Bab 48 : Sang Tahanan Eksekusi Mati
Gelap. Itulah yang pertama kali dirasakan Kenta begitu kesadarannya mulai kembali. Seluruh tubuhnya terasa berat, seolah beban raksasa menekan dari segala arah. Rasa nyeri menjalar di sekujur tubuhnya, dari luka-luka terbuka hingga memar akibat pertempuran sebelumnya. Ia mencoba menggerakkan tangan, namun bunyi gemeretak besi segera menyadarkannya bahwa ia tengah dirantai. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, ia langsung disambut oleh pemandangan dinding batu kasar yang lembap, udara dingin yang menusuk, dan cahaya obor yang berkedip redup. Ruang bawah tanah.
Kenta menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya yang masih berat. "Jadi begini rasanya kalah..." gumamnya, setengah mengejek dirinya sendiri.
"Aku penasaran berapa lama
Bab 49 : Di Ambang KematianAngin dingin berembus pelan di atas ibu kota kekaisaran. Langit yang biasanya cerah tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana tegang yang menyelimuti seluruh kota. Hari ini, ada eksekusi besar yang akan dilakukan di alun-alun utama dan nama yang akan dihapus dari dunia ini adalah Kenta, pemimpin Desa Lembah Babi.Di bawah menara eksekusi yang menjulang di tengah alun-alun, ribuan penduduk telah berkumpul. Mereka datang bukan hanya karena rasa penasaran, tetapi juga karena ketakutan. Kekaisaran jarang melakukan eksekusi di tempat terbuka seperti ini, apalagi terhadap seseorang yang berasal dari desa kecil yang hampir tidak memiliki nama di peta politik kekaisaran.“Jadi ini orangnya…?”
Bab 50 : Pertempuran di Jantung KekaisaranLangit kelabu menaungi ibu kota kekaisaran, memberikan atmosfer mencekam bagi mereka yang telah bersiap bertarung. Hujan turun perlahan, membasahi tanah berbatu dan bangunan-bangunan megah yang menjulang di sekitar alun-alun. Namun, di balik ketenangan itu, peperangan besar telah pecah."Majuuu!"Suara lantang Jenderal Batu menggema di tengah suara dentingan senjata dan pekikan prajurit. Prajurit Baja, yang dipimpinnya, bergerak maju dalam formasi perisai rapat, menciptakan benteng manusia yang sulit ditembus. Serangan pedang musuh yang bertubi-tubi dipantulkan oleh zirah baja mereka, sementara tombak panjang yang mereka pegang menusuk tanpa ampun ke arah pasukan kekaisaran yang mendekat.Di sisi lain, Rengga dan Pasukan Berkuda Besi menerjang seperti badai. Derap kuda yang kuat mengguncang tanah, dan tombak panjan
Bab 51: Di Ujung Pedang – Diplomasi di Medan PerangLangit yang kelabu masih menaungi ibu kota kekaisaran, tetapi suara dentingan senjata perlahan mulai mereda. Pasukan dari kedua belah pihak berdiri dengan waspada, menunggu langkah selanjutnya. Pertempuran yang baru saja berkecamuk dengan brutal kini hanya menyisakan ketegangan yang bisa dirasakan di udara.Di tengah medan perang yang masih dipenuhi mayat dan darah, Jenderal Marcus menatap ke arah Kenta, yang berdiri di seberang dengan napas terengah. Dekrit kekaisaran yang diperintahkan kepadanya masih tergenggam erat di tangannya.Hening. Setiap orang di medan perang tahu bahwa keputusan Marcus sekarang akan menentukan jalannya sejarah. Kenta mengangkat kepalanya, menatap mata Marcus dengan penuh ketegas
Bab 52: Keputusan yang Belum UsaiHening menyelimuti medan perang setelah perintah Jenderal Marcus untuk menahan Ryoji diumumkan. Pasukan Lembah Babi dan pasukan Kekaisaran saling menatap dengan waspada, masih belum benar-benar yakin apakah ini benar-benar akhir dari pertarungan.Namun, Marcus tetap berdiri tegap di antara dua kekuatan besar yang hampir saling membinasakan. Kenta, dengan napas masih berat setelah duel panjangnya, menatap langsung ke arah Marcus, mencoba menelaah keputusan yang baru saja dibuat."Kau yakin ini keputusan yang benar?" suara Kenta terdengar tegas namun penuh skeptisisme.Marcus menatap Kenta dengan sorot mata yang sulit dibaca. "Aku tidak akan bertindak gegabah tanpa bukti yang cukup. Aku akan membawa Ryoji ke istana dan memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada Kaisar selama ini tidak dimanipulasi."Dua prajurit kekaisaran menyeret Ryoji yang masih memberontak. Bangsawan itu berte
Bab 53: Persiapan di Lembah BabiHembusan angin malam menggetarkan ranting-ranting pohon di sekitar camp yang didirikan di luar kota. Api unggun yang menyala dengan cahaya kuning-oranye memberikan kehangatan di udara yang semakin dingin. Para prajurit Lembah Babi duduk berkelompok, berbicara dengan suara rendah, sementara para pemimpin desa berkumpul di sekitar Kenta yang tengah merenung.Kenta duduk dengan punggung tegak, tatapannya kosong sejenak. Ia memikirkan apa yang baru saja terjadi, dan apa yang akan datang. Setelah keputusan untuk menghentikan pertempuran dan menarik pasukan, Kenta tahu bahwa masa depan mereka takkan sesederhana itu. Kekaisaran mungkin memberikan jeda sejenak, tapi tidak ada yang bisa memastikan berapa lama. Itu adalah waktu yang mereka butuhkan untuk
Bab 54: Pembangunan Desa Level 3 dan Tantangan Musim DinginSuasana pagi itu tenang. Matahari perlahan muncul di balik pegunungan, menerangi desa yang kini tampak lebih kokoh dan terorganisir daripada sebelumnya. Lembah Babi, yang sebelumnya hanya sebuah kawasan kecil yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan, kini berkembang pesat. Setiap sudut desa memperlihatkan tanda-tanda pembangunan yang mengesankan. Jalan-jalan yang lebih lebar, bangunan-bangunan yang lebih stabil, dan pertanian yang semakin terorganisir memberikan harapan bagi Kenta dan warganya.Kenta berjalan dengan langkah mantap melalui desa yang telah berkembang pesat. Pasukan Lembah Babi yang dulu hanya dikenal sebagai pasukan yang terlatih dalam pertempuran kini juga menjadi ahli dalam berbagai bidang. Bebe
Bab 55: Jejak Darah dan Keheningan yang MencekamSudah beberapa minggu berlalu sejak pembangunan desa Lembah Babi mencapai kemajuan besar. Seluruh penduduk semakin merasa nyaman dengan kehidupan yang lebih teratur dan terjamin, berkat hasil kerja keras mereka. Namun, kesejahteraan yang perlahan tumbuh itu mulai diganggu oleh kabar buruk yang datang dari luar. Desas-desus tentang pembunuhan yang terjadi di desa-desa sekitar mulai menyebar dengan cepat. Kabar tersebut mengusik ketenangan di Lembah Babi, membawa gelombang kecemasan yang mengalir perlahan di antara warga.Hari itu, suasana di desa terasa lebih sunyi dari biasanya. Kenta tengah berjalan di sepanjang jalan utama desa, matanya fokus pada laporan yang dibawa oleh Maya. Wajahnya serius, penuh pemikiran. Sesekali ia men
Bab 1: Kebangkitan di Lembah BabiGang sempit itu pengap, dipenuhi aroma keringat, asap rokok, dan lumpur basah. Lampu jalan redup berkedip lemas, menciptakan bayangan samar di malam yang pekat. Kenta terjatuh, tubuhnya penuh lebam dan luka. Napasnya tersengal-sengal, sementara dunia di sekelilingnya berputar seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.Beberapa pria berdiri mengepungnya, tatapan mereka tajam penuh kebencian, seperti pemburu yang menemukan mangsa tak berdaya. Tawa dingin mereka menggema di malam kelam, menusuk hati. Salah satu dari mereka maju, tendangannya menghantam kepala Kenta dengan brutal. Darah hangat mengalir dari bibirnya yang pecah.“Uangnya mana? Beri sekarang, atau kau mati di sini!” suara pria itu pendek dan menusuk.Kenta mencoba menegakkan kepala, tapi pandangannya kabur. Tubuhnya gemetar, seperti lentera kecil yang nyaris padam. "Maaf... aku tidak punya apa-apa lagi," suaranya serak, hampir tenggelam dalam tawa para pria itu. "Tolong... jangan bunuh aku.
Bab 55: Jejak Darah dan Keheningan yang MencekamSudah beberapa minggu berlalu sejak pembangunan desa Lembah Babi mencapai kemajuan besar. Seluruh penduduk semakin merasa nyaman dengan kehidupan yang lebih teratur dan terjamin, berkat hasil kerja keras mereka. Namun, kesejahteraan yang perlahan tumbuh itu mulai diganggu oleh kabar buruk yang datang dari luar. Desas-desus tentang pembunuhan yang terjadi di desa-desa sekitar mulai menyebar dengan cepat. Kabar tersebut mengusik ketenangan di Lembah Babi, membawa gelombang kecemasan yang mengalir perlahan di antara warga.Hari itu, suasana di desa terasa lebih sunyi dari biasanya. Kenta tengah berjalan di sepanjang jalan utama desa, matanya fokus pada laporan yang dibawa oleh Maya. Wajahnya serius, penuh pemikiran. Sesekali ia men
Bab 54: Pembangunan Desa Level 3 dan Tantangan Musim DinginSuasana pagi itu tenang. Matahari perlahan muncul di balik pegunungan, menerangi desa yang kini tampak lebih kokoh dan terorganisir daripada sebelumnya. Lembah Babi, yang sebelumnya hanya sebuah kawasan kecil yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan, kini berkembang pesat. Setiap sudut desa memperlihatkan tanda-tanda pembangunan yang mengesankan. Jalan-jalan yang lebih lebar, bangunan-bangunan yang lebih stabil, dan pertanian yang semakin terorganisir memberikan harapan bagi Kenta dan warganya.Kenta berjalan dengan langkah mantap melalui desa yang telah berkembang pesat. Pasukan Lembah Babi yang dulu hanya dikenal sebagai pasukan yang terlatih dalam pertempuran kini juga menjadi ahli dalam berbagai bidang. Bebe
Bab 53: Persiapan di Lembah BabiHembusan angin malam menggetarkan ranting-ranting pohon di sekitar camp yang didirikan di luar kota. Api unggun yang menyala dengan cahaya kuning-oranye memberikan kehangatan di udara yang semakin dingin. Para prajurit Lembah Babi duduk berkelompok, berbicara dengan suara rendah, sementara para pemimpin desa berkumpul di sekitar Kenta yang tengah merenung.Kenta duduk dengan punggung tegak, tatapannya kosong sejenak. Ia memikirkan apa yang baru saja terjadi, dan apa yang akan datang. Setelah keputusan untuk menghentikan pertempuran dan menarik pasukan, Kenta tahu bahwa masa depan mereka takkan sesederhana itu. Kekaisaran mungkin memberikan jeda sejenak, tapi tidak ada yang bisa memastikan berapa lama. Itu adalah waktu yang mereka butuhkan untuk
Bab 52: Keputusan yang Belum UsaiHening menyelimuti medan perang setelah perintah Jenderal Marcus untuk menahan Ryoji diumumkan. Pasukan Lembah Babi dan pasukan Kekaisaran saling menatap dengan waspada, masih belum benar-benar yakin apakah ini benar-benar akhir dari pertarungan.Namun, Marcus tetap berdiri tegap di antara dua kekuatan besar yang hampir saling membinasakan. Kenta, dengan napas masih berat setelah duel panjangnya, menatap langsung ke arah Marcus, mencoba menelaah keputusan yang baru saja dibuat."Kau yakin ini keputusan yang benar?" suara Kenta terdengar tegas namun penuh skeptisisme.Marcus menatap Kenta dengan sorot mata yang sulit dibaca. "Aku tidak akan bertindak gegabah tanpa bukti yang cukup. Aku akan membawa Ryoji ke istana dan memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada Kaisar selama ini tidak dimanipulasi."Dua prajurit kekaisaran menyeret Ryoji yang masih memberontak. Bangsawan itu berte
Bab 51: Di Ujung Pedang – Diplomasi di Medan PerangLangit yang kelabu masih menaungi ibu kota kekaisaran, tetapi suara dentingan senjata perlahan mulai mereda. Pasukan dari kedua belah pihak berdiri dengan waspada, menunggu langkah selanjutnya. Pertempuran yang baru saja berkecamuk dengan brutal kini hanya menyisakan ketegangan yang bisa dirasakan di udara.Di tengah medan perang yang masih dipenuhi mayat dan darah, Jenderal Marcus menatap ke arah Kenta, yang berdiri di seberang dengan napas terengah. Dekrit kekaisaran yang diperintahkan kepadanya masih tergenggam erat di tangannya.Hening. Setiap orang di medan perang tahu bahwa keputusan Marcus sekarang akan menentukan jalannya sejarah. Kenta mengangkat kepalanya, menatap mata Marcus dengan penuh ketegas
Bab 50 : Pertempuran di Jantung KekaisaranLangit kelabu menaungi ibu kota kekaisaran, memberikan atmosfer mencekam bagi mereka yang telah bersiap bertarung. Hujan turun perlahan, membasahi tanah berbatu dan bangunan-bangunan megah yang menjulang di sekitar alun-alun. Namun, di balik ketenangan itu, peperangan besar telah pecah."Majuuu!"Suara lantang Jenderal Batu menggema di tengah suara dentingan senjata dan pekikan prajurit. Prajurit Baja, yang dipimpinnya, bergerak maju dalam formasi perisai rapat, menciptakan benteng manusia yang sulit ditembus. Serangan pedang musuh yang bertubi-tubi dipantulkan oleh zirah baja mereka, sementara tombak panjang yang mereka pegang menusuk tanpa ampun ke arah pasukan kekaisaran yang mendekat.Di sisi lain, Rengga dan Pasukan Berkuda Besi menerjang seperti badai. Derap kuda yang kuat mengguncang tanah, dan tombak panjan
Bab 49 : Di Ambang KematianAngin dingin berembus pelan di atas ibu kota kekaisaran. Langit yang biasanya cerah tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana tegang yang menyelimuti seluruh kota. Hari ini, ada eksekusi besar yang akan dilakukan di alun-alun utama dan nama yang akan dihapus dari dunia ini adalah Kenta, pemimpin Desa Lembah Babi.Di bawah menara eksekusi yang menjulang di tengah alun-alun, ribuan penduduk telah berkumpul. Mereka datang bukan hanya karena rasa penasaran, tetapi juga karena ketakutan. Kekaisaran jarang melakukan eksekusi di tempat terbuka seperti ini, apalagi terhadap seseorang yang berasal dari desa kecil yang hampir tidak memiliki nama di peta politik kekaisaran.“Jadi ini orangnya…?”
Bab 48 : Sang Tahanan Eksekusi MatiGelap. Itulah yang pertama kali dirasakan Kenta begitu kesadarannya mulai kembali. Seluruh tubuhnya terasa berat, seolah beban raksasa menekan dari segala arah. Rasa nyeri menjalar di sekujur tubuhnya, dari luka-luka terbuka hingga memar akibat pertempuran sebelumnya. Ia mencoba menggerakkan tangan, namun bunyi gemeretak besi segera menyadarkannya bahwa ia tengah dirantai. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, ia langsung disambut oleh pemandangan dinding batu kasar yang lembap, udara dingin yang menusuk, dan cahaya obor yang berkedip redup. Ruang bawah tanah.Kenta menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya yang masih berat. "Jadi begini rasanya kalah..." gumamnya, setengah mengejek dirinya sendiri."Aku penasaran berapa lama
Bab 47: Satu Lawan Sepuluh RibuAngin malam berhembus kencang di tengah distrik hiburan. Langit yang awalnya cerah kini terasa menekan, seolah ikut menjadi saksi atas pertempuran yang akan segera pecah.Di hadapan Kenta, puluhan ribu pasukan Ryoji telah mengepungnya dari segala penjuru. Jalanan sempit dan atap rumah-rumah bertingkat penuh dengan prajurit bersenjata lengkap, masing-masing siap menghabisinya dalam sekejap.Namun, di tengah kepungan itu, Kenta hanya berdiri diam. Mata emasnya menatap ke sekeliling, menghafalkan posisi lawan, mengukur celah-celah kecil di antara gerakan mereka.Di atas balkon paviliun utama, Kaede berdiri dengan tangan terlipat. Senyum meremehkan terlukis di wajahnya. “Lihatlah dirimu