Sebuah kapal besar dan mewah tampak bersandar di dermaga. Pemilik kapal itu pastilah seorang bangsawan atau pedagang kaya. Terlihat Hasta yang berdiri di geladak kapal, sedang melihat kesibukan di pelabuhan Pajang. Di sebelahnya kirinya berdiri Tunggul sahabat sekaligus pengikutnya. Sedangkan di sebelah Tunggul seseorang yang berpakaian seperti pendekar ikut berbincang bersama Hasta. Saat mereka sedang asyik berbincang, Gembong naik ke kapal dengan tergesa-gesa, sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan."Gembong, kamu ini kenapa?"tanya Hasta heran."Huuh, aku melihat bocah itu berada di sini juga. Kukira dia sudah mati, tapi ternyata dia masih hidup."Hasta mengerutkan keningnya dan bertanya"Siapa bocah yang kamu maksud?""Rangga, dia ada di sini!""Lho, mau apa dia kemari?"tanya Hasta terkejut."Sudahlah Kangmas Hasta, kedatangan kita ke Pajang ini kan untuk menemui Bhre Pajang lalu menyampaikan surat perintah dari Gusti Ratu Tribuana agar Bhre Pajang mewakili Gusti Ratu T
Hasta sedang minum tuak di kapalnya berdama Tunggul dan Gembong saat Rama datang melapor."Kangmas Hasta, sepertinya kali ini lawanmu berat. Rangga ternyata bersahabat dengan Gerombolan Kapak Setan, gerombolan perampok yang paling ditakuti di Pajang.Hasta mengerutkan keningnya, dia baru saja mendengar nama gerombolan Kapak Setan."Ah, masa sih aku belum pernah mendengar kehebatan mereka di Timur,"ucap Hasta dengan nada meremehkan.Rama tersenyum melihat sikap Hasta yang memang suka merendahkan orang."Tapi kalau kamu tahu ilmu andalan mereka, pasti kamu juga menginginkan pusaka Kapak Setan itu. Dulu Liman adalah pemimpin mereka dengan senjata andalannya kapak setan. Di tangan Liman, kapak itu menjadi sebuah kapak yang bahkan mampu membelah bumi,"ungkap Rama."Ah, itu pasti cuma dongeng saja. Memangnya kamu pernah melihat sendiri kehebatan kapak itu?"tanya Hasta sambil menenggak tuaknya.Rama menggeleng"Belum pernah, aku mendengarnya dari Bapakku. Saat itu Liman ketua mereka masih ma
Rangga sesekali melirik ke arah dua orang tadi. Keduanya masih ada di sana sibuk dengan hidangan di depannya. "Kamu dan aku sama-sama pendatang baru di dunia persilatan. Tapi kalau ada kejadian seperti ini, siapa dan apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia mengincarku atau mengincarmu terkait dengan Bapakmu di masa lalu,"ucap Rangga."Entahlah, Bapak tidak pernah terbuka dengan masa lalunya.""Kami tidak pernah bertemu atau berseteru dengan sekte Bulan Sabit Emas. Aku curiga, setelah kejadian Nyai Wijil, bisa jadi mereka sedang mengincar pusaka yang kalian miliki. Pedang Inti Air dan Kapak Setan,"tambah Blandhong."Ya tapi kami kan bukan pendekar terkenal. Masa berita tentang pusaka ini sudah tersebar?"tanya Rangga.Blandhong terbahak mendengar pertanyaan Rangga.kalian"Ha ha ha ha kaliang ini lugu sekali. Rangga, berapa kali pedangmu kamu gunakan di depan banyak orang? Ketua, Kapak Setan dalam gembolanmu itu juga menarik perhatian para pemburu pusaka. Apalagi saat berada di pengina
Sementara Rangga langsung menyabetkan pedang menyambut serangan lawan. Kembali terdengar bunyi senjata beradu. "Traang traaang traaang....sreeet!" Musuh mencoba menggaet pedang Rangga, namun Rangga segera menarik pedangnya. Percikan api meletik kala pedang dan clurit beradu. Rangga mundur beberapa langkah, kali ini Rangga menyadari, kemampuan lawannya tidak bisa disepelekan, dia harus berhati-hati jika masih ingin hidup. Musuh kembali mengayunkan clurit menebas ke arah wajah Rangga. Rangga berkelit menjauhi serangan sambil menangkis dengan pedangnya. Kali ini musuh menyabetkan clurit lebih cepat dari serangan awal. Makin lama serangan itu makin cepat. Clurit musuh seolah berada di mana-mana sehingga Rangga sulit membedakan mana clurit yang asli mana yang bayangan. Merasa kesal Rangga juga menambah kecepatan dua kali lebih besar daripada tadi. Kali ini musuh mulai terlihat kewalahan. Rangga yang ingin segera menyelesaikan pertarungan melihat ada celah di serangan lawan. Pedangny
Sambil berjalan Rangga bertanya pada Resi Raju. "Siapa nama pemimpin pandhita di Sywagrha sekarang?"tanya Rangga. "Sekarang Sywagrha dipimpin oleh Pandhita Kanwa."Seorang gadis berjalan membawa sesaji di atas kepala. Tampaknya dia juga ikut mempersiapkan upacara Hari saraswati. Rangga bertanya pada gadis pembawa sesaji. "Dimana Pandhita Kanwa?" Gadis itu menunjuk ke arah satu bangunan candi yang tertinggi. "Beliau ada di sebelah sana di candi Sywa."***** Di candi Sywa terlihat ada seorang pria tua berpakaian serba putih sedang berbincang bersama orang-orang yang mempersiapkan keperluan upacara. Saat Rangga dan Resi Raju tiba di candi Sywa, mereka langsung mendatangi Pandhita Kanwa. "Rahayu Pandhita Kanwa,"ucap Resi Raju dan Rangga. Pria berpakaian serba putih itu menoleh lalu bertanya "Siapa kalian? Sepertinya anda datang dari india?"tanyanya.Suara Pandhita Kanwa begitu lembut dan menenangkan seperti alunan suara doa. "Ya, kami datang dari India. Saya datang bers
Rangga belum sempat melihat siapa pelakunya tiba-tiba saja tubuhnya dihantam oleh ombak besar sehingga tubuhnya terpental. Rangga berusaha bangun namun hantaman air gelombang kedua mengenai tubuhnya kembali. "Wuuur wuuur!" Rangga kembali terjatuh setelah dihantam gulungan air. Diliriknya Hasta, ternyata pemuda juga bernasib sama seperti dirinya. Hasta juga jatuh bangun dihantam gelombang air. Hasta yang marah berteriak memaki "Hei perempuan nyinyir, pergilah jangan ikut campur urusan kami! Pergi saja ngurus anak dan suamimu!" Perempuan itu melompat ke arah Hasta "Sembarangan ngomong, aku belum punya suami dan anak!" Sekarang Rangga dapat melihat jelas perempuan itu. Dia seorang perempuan muda yang cantik. Berpakaian serba biru dengan kain batik warna biru indigo. Hasta tersenyum mengejek "Ooh belum punya suami. Pantas saja tidak laku wajahmu juga tidak cantik. Mana ada pemuda yang mau menjadikan kamu isteri. Ha ha ha ha." Tiba-tiba semburan air masuk ke mulut Hasta yan
"Amrita, apa yang terjadi?"Rangga melihat jenazah di depan Amrita. Resi Raju telah gugur dengan tubuh penuh cacahan senjata tajam dan luka tusuk di dadanya. Sedangkan Amrita tangannya terluka karena goresan senjata tajam."Mereka...mereka telah membunuh ayah,"Amrita menangis tersedu.Rangga begitu marah, wajahnya membesi dengan suara bergetar dia bertanya kepada Amrita."Kamu tahu siapa yang membunuh mereka, setidaknya kamu tahu ciri-ciri mereka?"tanya Rangga lagi.Amrita menggeleng dan menangis lagi"Aku tidak tahu Rangga, aku bingung sekarang aku sudah tidak punya siapa siapa lagi."Rangga hanya bisa termangu di sisi jenazah Resi Raju. Dia bisa mengerti, Amrita masih belum bisa ditanyai tentang peristiwa kematian ayahnya. Seseorang menepuk bahunya, Rangga menoleh, Dhesta berdiri di belakangnya dengan raut wajah sedih."Maaf aku terlambat menolong Resi Raju. Dia memilih menjadi tameng untuk anaknya. Saat aku datang membantu, beberapa orang telah membunuhnya. Beruntung aku masih sem
Dhesta terdiam sejenak lalu berkata lagi."Sebenarnya ada untungnya kamu tidak sadarkan diri seperti orang mati. Setelah kerusuhan itu, beberapa prajurit kerajaan mencarimu. Tapi saat aku menunjukan tubuhmu yang sudah terbujur kaku dengan wajah pucat, mereka pergi dan tak bertanya-tanya lagi. Rangga sebenarnya apa yang terjadi sampai prajurit kerajaan ikut mengejarmu?"Rangga hanya menggeleng lalu berkata."Entahlah aku tidak tahu. Mungkin karena aku berteman dengan Awehpati si Raja Racun. Ah sudahlah, yang penting Sang Hyang Widhi masih melindungi aku. Aku dimatikan sebentar untuk menyelamatkan nyawaku."Rangga tiba-tiba teringat dengan Pandhita Kanwa."Dhesta, bagaimana nasib Pandhita Kanwa, apa dia selamat?"Dhesta menenangkan Rangga."Jangan kuatir, Pandhita Kanwa selamat, beberapa jamaah pendekar berhasil membawanya pergi. Sekarang dia pulang ke desa Parambanan tempat tinggalnya."Rangga lega Pandhita Kanwa masih hidup. Setidaknya dia masih bisa meminta bantuannya membebaskan ji
Saraswati tersadar dengan gugup dia berkata"Oh ya tentu saja, bapakku seorang pertapa. Dia sering bertapa di gunung-gunung di pulau Jawa ini. Pastinya dia pernah di sini, simbol makara adalah simbol dari keluarga kami.""Lalu apa maksud bapakmu meletakan patung makara itu di sini? Seharusnya patung ini diletakan di tempat yang mudah terlihat. Bukan di tempat tersembunyi di antara celah bebatuan goa. Sepertinya dia tak ingin tempat ini ditemukan orang,"tulas Rangga.Saraswati terdiam mengingat-ingat sesuatu laku berkata lagi."Bapakku pernah bercerita tentang jalur menuju Laut Selatan melalui sebuah lorong yang terletak di wilayah Pajang. Mungkinkah lorong ini akan membawa kita langsung menuju Laut Selatan?"Rangga teringat pengalamannya saat membebaskan keluarga Prawara dari perjanjian pesugihan dengan Nyi Blorong. Saat itu dia bisa langsung menuju Laut Selatan dari halaman belakang rumah keluarga Prawara."Ah, tidak aku tidak mau ke sana lagi. Malas aku bertemu dengan para demit di
Mereka menerobos kerimbunan hutan di lereng Merapi. Ternyata jalur menuju goa itu tidak semudah yang terlihat dari jauh. Mereka masih harus berjalan agak jauh. Samar terdengar suara air mengalir dengan deras, semakin dekat suara air mengalir itu semakin jelas terdengar.Akhirnya tibalah mereka di depan sebuah bukit batu yang terjal. Di atas bukit batu itu ada sebuah goa. Sesampainya di depan bukit batu, Rangga berdiri terpaku. Bukit itu ternyata curam dan dipenuhi oleh bebatuan yang terjal, licin dan berlumut. "Kalau dengan cara biasa kita akan kesulitan mencapai goa itu,"Rangga berkomentar."Lalu apa kamu mau mundur dan mencari tempat lain?"tanya Saraswati."Tidak, kita tetap ke sana, kamu pegangan yang kenceng, aku bawa kamu ke sana,"Rangga memeluk pinggang Saraswati lalu melompat ke bukit batu, menapaki bebatuan dengan ilmu meringankan tubuh Sang Hyang Bayu. Saraswati yang terkejut berteriak kaget."Hei, kamu tidak perlu menggendongku seperti ini. Aku juga bisa!""Sudahlah kamu pe
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast