"Jadi, sekarang, yang paling penting adalah, kita harus cari tempat berteduh sebelum hujan datang," kata Raymond sambil menembus pepohonan.Selena merasa sangat bersalah, ia merasa sudah membuat begitu banyak kesulitan. Mulutnya tidak berani untuk mengeluarkan suara. Selena telah menciptakan nerakanya sendiri, bahkan dia ikut menyeret Raymond ke pulau ini. Selena sudah siap jika Raymond melampiaskan kemarahan padanya, karena ia memang patut untuk menerimanya."Hei..., hei..., Selena?" tanya Raymond sambil mengibaskan telapak tangannya ke depan mata Selena yang tampak kosong."Ii..ya...?""Kamu baik-baik saja? Apa kamu sakit? Lelah?" tanya Raymond kembali."Oh...tidak...ayo kita lanjutkan!""Kamu yakin, kamu tidak bicara apapun sejak tadi, Apa kamu benar-benar baik-baik saja? Atau mungkin lapar?" tanya Raymond penasaran."Aku baik-baik saja, jangan khawatir," jawab Selena."Maaf, sepertinya hari ini, kita hanya akan bergantung pada buah kelapa dari pinggir pantai. Biasanya kita bisa ber
Jalan-jalan di hutan dengan kondisi cuaca seperti ini merupakan titik terendah hidup Selena. Selena mengira ketika ayahnya pergi meninggalkannya adalah titik terburuk dalam hidupnya. Tetapi sekarang ia menyadari, kalau berurusan dengan alam yang mengamuk adalah hal yang paling buruk yang dapat terjadi pada seorang manusia. Sedikit saja lengah, Selena akan kehilangan nyawa begitu saja.Tubuhnya tidak berhenti mengigil, dinginnya angin dan hujan sudah terasa seperti pisau yang menusuk-nusuk tepat di jantungnya. Bibirnya mulai membiru, dan sepertinya sebentar lagi tubuh Selena akan segera menyerah kalah. Ketika langkahnya sudah terasa sangat amat berat, Raymond kembali menepuk-nepuk pipinya dan mengembalikan sedikit kesadarannya.Keadaan Raymond pun tidak jauh berbeda dengan Selena. Hanya mungkin Raymond sudah lebih berpengalaman dengan kondisi seperti ini daripada dirinya. Jika terjadi sesuatu pada Selena, jika ia kehilangan kesadaran, maka Raymond sudah bersiap untuk memapah atau mengge
Selena terbangun ketika matahari sudah bersinar sangat terang. Ia merentangkan kedua tangan dan kakinya untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku. Segarnya udara pagi, dan hangatnya cahaya matahari yang masuk ke dalam gubuk, membuat hati menjadi lebih tenang. Selena begitu menikmati suasana indah itu sampai dia menyadari bahwa Raymond sudah tidak berada di sebelahnya."Ray...?" ujar Selena."Ray..?"Raymond tidak tampak di dalam ruangan itu, seluruh pakaiannya sudah tidak tergantung di tali penyekat ruang. Selena kaget dan sedikit panik. Mungkinkah Raymond meninggalkannya sendiri di sini? Tidak mungkin, tidak mungkin."Selena segera melingkarkan kain selimut untuk menutupi seluruh badannya dan segera berjalan ke luar untuk mencari Raymond."Ray...," teriak Selena."Ya...?" jawab Raymond dari arah bawah.Selena mencari arah suara itu, dan dengan segera ia dapat menemukan keberadaan Raymond."Hai, kamu sudah bangun?"sapa Raymond sambil tersenyum.Selena mengangguk."Pagi, kamu lagi
Raymond membolongi buah kelapa, meminum airnya berdua dengan Selena, membungkus semua ubi yang di bakarnya untuk bekal, menyiapkan segala alat-alat yang diperlukan, dan segera bersiap untuk pergi."Kamu sudah siap?" tanya Raymond."Sudah," jawab Selena."Sayang sekali, kamera dari Arya hilang entah kemana. Mungkin masih ada di kapal, atau mungkin jatuh ke laut. Kalau itu masih ada, kita bisa gunakan sambil sekalian meliput berita.""Tidak masalah, Ray. Selama HP kamu masih ada.""Kamu tidak berniat meliput dengan kamera HP kan? Baterainya sudah hampir..."" Aku tahu, ayo jalan!""Ke arah barat," kata Raymond sambil menunjukkan tanggannya ke salah satu arah."Dari mana kamu tau?" tanya Selena bingung."Matahari terbit di timur, berarti kita berjalan ke arah sebaliknya.""Oh, betul juga, ga kepikiran. Baiklah, ayo jalan!" kata Selena.Raymond melihat lagi peta lokasi yang ada di handphonenya."Sepertinya tidak jauh sih, tapi kita tidak tahu juga kalau medannya cukup berat," lanjut Raymon
Kapal Arya tidak hanya membawa TIM SAR tetapi beberapa reporter yang ditugaskan untuk meliput berita, termasuk James dan segudang omong besarnya. Petugas regu penyelamat segera memeriksa ibu Adam. Dan segera menandunya keluar dari gua. Sementara petugas lainnya mulai mencari korban lain yang mungkin selamat, dan beberapa personil mulai mengurus bangkai pesawat, serta beberapa jenasah yang mengambang di laut.Dengan bantuan Arya, Selena berusaha untuk meliput sedikit dari operasi penyelamatan tersebut agar tidak tertinggal berita dari reporter lainnya. Setidaknya Selena harus segera menayangkan secara live kondisi di tempat kejadian. Sementara Raymond dapat menikmati sedikit waktunya untuk bersantai dan beristirahat."Nih....," panggil mas Arya sambil menyodorkan botol minuman."Makasih, kaka....," jawab Raymond bercanda."Lo, keliatan happy banget?" tanya Arya."Happy gimana?""Semalem bro, lo kan dua malem sama doi, ada kemajuan ga? Apa kek? Ngobrol, atau jangan-jangan lebih dari itu?
"Tok, tok, tok!" "Ya, masuk!" "Pagi, Mbak," sapa Rahayu sambil membuka pintu ruangan Selena. Ini masih pagi, tapi wajahnya tampak sedikit kusut. "Pagi Rahayu. Ada apa?" jawab Salena sambil memandangi draft berita yang harus dibacanya hari ini. "Mau breafing schedule, Mbak. Ada perubahan." "Hah? Perubahan apa? Bukannya jadwalku berita malam ya? Memangnya ada masalah apa?" tanya Selena heran. "Hari ini, jawdal Mbak Selena di cancel. Berita malamnya akan digantikan oleh Mbak Diana karena nanti siang, Mbak Selena harus hadir pada acara konferensi pers di kantor BASARNAS. Pihak Basarnas sendiri yang meminta Mbak Selena dan Mas Raymond untuk hadir di acara tersebut." "O ya? Masa sih, Yu? Udah pada basi kali dengerin cerita kita di pulau. Mana diputer terus di TV hampir selama 1 bulan. Lagipula Ray kan sudah pergi shooting lagi di kalimantan," jawab Selena yang sedikit protes karena perubahan jadwalnya. "Waduh, saya juga kurang tau, Mbak. Menurut email yang dikirim ke Ayu, konfrensi
"Jadi, dengan ini, operasi pencarian dan penyelamatan korban jatuhnya pesawat Eagle Air, kami hentikan. Masih ada beberapa personel yang betugas di kepulauan Riau, untuk mengurus jenasah korban pesawat yang masih di rumah sakit dan belum dijemput oleh keluarganya. Selebihnya, mulai hari ini, kami manarik semua personel. Terima kasih atas perhatiaanya, sekali lagi, kami turut berduka dengan kejadian ini, mohon maaf bila selama kami bekerja, ada perbuatan dan perkataan kami yang tidak berkanan di hati saudara semua, baik yang disengaja maupun tidak. Sekali lagi terima kasih," kata moderator menutup acara konferensi pers sore ini.Raymond bersyukur karena rangkaian acara ini telah selesai. Selama 2 minggu pertama, Raymond mendapatkan undangan dari berbagai acara acara televisi. Dari mulai acara berita, hingga acara-acara gossip yang mengundangnya sebagai saksi di lapangan. Belum lagi berita-berita di kanal berita online yang menulis berita penyelamatan korban, hingga presenter ganteng pen
Setelah turun dari mobil Dimitri waktu menunjukkan sekitar pk 17.30. Selena segera bergegas untuk bersiap-siap. Dia segera mandi, membersihkan dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sambil mengeringkan rambutnya, Selena mulai memilih pakaian apa yang harus dikenakannya malam ini. Sudah menjadi kebiasaannya untuk selalu tampil rapih dan menawan dalam segala acara.Waktu menunjukkan pukul 7 sore hari, dan bel apartemen Selena mulai berbunyi."Selamat sore, bu. Ini ada seorang tamu ibu menunggu di bawah," kata salah seorang security di apartemennya."Baik, pak, terima kasih, tolong sampaikan kalau saya akan segera turun," kata Selena.Selena segera memakai anting-anting sambil berusaha melingkarkan tali di sepatu hak tingginya. Sekali lagi melihat penampilannya di depan kaca, memastikan rok hitamnya jatuh dengan sempurna di badannya. setelah penampilannya sempurna, Selena segera keluar dari apartemennya.Pintu lift terbuka dan Selena segera turun ke lobby. Ketika pintu lift kembali
Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?
"Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya
Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa
" dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a
Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok… plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"
"It's not her fault...!" kataku untuk menurunkan tensi di ruangan ini. "It Is NOT her fault?" tanya Steven seolah-olah tidak percaya dengan perkataanku. Kini matanya beralih padaku, ia memandangku begitu tajam. Ok, kini amarahnya juga berpaling padaku. "Sandra! Kumohon, jangan belain dia lagi. Sejak awal, kalau kamu mendengarkanku..., kalau kamu tidak memasukkan dia dalam team ini, maka semua kejadian ini tidak akan terjadi!" "Kamu benar, aku setuju," kataku sambil memandangi Cat. Berharap kemarahan Steven beralih padaku. Berharap, jika ia melupakan anak itu sebagai luapan emosinya. "Ya, kuakui ini salahku! Silahkan marah padaku! Aku akan menerima semua amarahmu. Tapi..., tidak sekarang, ok? Karena daripada kita menghabiskan waktu untuk marah, untuk berkelahi dan menyalahkan satu sama lain, bisakah kita memikirkan, rencana apa yang harus dilakukan kedepan?" "ak pada kita. Mereka tidak akan mentolerir kasus plagiarisme. Mereka sudah menyelidiki desain yang dikumpulkan Tyo. Jo sebelum
"kata seorang karyawan yang sedang merapihkan barang pajangan di etalase depan. "Iya,Kuakui, aku memang tidak berencana melamarnya hari ini. Sejak lama aku berpikir tentang hubungan kami, dan segala hal yang terjadi di antara kami berdua. Betapa dia begitu berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang pernah mengisi hidupku. Seorang di luar akal sehat. Dia tulus, dan apa adanya, dia mengucapkan semua yang ada di hatinya. Dia tidak bisa berbohong, dan yang paling penting, dia wanita bodoh yang tidak pernah meninggalkanku. Siapa yang dapat menduga, jika dia memutuskan untuk kembali, saat kupikir dia akan pergi meninggalkanku senidirian. Dia... dia tidak gentar dengan besarnya masalahku, dia tidak mengatakan apapun tentang dendamku. Dia tidak memintaku untuk memilih antara dirinya atau ambisiku. Dia selalu berdiri di sampingku, menemaniku, bahkan saat aku membenci diriku sendiri, saat aku kesepian. Saat tidak ada satupun yang sanggup bersamaku, wanita cantik itu tidak meninggalkanku sen
""Jam tiga lebih empat puluh lima menit. Ok I get it. Oh, satu lagi... Architext, mereka dapat urutan berapa? Kurasa akan sangat menarik untuk melihat presentasi mereka lebih dahulu. Kita bisa mengambil apa yang baik, lalu bisa membuat strategi untuk melawan mereka." "an mereka?" "Sepertinya begitu," jawabku pasrah. " Hahaha... ya sudahlah..., nanti kita lihat lagi situasinya seperti apa." "Ok, Steven." "Ng... Sandra! Sayang, ini masih pagi, belum jam sepuluh juga. Aku pergi beli sarapan sebentar. Kamu mau makan apa?" "Oh...," jawabku bingung. Sebenarnya aku sedikit mengharapkan Steven untuk kembali ke sini secepatya. Aku tidak peduli betapa laparnya diriku, aku hanya ingin dia menemaniku. Tapi..., biasakah aku memintanya untuk selalu ada di sisiku? Bisakah aku bertindak begitu egois? Walaupun hanya untuk hari ini saja, karena ini hari yang penting untukku, tapi.... "Sayang...? Sandra sayang? Aku beneran lapar," lanjut Steven. "Kamu tidak keberatan jika aku pergi makan sebentar