Sontak semua orang yang ada di situ terkejut. "Sabar, jangan asal menuduh orang. Kita harus cari buktinya,"salah satu tetua menyarankan. Benowo tersenyum lalu berkata "Aku punya ide, kalian mendekatlah." **** Pagi itu Benowo dan beberapa murid padepokan mulai melakukan pencarian sobekan Kitab Sang Hyang Agni di pondok Mpu Waringin. Beberapa murid membawa sapu, ember dan sapu lidi untuk membersihkan pondok Mpu Warigin yang sudah lama ditinggalkan pemiiknya. Dari kejauhan Hasta, Gembong dan Tunggul duduk di bawah pohon beringin, mengawasi diam-diam kegiatan yang berlangsung di pondok Mpu Waringin. "Apa kangmas Hasta yakin mereka akan menemukan bagian kitab yang lain di situ?"tanya Gembong. "Kitab itu disimpan di padepokan ini. Pasti hilangnya juga di sini, memangnya mau dimana lagi?"ujar Hasta. "Kalau kitab itu ketemu apa Kangmas akan mencurinya?" Hasta tersenyum licik dan berkata "Tentu saja seperti yang dilakukan Jalu dulu. Jika perlu aku akan membunuh Benowo dan
Benowo memeriksa keadaan para murid dan tetua. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam serangan hari itu.Namun Hasta yang marah karena sempat tertipu oleh Benowo menyimpan dendam kesumat terhadap Benowo dan orang-orang di Padepokan Sekar Jagad. Setibanya di Kasatriyan Araraman, Hasta langsung menghadap Ra Kembar pemimpin Kesatuan Araraman yang juga pamannya sendiri. "Rahayu Paman Kembar!"Hasta memberi salam. Ra Kembar yang sedang mengawasi anak buahnya berlatih perang menoleh. "Hasta kenapa kamu sudah pulang? Bukankah kamu masih harus memata-matai orang-orang Sadeng itu?"tanya Ra Kembar. "Saya telah mengamati orang-orang Sadeng itu Paman. Dan saya mendapatkan sebuah bukti bahwa Padepokan Sekar Jagad ikut terlibat. Mereka ternyata melatih rakyat Sadeng menjadi prajurit sebagai upaya persiapan menghadapi Majapahit. Sadeng adalah kerajaan bawahan yang tidak memiliki pasukan sebanyak kita. Sehingga mereka melatih dan mempersenjatai rakyat secara diam-diam untuk menambah jumlah pas
"Pamanmu menyuruhku mengawalmu kemari,"ujar Jabung Tarawes.Jabung Tarawes adalah salah satu perwira menengah kesatuan Araraman anak buah Ra Kembar, yang juga dulu ikut membela Prabu Wijaya di masa pemberontakan Jayakatwang. Gembong dan Tunggul yang mencemaskan keselamatan Hasta langsung lari menghampiri Hasta."Kangmas Hasta, kamu tidak apa-apa?"tanya Tunggul.Melihat kedua mantan murid Sekar Jagad itu Benowo llangsung murka melihatnya."Kalian berdua pengkhianat yang tak tahu balas budi. Apa kalian tidak ingat kebaikan Mpu Waringin yang telah mengajarkan ilmu kanuragan pada kalian?!"Gembong maju ke hadapan Benowo lalu berkata dengan sinis"Aku belajar kemari juga membayar sejumlah uang untuk Mpu Waringin, jadi semua sudah impas. Apa salah jika aku kemudian memilih mengikuti Hasta yang bisa memberiku uang dan kedudukan sebagai prajurit Majapahit?"Benowo menatap Gembong dan Tunggul dengan pandangan penuh dendam."Ternyata kalian berdua pemuja harta, jika ada orang yang bisa membaya
Api membakar dinding tanaman bambu itu dengan cepat, Mbah Janti segera membereskan beberapa barang yang bisa dibawa. "Rangga, bawa barang-barangmu dan parang, kita memerlukan itu nanti!" Dari jauh terdengar suara-suara para prajurit menuju pondok Mbah Janti. Setelah membereskan barang-barangnya, Mbah Janti dan Rangga lari ke puncak gunung. Saat mendaki gunung menyelamatkan diri, Rangga sempat menoleh ke bawah, api sudah menjalar membakar tanaman dan semak belukar di halaman rumah mereka. "Itu dia...mereka lari ke puncak gunung!"seru salah seorang prajurit. "Kejar mereka, jangan sampai lolos!"seru Hasta. Saat api sudah melalap habis tanaman bambu, Hasta memasuki pondok Mbah Janti namun dia tidak menemukan siapapun di situ. Hasta yang masih mendendam terhadap Rangga, semakin geram. "Sial, kita sudah keduluan mereka sudah pergi!" "Cari mereka sampai dapat!"perintah Jabung Tarawes pada anak buahnya. Beberapa prajurit segera bergerak menyusul ke atas gunung. Sementara itu
Mbah Janti menarik tangan Rangga melompat ke jurang setelah itu tubuh Rangga meluncur cepat ke dasar jurang. Ada sebuah dahan semak tumbuh di dinding jurang, kaki Mbah Janti menutul dahan kecil itu sehingga laju tubuh mereka sedikit terhambat., lalu mereka kembali meluncur ke bawah jurang. Di bawah mereka tumbuh pohon Cempaka, kaki Rangga dan Mbah Janti sudah menyentuh pucuk pohon cempaka. "Sraaak...buk!" Rangga jatuh ke tanah sementara Mbah Janti mendarat dengan mulus di tanah. Ternyata mereka mendarat si sebuah hutan, tak ada rumah penduduk atau manusia yang ada di situ. Suasana di tempat itu sangat gelap, mbah Janti mengambil sebatang ranting dahan pohon lalu membakar ujungnya. Ujung ranting terbakar menerangi lingkungan di sekitar mereka. "Kita menginap di sini, besok kita cari petirtaan itu." ***** Para prajurit Majapahit di atas jurang terbengong-bengong melihat Rangga dan Mbah Janti melompat ke jurang. Hasta berseru marah "Sial, dia lolos lagi!" Jabung Tarawes me
Rangga dan Mbah Janti kembali melanjutkan perjalanan menuju kediaman Nyai Kecik. Saat itu mereka telah tiba di sebuah candi tua dengan sumber air yang jernih dan mengalir deras. Rangga yang kegirangan melihat air yang mengalir bergemericik langsung menceburkan diri ke dalamnya. "Byuuuur!", "Mbah, airnya segar!" Mbah Janti hanya tersenyum melihat Rangga yang bersukaria berenang di kolam. Namun dia tetap waspada, matanya memandang berkeliling. Dia merasa harus meningkatkan kewaspadaannya demi keselamatan mereka berdua. Tiba-tiba senyuman di bibirnya lenyap. Dari balik patung-patung candi, dia melihat ada beberapa bayangan soaok-sosok manusia sedang mengamati mereka. "Rangga cepat naik, ada orang yang mengawasi kita,"perintah Mbah Janti. Rangga yang masih ingin bersantai menolak keluar. "Mbah, badanku lengket dan bau masa tidak boleh mandi?" "Dasar ngeyel, keluar cepat jika tidak aku akan mematahkan kamimu!" Rangga terkejut, belum pernah dia melihat Mbah Janti semarah itu.
Rangga menghunus pedang lalu menangkis serangan Hasta dan Jabung Tarawes. Api memercik dari besi pedang setiap kali pedang mereka beradu. Melihat Rangga yang mengalami kemajuan sangat pesat dalam ilmu silatnya, Hasta mulai berpikir Dari kemarin aku perhatikan, Rangga yang semula tidak menguasai satu juruspun sekarang sudah mampu menguasai jurus-jurus yang gerakannya sulit, pikir Hasta. "Traang...traang!" Kembali pedang mereka beradu, Hasta terkejut, dia merasa tangannya kesemutan sehingga pedangnya hampir terlepas. Namun Jabung Tarawes berhasil memanfaatkan celah kosong pertahanan Rangga sehingga pedangnya berhasil membacok lengan Rangga meskipun dia sudah berusaha menghindarinya. "Aaarrrgh!"Rangga berseru kesakitan, kulit lengannya sobek mengucurkan darah. Sementara itu Mbah Janti dan Nyai Kecik sedang mengadu ilmu Kanuragan masing-masing. Melihat Rangga yang terluka. Perhatiannya langsung terpecah. Mbah Janti langsung berteriak cemas "Rangga!" Kesempatan itu digunakan
"Hasta dan komplotannya tidak hanya membunuh Mpu Waringin dan Kangmas Gondo, tetapi mereka juga membunuh Kangmas Jalu," tutur Badhra. "Lalu bagaimana kamu bisa sampai di tempat ini?" Pandangan Badhra menerawang mengingat kembali peristiwa yang telah dialaminya. Setelah terdiam beberapa lama, dia melanjutkan ceritanya. "Aku harus pergi dari padepokan, berbahaya bagiku jika aku terus berada di tempat itu. Perasaanku tak enak, aku merasa saat itu Hasta dan komplotannya sudah mulai mencurigaiku. Karena Kangmas Gondo sudah meninggal, aku dirawat oleh Paman Mudra di pondoknya. Aku menceritakan semua yang kualami kepadanya. Tengah Malam, Paman Mudra membawaku pergi ke desa ini." "Siapa itu Paman Mudra? Saat belajar ilmu pengobatan, aku tidak pernah melihatnya,"tanya Rangga. "Oh, kamu belum tahu ya, Paman Mudra itu bapaknya Gondo. Yaah, dia memang tidak pernah mengajarkan ilmu pengobatan maupun ilmu silat. Sehari-harinya dia hanya membuat obat, tak kusangka ternyata Paman Mudra juga
Rangga sesekali melirik ke arah dua orang tadi. Keduanya masih ada di sana sibuk dengan hidangan di depannya. "Kamu dan aku sama-sama pendatang baru di dunia persilatan. Tapi kalau ada kejadian seperti ini, siapa dan apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia mengincarku atau mengincarmu terkait dengan Bapakmu di masa lalu,"ucap Rangga."Entahlah, Bapak tidak pernah terbuka dengan masa lalunya.""Kami tidak pernah bertemu atau berseteru dengan sekte Bulan Sabit Emas. Aku curiga, setelah kejadian Nyai Wijil, bisa jadi mereka sedang mengincar pusaka yang kalian miliki. Pedang Inti Air dan Kapak Setan,"tambah Blandhong."Ya tapi kami kan bukan pendekar terkenal. Masa berita tentang pusaka ini sudah tersebar?"tanya Rangga.Blandhong terbahak mendengar pertanyaan Rangga.kalian"Ha ha ha ha kaliang ini lugu sekali. Rangga, berapa kali pedangmu kamu gunakan di depan banyak orang? Ketua, Kapak Setan dalam gembolanmu itu juga menarik perhatian para pemburu pusaka. Apalagi saat berada di pengina
Hasta sedang minum tuak di kapalnya berdama Tunggul dan Gembong saat Rama datang melapor."Kangmas Hasta, sepertinya kali ini lawanmu berat. Rangga ternyata bersahabat dengan Gerombolan Kapak Setan, gerombolan perampok yang paling ditakuti di Pajang.Hasta mengerutkan keningnya, dia baru saja mendengar nama gerombolan Kapak Setan."Ah, masa sih aku belum pernah mendengar kehebatan mereka di Timur,"ucap Hasta dengan nada meremehkan.Rama tersenyum melihat sikap Hasta yang memang suka merendahkan orang."Tapi kalau kamu tahu ilmu andalan mereka, pasti kamu juga menginginkan pusaka Kapak Setan itu. Dulu Liman adalah pemimpin mereka dengan senjata andalannya kapak setan. Di tangan Liman, kapak itu menjadi sebuah kapak yang bahkan mampu membelah bumi,"ungkap Rama."Ah, itu pasti cuma dongeng saja. Memangnya kamu pernah melihat sendiri kehebatan kapak itu?"tanya Hasta sambil menenggak tuaknya.Rama menggeleng"Belum pernah, aku mendengarnya dari Bapakku. Saat itu Liman ketua mereka masih ma
Sebuah kapal besar dan mewah tampak bersandar di dermaga. Pemilik kapal itu pastilah seorang bangsawan atau pedagang kaya. Terlihat Hasta yang berdiri di geladak kapal, sedang melihat kesibukan di pelabuhan Pajang. Di sebelahnya kirinya berdiri Tunggul sahabat sekaligus pengikutnya. Sedangkan di sebelah Tunggul seseorang yang berpakaian seperti pendekar ikut berbincang bersama Hasta. Saat mereka sedang asyik berbincang, Gembong naik ke kapal dengan tergesa-gesa, sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan."Gembong, kamu ini kenapa?"tanya Hasta heran."Huuh, aku melihat bocah itu berada di sini juga. Kukira dia sudah mati, tapi ternyata dia masih hidup."Hasta mengerutkan keningnya dan bertanya"Siapa bocah yang kamu maksud?""Rangga, dia ada di sini!""Lho, mau apa dia kemari?"tanya Hasta terkejut."Sudahlah Kangmas Hasta, kedatangan kita ke Pajang ini kan untuk menemui Bhre Pajang lalu menyampaikan surat perintah dari Gusti Ratu Tribuana agar Bhre Pajang mewakili Gusti Ratu T
Rangga belum melihat sosok Nyai Wijil namun suaranya seolah-olah begitu dekat dengan mereka. Beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara berkelebat di udara. Dari arah belakang perahu muncul Nyai Wijil. Kali ini Rangga terkagum-kagum dengan ilmu meringankan tubuhnya. Nyai Wijil melompat ke sungai. Saat akan mendarat di air, kakinya menutul air sungai laku melompat lagi, bagai berjalan di atas air.Setelah dengan perahu, wanita itu langsung melompat ke dalam perahu."Wijil, kenapa kamu tidak pernah berhenti mengganggu hidupku?"Nyai Wijil melihat ke arah Dhesta yang sedang terbaring di perahu dengan tatapan penuh kebencian."Itu anakmu dengan penari murahan itu kan?"Tapi Liman pura-pura tak mendengar, dia menghadang Nyai Wijil."Dia terkena racun Lali Jiwo milikmu, berikan obat penawarnya!""Aku mau memberikan penawarnya tapi dengan satu syarat!"Liman tertegun, matanya menatap curiga pada Nyai Wijil."Apa yang kamu inginkan dariku?""Tinggalkan penari murahan itu dan ikutlah dengank
"Dhesta!"seru Rangga cemas."Rangga, Dhesta keracunan, aku sudah berusaha mengeluarkan racunnya dari paru-parunya.Tapi hanya sedikit yang berhasil keluarkan."Mendengar suara yang yang sangat dikenalnya, Rangga segera menghampiri orang itu menyapanya."Ki Liman, anda di sini?"Liman tersenyum dan mengangguk, lalu dengan nada cemas dia berkata."Anakku satu-satunya yang selama bertahun-tahun tidak pernah keluar kampung. Tiba-tiba saja meninggalkan rumah pergi merantau. Tentu saja aku sangat mencemaskannya. Jadi aku memutuskan untuk menyusulnya kemari. Ternyata firasatku benar, pantas saja hatiku tidak tenang. Racun ini hanya orang-orang dari sekte ular hijau yang punya obatnya.""Ya, biar saya coba mengobatinya semoga saja berhasil. Tadi dia terkena asap beracun yang ditiupkan dari lubang di jendela itu. Saya tidak tahu racun jenis apa itu."Rangga segera mengeluarkan peralatannya dan mulai memeriksa Dhesta. Pemuda itu masih pingsan, wajahnya sudah mulai membiru.Celaka, racun itu tel
Para pengeroyoknya terperangah melihat Rangga yang dengan santainya berdiri di atas dahan pohon Hujan yang lemah. Rangga tampak anteng dan tenang di atas dahan pohon. Tak sekalipun dia terlihat kerepotan menjaga keseimbangan. Sesekali tubuhnya bergerak mengikuti gerakan dahan yang terkena angin. Orang-orang itu tersadar, kali ini lawan yang mereka hadapi bukanlah lawan sembarangan. Kini mereka semakin waspada terhadap lawannya. "Hei, jangan cari aman sendiri di atas pohon. Kalau kamu memang pemberani, turunlah lawan kami di bawah!" Rangga berkelebat turun dari pohon lalu berseru. "Ayo majulah, lawan aku!" Para pengeroyoknya langsung menyerang Rangga. Pedang Inti Air berkelebat menangkis serangan mereka. Tenaga dalam sudah dikerahkan ke tangan Rangga, lalu pedangnya membuat gerakan memotong. "Traang traang traang!" "Klontrang klontraang!" Terdengar bunyi besi jatuh disusul bunyi teriakan kematian. "Aaaarrrrghh....aaarrgh....aaargh!" "Bruuuk...bruuuk...bruuuk!" Tubuh para p
Dhesta tampak kecewa, hidangan itu lezat tapi dia tidak bisa memakannya karena beracun. Dia meihat ke sekelilingnya, para tamu sedang makan dengan lahapnya, namun tidak terlihat tanda-tanda keracunan. Dhesta akhirnya duduk memeluk lutut sambil bersandar di tembok mencoba meredakan rasa laparnya.Rangga mengalihkan pandangan ke arah lain. Terlihat Nyai Wijil sudah kembali lagi menghampiri laki-laki lain, lalu duduk dipangkuannya. Sedangkan pria brewok yang tadi bersamanya sudah tak tampak lagi."Melihat tamunya hanya melihat situasi di sekitarnya dan tidak segera menyantap hidangannya, seorang pelayan mendatangi Rangga dan Dhesta lalu bertanya"Ki Sanak, kok makanannya tidak segera dimakan? Apa makanan ini tidak enak? Jika tidak berkenan kami akan menggantinya dengan yang lain.""Ooh, tidak bukan itu. Kami hanya kecapekan dan mengantuk. Bagaimana jika makanan ini kami bawa ke kamar saja."Wajah pelayan itu tampak berubah, senyum ramahnya lenyap seketika. Namun sejurus kemudian wajahnya
"Gruuudug gruudug gruudug!"bunyi tanah terbelah.Para penonton bubar ketakutan, sedangkan teman-teman si Kumis yang menonton pertarungan itu tertegun. Pria genderuwo pemimpin gerombolan itu langsung berseru"Itu jurus 'Kapak Pembelah Bumi'! Tidak salah lagi, hanya Liman yang bisa melakukannya. Bocah itu anaknya Liman!"Sementara itu si Kumis kelabakan melihat bumi merekah di bawahnya. Sontak dia menghentikan serangannya, melompat menghindar ke tempat yang aman. Rekahan tanah berhenti, pria genderuwo maju ke hadapan Dhesta sambil menunjuk"Tidak salah lagi, kamulah anaknya Liman!"Pria genderuwo memberi tanda pada anak buahnya untuk maju ke hadapan Dhesta."Kalian kemarilah, beri hormat pada ketua Kapak Setan yang baru!"Para perampok itu serta merta langsung mendatangi Dhesta lalu menundukan kepala memberi hormat di hadapannya."Terimalah hormat kami Ketua!"Dhesta hanya bisa bengong melihat para perampok itu memberi hormat kepadanya. Beberapa menit yang lalu mereka berlaku kasar kep
Mata Si Kumis terbelalak melihat kapak yang dipegang Dhesta. Namun dia mencoba menguasai diri."Baiklah, kapak itu tampaknya memang benar Kapak Setan. Tapi pesan kapak besar seperti itu di pande besi pembuat pisau dapur juga bisa. Kalau kamu memang benar-benar anaknya Liman, tunjukan jurus-jurus Kapak Setan itu!"tantang si Kumis.Dhesta tak mengiyakan atau menolaknya, dia balik bertanya."Lalu bagaimana seandainya aku bisa membuktikannya?"Si Kumis tertegun, dia menoleh pada kakaknya minta persetujuannya. Lalu pria genderuwo itulah yang menjawabnya."Kalau kamu bisa menunjukan jurus-jurus khas kapak setan, kami akan patuh kepadamu dan mengangkatmu sebagai pengganti Liman pemimpin kami!"Dhesta terkejut, orang-orang itu tidak dikenalnya tapi malah akan mengangkatnya sebagai pemimpin gerombolan perampok."Hei...apa-apaan ini? Aku tidak sudi melakukan kejahatan seperti kalian. Bapakku melarangku mengikuti jejaknya sebagai perampok. Sekarang dia sudah insyaf, mengasingkan diri dari dunia