidak peduli. Apa yang kukatakan adalah kebenaran. Keluarga pasti akan memedulikanku, dan tidak ada yang peduli padaku di sini kecuali Ruby. “Bisakah kita kembali ke masalah Ethan?” Sahut Gabriel setelah beberapa saat. Ethan mengangkat bahunya. “Aku akan menceritakanmu sebuah cerita mengenai seorang gadis bernama Nora,” dia mulai bercerita. “Nora berasal dari keluarga menengah. Ayahnya adalah seorang pendeta. Dia serta ibunya merupakan Kristen yang taat. Dia dibesarkan untuk benar-benar mengikuti Tuhan beserta firman-Nya, dia melakukan itu semua sampai dia bertemu seorang laki-laki. Nama laki-laki itu adalah Theodore dan dia lebih suka dipanggil Theo.”Kami sangat memerhatikan ceritanya. Aku tidak tahu akan seperti apa cerita ini berakhir, tetapi ini menarik. “Mereka bertemu ketika mereka berusia sebelas dan meski pun dia mencoba untuk menjauhinya, dia tidak bisa. Mereka awalnya adalah teman dan mulai berkencan di usia tiga belas.
Aku duduk di sebelah Rowan dengan membeku. Otakku tidak dapat merespon apa yang dikatakan Ethan padaku. Pertama, James dan Kate Santoso bukanlah orangtuaku. Kedua, dia mengaku sebagai saudaraku.“Apa?!” Aku berteriak sebagai respon ketika aku mencerna kata-katanya. “Kamu tidur denganku dengan mengetahui bahwa kamu adalah saudaraku? Sangat menjijikkan.”“Kamu tidur dengannya?” Tanya Rowan dengan sinis, aura berbahaya seolah memenuhi ruangan dan menyesakkan suasana di antara kami. Aku balik menatapnya sinis. “Bukan urusanmu.”Benakku dipenuhi oleh pengakuan Ethan. Jika apa yang dikatakannya adalah kebenaran, maka berarti aku sudah tidur bersama saudaraku dan dia tidur denganku meski mengetahui kebenarannya. Aku merasakan amarahku memuncak pada pemikiran itu, merasa ini semua benar-benar memuakkan. Bajingan gila macam apa yang melakukan itu? Mengapa kamu tidur dengan seseorang yang kamu tahu pasti memiliki hubungan darah?Semakin aku mengetahui mengenai Ethan, semakin aku merasa dia sel
“Pencarianku mengarah padamu. Aku tahu aku harus melenyapkanmu. Jika kamu tidak ada, maka wasiatnya tidak sah secara hukum dan dibatalkan. Aku datang ke sini dan setelah bertanya mengenai keberadaanmu, aku mendapat banyak sekali informasi. Terlihat dari bagaimana orang-orang membencimu, termasuk suami dan keluargamu, kupikir aku akan membantu mereka. Bagaimana pun, wanita yang mencuri dan menjebak pacar kakaknya tidak bisa jadi seseorang yang pantas untuk dihargai.”Nafasku tercekat mendengarnya. Aku masih tidak percaya bahwa pria yang meyakinkanku bahwa malamku dengan Rowan sembilan tahun yag lalu bukanlah salahku, adalah pria yang sama dengan pria yang berkata bahwa aku tidak pantas hidup. Sesak. Teramat sesak, aku kesulitan bernafas. “Aku perlu mengakui bahwa percobaan pertama dalam pembunuhanmu bukanlah ulahku, tteapi aku mengambil kesempatan. Kulihat ada kesempatan untuk dekat denganmu, dan kuambil. Sungguh jalan terbaik menjadi seperti pahlawan untuk membuatmu memercayaiku. Sem
Sudah hampir siang ketika aku terbangun. Awalnya, kupikir bahwa apa yang terjadi maka biarlah itu terjadi, tetapi aku malah dihujam oleh kenyataan yang keji. Ternyata ini semua bukan mimpi. Ethan benar-benar mengkhianatiku. Aku merasa air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Aku menangis sampai tertidur kemarin dan aku sudah lelah menangis. Aku tidur dengan berharap segalanya akan membaik ketika aku bangun. Aku berdoa memohon mukjizat, tetapi di sinilah aku. Tidak ada yang berubah. Apa yang kuingin adalah ini semua hanya mimpi buruk belaka, tapi inilah kenyataan yang menghadapiku. Aku perlahan bangkit dari kasur. Aku tidak ada tenaga untuk melakukan apa pun, tetapi aku tahu aku tidak bisa tidur dan muram di ranjang sepanjang hari. Aku mandi cukup lama sekali, berharap ini akan membuat segalanya membaik, tetapi tidak. Aku yakin tidak ada apa pun yang bisa menjadi pelipur laraku. Setelah memakai kaus dan celana yoga, aku pergi ke dapur untuk makan. Baru saja aku mengambil beberap
Aku sebenarnya tidak tahu siapa yang lebih buruk. Rowan yang menggunakanku hanya untuk teman tidur semata ketika yang dipikirkannya adalah Emma, atau Ethan yang mempermainkanku dan masih memakaiku untuk teman tidur sementara dia berencana untuk membunuhku. Dia menghela nafas. “Aku tidak ingin berkata kasar, tetapi aku akan berbicara fakta. Jika aku tahu inilah yang kamu pikirkan sepanjang waktu, maka aku harus menghentikannya.”“Apa yang kamu maksud?”“Kamu tidak bisa mengais kasih sayang dari pria.” Dia menghela nafas lagi. “Bagaimana caraku membicarakan ini tanpa menyakitimu lebih dari ini... kamu berkencan dengan Ethan dengan harapan seseorang akan mencintaimu. Kamu tidak bisa menumpukan seluruh ekspektasimu ke orang lain. Kamu tidak bisa bahwa kasih sayang dari seorang lelaki akan mengisi kekosongan hatimu yang dibuat oleh Rowan dan keluargamu,”Belum sempat aku merespon, dia melanjutkan perkataannya. “Kamu membuat angan-angan dan aku baru tahu sekarang. Kamu berpikir bahwa jika
Anggap saja aku pengecut, tapi aku tidak peduli, aku hanya tidak tahu cara untuk menghadapinya. Ketika aku sampai di ruang tengah, aku menelepon layanan kamar untuk memesan sarapan agar dibawakan di kamar kami sebelum duduk untuk menunggu. Aku tahu bahwa bencana sudah menungguku saat Gabriel berkata kami akan berbagi kamar. Kupikir, pembatas bantal sudah cukup membantu, tapi nyatanya tidak. Itu sama sekali tidak membantu. Ada ketukan di pintu dan aku menyeberangi ruangan untuk membukanya. “Selamat pagi, Nyonya,” sapa si pelayan dengan senyuman di wajahnya. “Selamat pagi.”“Di mana saya bisa meletakkan makanan ini?” tanyanya saat aku minggir untuk membiarkannya masuk. “Taruh saja di meja makan,” jawabku padanya. Dia menganggukkan kepalanya dan menuju ke meja. Dia baru saja menyusun sarapan kami dan baru saja akan pergi ketika Gabriel berjalan keluar dari kamar sambil mengancingkan bajunya. Langkahnya goyah dan dia hampir saja limbung saat melihat ke arahnya. Gabriel memang makhlu
Sialan. Hanya memikirkan soal malam itu ditambah dengan apa yang tengah terjadi sekarang sudah cukup membuatku basah. Aku menggeliat saat mencoba untuk mencari posisi nyaman dan untuk menahan rasa sakit di antara kedua kakiku. Sungguh tidak membantu, bahkan ini malah membuat segalanya memburuk saat pantatku menenggelamkan kejantanan Gabriel lebih lagi. Gabriel menggeram dengan seksi dan dalam. Cukup mirip dengan geramannya malam itu, saat dia meniduriku. Getarannya terasa sampai klitorisku, dan membuatku membeku saat aku mencoba untuk mencari posisi nyaman. Aku menolehkan kepalaku dan berbalik ke arahnya, sambil berharap bahwa dia masih tidur. Aku lega saat kulihat matanya terpejam, lalu aku terpesona saat melihat betapa menawan dirinya. Dia terlihat tidur dengan damai. Bulu matanya yang panjang membayang di pipinya dan bibirnya sedikit terbuka. Aku tiba-tiba merasakan dorongan untuk menyentuh dan menciumnya. Aku tenggelam oleh pria yang sudah merebut hatiku bertahun-tahun yang lal
Sepanjang makan malam kami habiskan dalam diam. Dia memang harus minta maaf padaku, tapi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Kalau aku harus jujur, aku tidak pernah mengira kalau Gabriel akan minta maaf padaku. Jadi, saat melihatnya melakukannya dengan tulus, aku dibuat tidak bisa berkata-kata. Kami selesai makan malam dan menelepon layanan kamar untuk kemari membereskan piring-piring kami. “Aku mau tidur. Apakah kamu perlu sesuatu sebelum aku tidur?” tanyaku begitu piring-piring sudah dibereskan dan karyawan hotel sudah meninggalkan kamar kami. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa panik saat berpikir akan berbagi kamar dengan Gabriel, tapi mabuk udaraku menenggelamkan kecemasanku. “Aku juga mau tidur. Aku benar-benar lelah.”Aku menahan gelombang kepanikanku. Kupikir, aku akan tidur sebelum dirinya seperti biasanya. Hal itu akan memberiku waktu untuk rileks dan beristirahat sebelum dia bergabung dengan diriku. Aku sudah berpikir akan sudah tertidur saat dia memutuskan untuk ke ra
“Kamar mandi sudah kosong,” ujarku pada Gabriel ketika aku melangkah ke ruang tengah. “Aku sudah memesan makanan, silahkan makan tanpa menungguku.” Dia lalu berjalan melewatiku dan memasuki kamar mandi. Rasanya aneh kalau makan tanpa dirinya, dan aku juga tidak lapar. Jadi, aku mengambil ponselku dan memeriksa surel yang masuk, dan memikirkan apa saja yang dibutuhkan untuk besok. Aku tidak perlu menunggu lama, sebab kurang dari sepuluh menit kemudian, Gabriel sudah keluar dari kamar dengan kaus rumah dan celana panjang. “Kamu belum makan?” tanyanya sambil mengangkat alisnya saat menatap ke makanan.“Rasanya aneh kalau makan tanpa dirimu, padahal kamu yang memesan ini semua buat kita.”Dia menyeret kursinya dan mulai membuka makanan itu. Setelah mengambil beberapa porsi kecil, aku mulai makan. Aku sangat lelah meskipun sudah tidur di pesawat. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kasur. Aku memang menolak untuk tidur bersama Gabriel, tapi sekarang aku tidak bisa berhenti memikirkanny
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern
“Hana?” panggilnya. “Oh, maaf. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri tadi.” Aku lalu menggelengkan kepalaku untuk menepis pemikiranku. “Ya, aku sudah selesai berkemas.”“Baguslah, ayo pergi.”Sejam kemudian, kami sudah duduk di jet pribadi Gabriel. Tapi kali ini, aku menemaninya untuk menandatangani sebuah kesepakatan bisnis. “Apakah segalanya baik-baik saja? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa memanggil pelayan untuk membawakanmu apa pun yang kamu inginkan,” ujar Gabriel begitu jetnya lepas landas. Lihat apa yang kumaksud? Dia sangat perhatian. Di pernikahan pertama kami, dia tidak seperti ini. Aku tidak mengingat apa yang dilakukan Gabriel pernah menorehkan senyuman padaku. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dia tidak pernah memikirkan apa yang kubutuhkan atau kuinginkan. Dia tidak pernah peduli apakah aku nyaman atau tidak. Dia tidak pernah peduli apakah aku hidup atau tidak. Dia hanya benar-benar tidak memedulikanku. Tapi sekarang sudah berbeda, itulah mengapa aku merasa ru
“Apakah Ibu benar-benar harus pergi?” tanya Lilly dengan pandangan yang berganti-ganti ke arahku dan koper yang terbuka di kamarku. Aku benci persiapan di menit-menit terakhir, tapi kami benar-benar sibuk di kantor selama beberapa hari terakhir ini, jadi setiap kali aku sampai di rumah, yang bisa kupikirkan hanyalah tidur. Kakiku sangat pegal dan aku tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal selain makan dan tidur. “Ya,” balasku dengan lembut. “Ada sebuah kesepakatan penting dan ayahmu harus di sana untuk menandatanganinya ...”“Aku tidak paham mengapa aku tidak boleh ikut dengan Ibu? Aku mau melihat bagaimana cara Ayah melakukannya, cara dia menyetujui sebuah kesepakatan.”Aku tengah melipat sepotong pakaian terakhir, sebuah blus satin berwarna biru sebelum memasukkannya bersamaan dengan baju yang lainnya. Setelah selesai, aku menutup koperku sebelum menaruhnya di lantai.“Kamu pasti paham kalau kamu tidak boleh ikut,” jawabku sambil duduk di kasur. “Kenapa tidak?”“Karena kamu mas