Share

Daratan Swarnadwipa

Aвтор: Alfonzo Perez
last update Последнее обновление: 2023-05-16 11:25:27

"Di mana para perompak itu?" tanya Aji penasaran.

"Tidak perlu memikirkan tentang mereka. Entah kenapa para perompak itu tiba-tiba saja memutuskan untuk berbalik arah dan tidak jadi menyerang kapal kita," jawab Jalu beralasan. Tidak mungkin juga dia mengatakan kepada sepasang saudagar kaya itu bahwa para perompak Hantu Laut telah dia kirim nyawanya menemui Dewa kematian.

Dahi Aji berkerut tebal. Dia sulit untuk percaya dengan ucapan Jalu, sebab dirinya tahu betul bagaimana reputasi perompak Hantu Laut yang tidak akan melepaskan sasarannya begitu saja.

Bergegas suami Nyi Sundari itu keluar dari kamar dan melihat ke bagian belakang kapal. Ditatapnya lautan yang membentang luas mencari keberadaan perompak Hantu Laut yang sudah tidak terlihat. Selepas itu dia kembali Jalu dan istrinya.

Empat hari berselang, kapal besar itu akhirnya bersandar juga di pelabuhan. Jalu, Aji dan Nyi Sundari bergegas turun dari kapal. Barang dagangan yang baru saja diambil sepasang saudagar kaya dari daratan Jawadwipa itu diturunkan oleh para kuli angkut yang sudah terbiasa melakukannya.

Pertama kali melihat daratan selain Pulau Tengkorak, Jalu menatap takjub dengan situasi yang sangat berbeda dibanding pulau tempatnya dibesarkan. Belasan bngunan besar kecil berdiri berderetan, begitu pula aktifitas ratusan manusia yang lalu lalang meramaikan suasana di pelabuhan besar tersebut.

Tanpa disadari Jalu, selama perjalanan menuju pelabuhan setelah berhasil menghabisi perompak Hantu Laut, para pekerja kapal tidak memiliki keberanian walau untuk sekedar menatap wajahnya. Rupanya salah satu pekerja kapal melihat aksinya membantai para perompak keji tersebut lalu memberi tahu teman-temannya.

Atas dasar itulah sikap mereka berubah total dan tidak berani sedikitpun menyinggung pemuda tampan tersebut.

Sebuah kereta kuda dan gerobak besar  yang ditarik dua ekor sapi sudah menanti. Barang dagangan Aji dan Nyi Sundari dinaikkan ke atas gerobak, sedangkan Jalu bersama sepasang saudagar kaya itu menaiki kereta kuda. Secara perlahan kedua kendaraan yang menggunakan tenaga hewan itu berurutan meninggalkan pelabuhan.

Setelah kepergian Jalu bersama Aji dan Nyi Sundari dari pelabuhan, nama pemuda tampan itu melejit dalam waktu singkat. Aksinya menghancurkan gerombolan perompak yang dikenal menakutkan itu menjadi buah bibir seantero pelabuhan. Kehebohan pun terjadi begitu cepat. Setiap mulut di pelabuhan tidak ada yang tidak membicarakan tentang sang pahlawan.

Di tengah perjalanan setelah meninggalkan pelabuhan, dari sela jendela Jalu melihat sebuah bangunan cukup luas yang berdiri di pinggir jalan. Di atas pintu gerbang bangunan itu tertera besar sebuah tulisan, Perguruan Pedang Tunggal.

Jalu menatap dingin tanpa ekpresi. Ingatannya tertuju kepada perintah kakeknya untuk menguasai dunia persilatan. 

Selama perjalanan menuju rumah Nyi Sundari, Jalu lebih banyak diam dan memejamkan mata. Sulit untuknya yang berkarakter pendiam untuk dipaksa banyak berbicara. Sesekali dia membuka mata ketika merasa kereta kuda sedang berbelok arah.

Untungnya Nyi Sundari dan suaminya bisa memahami karakternya tersebut, sehingga keduanya hanya bicara berdua saja.

Tak sampai sehari perjalanan, mereka pun tiba di sebuah rumah yang sangat besar mirip istana dalam ukuran lebih kecil.   Sekeliling rumah besar tersebut dikelilingi dinding bata setinggi tiga meter yang terbuat dari tanah liat dikeraskan lalu  digesek-gesekkan hingga menempel satu sama lain.

Kesan mewah rumah besar itu semakin terlihat dengan adanya pintu gerbang kokoh dari kayu berbentuk kupu tarung yang dihiasi ukiran indah. Empat orang penjaga berperawakan tinggi besar berdiri di kedua sisinya. Di pinggang mereka tergantung pedang yang cukup untuk membuat orang berpikir jika ingin berbuat jahat.

Tidak jauh dari rumah besar tersebut ada sebuah desa yang cukup besar dan dikelilingi rimbunan pepohonan bambu sebagai benteng alam.

Dua orang penjaga sigap membuka pintu gerbang. Kereta kuda yang ditumpangi Aji, Nyi Sundari dan Jalu bergerak melewati pintu gerbang, begitu pula gerobak yang membawa barang dagangan di belakang.

"Ayo turun, kita sudah sampai," kata Nyi Sundari seraya memberikan senyum hangat kepada Jalu.

Pemuda tampan itu hanya mengangguk kecil sebelum membuka pintu kereta kuda. Begitu berada di luar kereta kuda, mata Jalu menatap heran dan kagum dengan bangunan besar di depannya.

Dibandingkan dengan gubuk yang didiaminya selama delapan belas tahun, rumah di depannya memiliki ukuran puluhan kali lebih besar. Dan itu yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.

Cukup lama Jalu berdiri terpaku hingga akhirnya Nyi Sundari membuyarkan kebekuannya.

"Jalu, kenapa kau berdiri saja di situ? Ayo masuk!" ajak Nyi Sundari.

Jalu menoleh ke samping kanannya dan melihat Nyi Sundari dan suaminya tampak tersenyum hangat kepadanya. Pemuda tampan itu hanya memberi anggukan kecil sebelum berjalan mengikuti ayunan langkah sepasang saudagar kaya itu.

"Duduklah! Bibi dan Paman Aji masuk ke dalam dulu," kata Nyi Sundari setelah berada di dalam rumah.

Apapun yang ada di rumah Nyi Sundari berhasil membuat Jalu terpana. Kehidupannya yang sangat jauh dari dunia luar menjadikannya merasa begitu kerdil dan bodoh.

Tak lama Nyi Sundari keluar dan kemudian duduk di depan pemuda tampan itu. Senyumnya melebar menatap wajah Jalu yang menunduk.

"Bibi dan Paman Aji sudah sepakat kau boleh tinggal di rumah ini. Kamar juga sudah disiapkan pelayan untukmu. Untuk penjaga lain kami tempatkan di rumah lain, tapi khusus untukmu kau boleh tinggal bersama kami."

"Terima kasih, Bi," jawab Jalu singkat.

"Jika ada yang ingin kau tanyakan, Bibi dengan senang hati akan menjawabnya," ucap Nyi Sundari memancing Jalu untuk mau berbicara banyak dengannya. Pada dasarnya dia ingin lebih jauh mengetahui seluk beluk pemuda di depannya seperti apa, tapi karena Jalu sedang mengalami hilang ingatan dia tidak berusaha untuk bertanya yang berat-berat.

"Ada, Bi, apa bibi tahu tentang perguruan Pedang Tunggal yang tadi kita lewati?"

Dahi Nyi Sundari sedikit mengernyit. Ekspresinya menunjukkan rasa terkejut meski tidak terlalu besar. "Aku tidak terlalu paham tentang yang kau tanyakan, tapi ada salah satu orangku yang berasal dari perguruan Pedang Tunggal. Sebentar aku panggilkan Purnomo dulu agar menjelaskannya kepadamu." 

"Tidak perlu, Bi, pertanyaanku tadi juga tidak terlalu penting," cegah Jalu.

Nyi Sundari kembali duduk di kursinya. Pandangannya tertuju kepada seorang gadis cantik dan wanita setengah baya yang membawa makanan di tangan. "Jalu, itu putri Bibi," ucapnya.

Jalu hanya menoleh sedikit sebelum kembali menundukkan kepalanya.

Nyi Sundari tersenyum kecut melihat reaksi Jalu yang terkesan biasa saja dan tidak menaruh ketertarikan kepada putrinya yang memilki wajah cantik. Padahal tidak kurang perjaka tampan dan kaya yang mencoba menarik perhatian putrinya, tapi semuanya gagal menaklukkan putri satu-satunya tersebut.

Tidak sedikit pula pemuda yang datang bersama orang tuanya untuk meminta langsung kepadanya, tapi dia dan suaminya tidak mau memberi keputusan sepihak. Mereka berdua menyerahkan kepada putrinya untuk memberikan jawaban.

Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Dangiank
ceritanya bagus keren.... lanjut thor
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keangkuhan Ayu Wulandari

    Dan hasilnya sama saja, putrinya itu tidak berminat sama sekali meski berbagai tawaran harta benda yang tidak sedikit turut diajukan sebagai mahar pernikahan."Putriku, duduklah di samping Jalu," ucap Nyi Sundari kepada putrinya seusai gadis cantik itu meletakkan makanan di atas meja.Gadis cantik yang seusia dengan Jalu itu menatap ibunya penuh pertanyaan, tapi kode mata dari Nyi Sundari membuatnya meletakkan pantat di bantalan kursi samping Jalu. Ekor matanya melirik ke arah pemuda tampan yang sedari tadi menundukkan wajahnya."Jalu, kenalkan ini putriku, namanya Ayu Wulandari. Kau bisa memanggilnya Ayu," kata Nyi Sundari.Lagi-lagi Jalu hanya memberi anggukan kecil tanpa ekspresi apapun di wajahnya, dan apa yang dilakukannya itu sukses membuat penilaian pertama Ayu Wulandari untuknya tidak bagus."Sombong sekali, dia. Bahkan untuk melirikku pun tidak mau!" ucapnya kesal dalam hati."Jalu, tugasmu nanti adalah mengawal putriku kemanapun dia keluar rumah. Apa kau bisa melakukannya?"

    Последнее обновление : 2023-05-17
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tuduhan

    "Ckckck, bagaimana mungkin seorang pengawal akan mencelakai orang yang dikawalnya?"Purnomo terkejut mendengar suara yang berasal dari belakang tubuhnya. Dia menoleh ke belakang, tapi tidak ada seorang pun yang dilihatnya.Penasaran dengan suara yang baru saja didengarnya, Purnomo pun berdiri lalu melihat sekeliling. Tapi lagi-lagi sejauh matanya memandang tak terlihat siapapun."Kau mencariku?"Purnomo mendongak ke atas. Dilihatnya pemuda yang datang bersama Nyi Sundari dan Aji tengah duduk di atas sebuah dahan dengan pandangan terarah kepadanya."Kau jangan ikut campur urusanku, Bocah ingusan!" bentaknya keras."Hahahaha, bagaimana mungkin aku tidak ikut campur jika Bibi Sundari yang memintaku untuk menjaga Ayu." Jalu tertawa lebar karena menganggap apa yang diucapkan Purnomo kepadanya adalah hal yang lucu.Sejatinya Jalu tidak mengerti apa yang hendak dilakukan Purnomo kepada Ayu Wulandari, sebab selama hidup di Pulau Tengkorak dia tidak mengenal lawan jenis dan juga tentang birah

    Последнее обновление : 2023-05-17
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Memulai Aksi

    "Bohong! Kau pasti sudah bekerja sama dengan Purnomo untuk bisa menikmati tubuhku, bukan?" sahut Ayu Wulandari dengan penuh emosi. Jalu semakin bingung dengan kosakata baru yang dia tidak mengerti maksudnya. Bagaimana mungkin dia bisa dituduh hendak memakan gadis cantik putri dari Nyi Sundari dan Aji tersebut, sedangkan dirinya hanya berniat menyelamatkan Ayu Wulandari dari niat buruk Purnomo yang sebenarnya dia pun tidak paham apa hendak dilakukan lelaki bertubuh jangkung itu.Ya, Jalu memaknai arti kata menikmati sama dengan memakan. Keterbatasan berkomunikasi selama delapan belas tahun tinggal di pulau tengkorak membuatnya menjadi sosok yang lugu tapi bengis jika sudah berhadapan dengan sesama pendekar."Apa kau kira aku kanibal pemakan daging sesama manusia?" "Jangan pura-pura lugu, bedebah! Aku tahu kau berupaya mendekati orang tuaku agar bisa mendapatkanku." Lagi-lagi Ayu Wulandari menuduh Jalu tanpa dasar yang kuat. Dia hanya berpikir jika Jalu tak jauh berbeda dengan lelaki

    Последнее обновление : 2023-05-18
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Kemampuan Jalu

    Pertanyaan yang sama berseliweran di dalam pikiran setiap anggota perguruan Kelabang Hitam. Siapa pemuda yang berdiri di pintu gerbang? Ada masalah apa sehingga keempat penjaga sampai dibunuhnya? Puluhan lelaki berpakaian serba hitam yang merupakan anggota perguruan Kelabang Hitam itupun bergerak mendekati Jalu. Mereka masih menyangsikan bahwa pembunuh keempat penjaga tersebut adalah sang pemuda yang tampak tidak berbahaya jika dinilai dari wajah tampannya.Jalu mengambil beberapa ranting pohon kering yang tergeletak di dekat kakinya. Setelah itu dia mematahkannya kecil-kecil seukuran satu ruas jari. Satu ranting sebesar jempol kaki sepanjang satu meter dibiarkannya utuh dan dipegangnya di tangan kiri.Lelaki muda berusia delapan belas tahun berwajah tampan itu tersenyum tipis sebelum mengayunkan langkah kakinya. Dia kemudian berhenti dan berdiri setelah berjalan empat meter jauhnya.Puluhan anggota perguruan Kelabang Hitam itu heran dan bingung dengan keberanian yang ditunjukkan pe

    Последнее обновление : 2023-05-19
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perguruan Kelabang Hitam

    Terang saja puluhan lelaki yang semuanya memakai pakaian berwarna hitam itupun bergegas memberikan perlawanan.Tapi Jalu jelas bukan lawan sepadan buat mereka. Satu persatu anggota Perguruan Kelabang Hitam tergeletak di tanah. Mereka yang terkena sabetan ranting kayu di kepala seketika tewas dengan tengkorak retak. Darah meleleh keluar dari retakan hasil tebasan ranting yang sudah dialiri tenaga dalam. Sengaja Jalu hanya mengincar bagian leher dan kepala yang merupakan dua titik vital dan bisa mengakibatkan kematian secara cepat. Sambil terus menyabetkan ranting di tangannya, Jalu bergerak gesit mendekati lelaki bertubuh tinggi besar yang tampak terkejut melihat pemuda itu bergerak ke arahnya.Tanpa menunggu temannya untuk menghadang pergerakan Jalu, lelaki bertubuh tinggi besar besar tersebut menyongsong datangnya serangan yang mengarah kepadanya."Minggir semua! Biar aku yang menghadapinya," teriaknya keras memberi perintah kepada teman-temannya.Belasan anggota Perguruan Kelabang

    Последнее обновление : 2023-05-19
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Melawan Ki Sodolanang

    Jalu tersenyum mendapati lawan sudah mulai dilanda rasa takut. Tiba-tiba saja dia berpikir jika semua penghuni yang ada di perguruan itu dibunuhnya, lantas siapa yang akan mengakuinya sebagai pendekar terkuat?"Kedatanganku kemari sebenarnya tidak untuk bertarung melawan kalian. Cukup kalian yang berada di perguruan ini mau mengakui takluk kepadaku, maka aku tidak akan menyentuh kalian.""Sombong!"Terdengar suara keras dari belakang belasan anggota perguruan Kelabang Hitam yang berkumpul dan disusul melompatnya tiga orang lelaki tua melewati atas kepala belasan anggota tersebut.Ketiga lelaki tua itu mendarat beberapa langkah di depan Jalu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Benci karena nama perguruan Kelabang Hitam begitu disepelekan oleh pemuda ingusan. "Mulutnya itu terlalu sombong dan perlu diberi pelajaran, Anak muda! Jangan kira karena kau bisa menghabisi beberapa anggota kami itu sama artinya dengan kekalahan perguruan ini!" ujar salah seorang dari ketiga lelaki tua yang

    Последнее обновление : 2023-05-19
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dikeroyok 1

    "Biarkan kami membantumu, Ki," ucap salah satu teman Ki Sodolanang."Diam kau, Karya! Aku belum selesai bermain dengan kecoa ini!" sahut Ki Sodolanang sebelum mengalihkan pandangannya kepada Jalu yang tertawa pelan melihatnya."Apa yang kau tertawakan, Bedebah?" bentak Ki Sodolanang."Wajahmu itu semakin terlihat mengerikan, Tua Bangka. Coba kau cari cermin dan berkacalah, pasti kau akan takut dengan wajahmu sendiri," ejek Jalu.Ki Sodolanang mengusap wajahnya yang dipenuhi debu dengan punggung tangan. Setelah itu dia memompa tenaga dalamnya dan kemudian kembali melesat memberi serangan. Kecepatan lelaki tua bertubuh tinggi kurus tersebut semakin bertambah dan membuat Jalu sedikit kerepotan."Mati kau!" Ki Sodolanang berteriak sambil melepaskan pukulan setelah melihat celah terbuka di bagian belakang pertahanan lawan.Bugh!Punggung Jalu terpukul cukup keras hingga membuat pemuda tampan itu terdorong jauh ke depan. Tapi Jalu tidak merasakan sakit karena pukulan Ki Sodolanang malah men

    Последнее обновление : 2023-05-20
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dikeroyok 2

    Tanpa berpikir panjang pemuda tampan itu meloloskan pedang pusaka berbilah hitam itu dari wadahnya. Energi yang kuat seketika menyebar menekan kedua lelaki tua yang hendak mengeroyoknya.Karya dan Janaka sampai menyipit melihat sinar kebiruan yang menyelimuti pedang Halilintar di tangan Jalu. Meski tidak tahu mengenai pedang pusaka yang akan digunakan pemuda itu untuk melawan mereka berdua, tapi kedua lelaki tua itu sadar jika pedang tersebut bukanlah senjata biasa. Itu terlihat dari aura dan energi yang sedang mereka lihat dan rasakan.Jarang sekali ada atau bahkan tidak ada senjata pusaka yang mengeluarkan aura biru terang dari bilah yang berwarna hitam. Pada umumnya pedang berbilah hitam akan mengeluarkan energi berwarna hitam pula, Itu yang ada di dalam pikiran mereka berdua.Kedua tetua utama perguruan Kelabang Hitam selain Ki Sodolanang itu kemudian mencabut senjatanya masing-masing. Karya menggunakan pedang, sedangkan Janaka memakai tombak pendek bermata tiga seperti trisula."

    Последнее обновление : 2023-05-20

Latest chapter

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Emosi Ageng Pamuju

    Beberapa saat lamanya beristirahat, rasa lelah yang mendera tubuh Jalu pun berangsur menghilang. Pemuda berparas tampan itupun bangkit berdiri dan diikuti Ayu Wulandari yang juga berdiri setelahnya. “Ayo kita pulang. Ibumu saat ini pasti sangat cemas,” ajak Jalu. Memang benar apa yang dikatakan pemuda itu, Nyi Sundari dalam beberapa hari terakhir kebingungan menunggu kedatangan Jalu dan putrinya yang belum juga kembali. Rasa cemasnya begitu besar akan keselamatan mereka berdua. Bahkan dalam dua hari terakhir dia tidak tidur sama sekali, sehingga Aji sampai memanggil tabib untuk menjaga kesehatan istrinya. Dua hari berikutnya, sudah empat hari Nyi Sundari tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Tidak hanya itu, bahkan dia pun tidak berhasrat untuk mengisi perutnya. Tubuhnya terduduk lemas di kursi dalam rangkulan suaminya.“Kalaupun mereka ada masalah di perjalanan, aku yakin Jalu pasti akan bisa mengatasinya,” kata Aji menenangkan istrinya. Nyi Sundari hanya diam seribu bahasa.

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Bunga yang Layu

    “Bedebah! Pasti penyusup itu yang telah membuat semua anggotaku ketakutan.” Ageng Pamuju merutuk dalam hati. Ada rasa sesal kenapa tadi dia harus mementingkan memenuhi syahwatnya terlebih dahulu dari pada melawan si penyusup. Rasa percayanya yang terlalu tinggi kepada empat orang tetua bawahannya, kini berakibat dia harus sendirian di perguruan yang telah didirikan sejak empat puluh tahun lalu. Lelaki tua yang memiliki ajian awet muda itu berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya. Melihat banyaknya jasad anggota yang telah tewas telah membuatnya mual. Dia berpikir jika tidak mungkin untuk menguburkan semua sendiri, tapi jika bertahan di tempat itu, pasti bau busuk dari jasad yang sudah menjadi bangkai akan membuatnya kesulitan sendiri. Ageng Pamuju memasuki kamanrnya. Dia berpikir harus bisa mengambil langkah selanjutnya untuk kembali mengumpulkan anggota. Nama besar perguruan Gunung Setan harus kembali bergabung di blantika dunia persilatan. Di dalam sebuah bangunan, suasana heni

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Kemarahan Ageng Pamuju

    “Baiklah, kalian berdua boleh pergi. Tapi jangan pernah kembali lagi ke tempat ini atau nyawa kalian berdua tidak akan kuberi ampun!” ucap Jalu datar dan mengancam. Reso dan Waji menghela napas lega. Keduanya tanpa berpikir lagi langsung melesat meninggalkan Perguruan Gunung Setan secepat mungkin. Mereka berdua tidak peduli lagi dengan anggota perguruan yang masih bergerombol dalam jarak empat puluhan meter. Kepergian tetua dua dan tetua empat meninggalkan pertanyaan dalam benak ratusan anggota yang kebingungan. Mereka tak menyangka jika dua tetua tersisa yang diharapkan bisa menjadi dewa penolong nyatanya telah pergi tanpa pamit. Rasa takut akan kematian jelas menguasai pikiran setiap anggota perguruan yang masih hidup. Entah siapa yang memulai, tapi tiba-tiba saja anggota yang jumlahnya masih dua pertiga dari keseluruhan anggota perguruan Gunung Setan itu tiba-tiba berhamburan berlarian pergi dari perguruan menyusul Reso dan Waji. Jalu tersenyum tipis melihat hal itu. Dia tidak

DMCA.com Protection Status