"Kenapa?" tanya Sani bingung karena Flora menatapinya dengan curiga."Loe ada hubungan apa sama tuan Vandes? Kok rasanya ada yang beda sekarang?" tanya Flora merasakan hawa hawanya yang mulai berbeda. Berbeda sekali sewaktu dirinya baru meninggalkan Sani bersama Vandes untuk bekerja bersama.Sani tersenyum malu malu mendengar itu. Dia berdiri dan membelakangi flora yang menunggu jawabannya itu."Jawab hey!" sentak Flora karena tak kunjung menjawab pertanyaannya."Sebenarnya, gue sama tuan Vandes itu sekarang udah mulai dekat. Gue rasa gue suka deh sama tuan Vandes hehe." jelas Sani malu malu berbalik menatap Flora.Flora terkejut bukan kepalang. Baru ditinggal hampir sebulan saja sudah banyak berubah keadaan sahabatnya ini. Wah wah wah!"Loe bisa suka sama tuan Vandes, tapi tuan Vandes mau tidak sama loe? Jangan sampe kaya gue deh." sahut Flora tidak suka."Gue yakin kok tuan Vandes juga pasti suka sama gue. Apalagi gue juga enggak kalah cantik sama wanita wanita karir di luar sana."
Mau tidak mau, Flora akhirnya duduk di hadapannya Veekit."Ada apa denganmu? Biasanya kamu tidak sepolos dan sependiam ini." tanya Veekit tanpa menatap flora. Dia sibuk membuka alci untuk mengambil gaji Flora yang sudah dia persiapkan."Tidak ada tuan." jawab flora singkat. Veekit tidak lagi menjawab tau menyahut."Ini gajimu!" ujar Veekit memberikan sebuah amplop yang lumayan tebal. Flora melotot menatapnya. Apa itu semua isinya uang?"I..ini gaji saya tuan?" tanya flora gugup menatap amplop yang tebal itu."Hm." dehem Veekit dingin.Flora tanpa menunggu lama langsung mengambilnya dan membukanya. Ternyata, amplop yang tebal itu benar benar berisi uang semua. Flora tidak menyangka kalau gajinya akan sebesar ini."Terimakasih tuan, kalau begitu saya kembali dulu." ujar Flora. Dia masih tetap gugup apalagi jika sampai Veekit menanyakan mengenai hal tawaran itu. Rasanya dia belum siap untuk menjawab.Flora langsung berdiri dan melangkahkan kakinya menjauh namun suara Veekit menghentikann
Ceklek..."Selamat malam pria pria tampan mama." ucap seorang wanita yang tiba tiba memasuki kamar mereka, dia adalah Sookit.Veekit dan Vandes menoleh menatap mama mereka yang semakin mendekat. Ingat Vandes adalah sepupu dari Veekit namun Sookit sudah menganggap keduanya sebagai putra yang dia sayangi."Mama kenapa belum tidur?" tanya Vandes kembali duduk. Sookit tersenyum dan duduk di dekat Vandes. Veekit hanya diam saja."Mama harus pastikan keadaan kedua putra mama baik baik saja, baru mama bisa tidur dengan tenang." jawab Sookit tersenyum mengelus rambut Vandes."Sudahi pekerjaan Veekit. Cukup hanya di kantor saja bekerjanya sayang." ujar Sookit melirik Veekit yang masih sibuk dengan layar komputernya.Sookit hanya bisa menggeleng menatap putranya yang persis sekali seperti suaminya yang sudah meninggal. Papa dan anak sama saja!"Baik ma." Veekit akhirnya menyudahi pekerjaannya atas perintah dari mamanya."Ayo kemari mendekat sayang." ujar Sookit kepada Veekit. Veekit akhirnya me
"Flo, bagaimana pekerjaanmu?" tanya Sani yang tidak lain rekan penari Flora sekaligus sahabat dekatnya."Hm begitulah, lancar saja." jawab Flora santai sembari menghitung beberapa uang lembar yang menjadi upahnya menari."Loe yakin mau sumbangin uang itu ke panti sedangkan loe butuh uang juga kan untuk bayar kontrakan?" tanya Sani heran melihat Flora yang selalu rutin memberi sumbangan ke salah satu panti yang sering dikunjunginya. Dia saja yang lebih berkecukupan dari Flora tidak ada niat seperti Flora yang malah keadaannya serba kekurangan."Seperti biasa San." sahut Flora acuh. Dia lalu berdiri mengambil tasnya dan hendak ingin pulang ke kontrakannya."Lalu gimana uang kontrakan loe?" tanya Sani mempertanyakan bagaimana Flora akan membayar cicilan kontrakannya.Flora berbalik menatap sahabatnya dengan senyuman tipis karena lelah, bahkan pakaiannya saja masih berpakaian kebaya."Loe lupa kalau gue juga bekerja sebagai pelayan?" tanya Flora mengingatkan sahabatnya kembali jika dia pu
"Benarkah?" tanya Sani antusias.Flora juga sedikit kaget mendengarnya karena putra biasanya tidak pernah terlalu semangat seperti ini."Job apa sampe loe semangat kaya gini?" tanya Flora langsung. Dari gaya bicaranya, kita bisa tau kalau dia tidak menyukai putra. Dan, memang begitulah kenyataannya."Club penari kita udah terkenal banget, apalagi loe. Banyak yang suka sama gaya menari loe. Dan job yang gue maksud adalah perusahaan Paradise yang terkenal itu akan pakai club penari kita untuk mengisi acara penting mereka. Jadi gue mau loe yang akan menjadi ketuanya." ujar Putra semangat antusias."Loe serius!" kaget Sani menganga tidak percaya."Ngapain gue bohong. Gimana Flo?" tanya putra menatap Flora yang diam saja."Yaudah terima aja, tapi gimana dengan Reta?" tanya Flora mengingat Reta atau lebih tepatnya adalah Areta. Dia mempunyai kedudukan yang sama seperti Flora di club penari mereka."Gue udah bilang sama dia, tapi katanya dia mau tolak untuk job ini. Dia kebetulan ada di luar
Acara berjalan dengan lancar. Sekarang, semua anggota club' penari Flora sedang berada di dalam ruangan yang disediakan untuk mereka."Acaranya tadi sangat meriah. Sepertinya, banyak yang menyukainya tarian dari club' kita." ujar putra mengingat bagaimana tarian dari club' mereka mendapat banyak sorakan kagum. Flora dan Sani hanya tersenyum mengangguk sembari meneguk botol air minum milik mereka."Permisi." ucap seseorang yang memasuki ruangan mereka. Seorang pria tampan dan terlihat gagah dengan jas putih yang dia pakai.Putra dan rekannya sontak berdiri karena sadar siapa seseorang yang datang ini. Ya, dia adalah tangan kanan pemilik perusahaan. Dia juga yang mengundang club' penari mereka."Ada apa tuan?" tanya putra sopan."Ah tidak ada, saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya mewakili perusahaan sangat menyukai tampilan penari kalian." jawab pria itu tersenyum ramah."Tentu saja tuan, penari penari kami tidak pernah gagal." sahut Putra bangga dan percaya diri. Pria itu hanya men
"Kalian ternyata sudah datang, yasudah jika begitu masuklah ke ruangan yang akan ditunjukkan, pemilik perusahaan ini sudah menunggu untuk mewawancarai kalian sebentar." ucap Vandes menatap dua wanita didepannya, Flora dan Areta."Wawancara?" tanya Areta kaget.Vandes membuang muka karena suara Areta yang cukup mengganggu telinganya."Ma..maaf tuan, saya hanya kaget saja." ucap Areta ragu."Iya, kalian akan diwawancarai. Sekarang pergilah, seseorang akan menunjukkan ruangannya."Setelahnya, Flora dan Areta langsung berjalan dengan seorang wanita cantik yang memandu jalan mereka. Ditengah tengah perjalanan, Areta berdecak kesal berbisik kepada flora."Loe kok gak bilang sih kalau harus diwawancarai, loe tau gue paling gak bisa kayak gitu. Loe sengaja ya!" bisik Areta kesal.Flora memutar bola mata malas."Gue juga gak tau Areta, ribet banget sih loe!" tekan Flora berbisik juga. Areta hanya bisa diam menahan kekesalannya."Ini ruangan tuan muda, kalian masuklah. Tapi saya beri saran, jan
Flora menatap sekeliling bingung. Karena tidak menjawab, Vandes ikut menatap sekeliling, dan ternyata dia sudah tau alasannya."Ahh saya tau." ucap Vandes tersenyum tipis."Hehe.""Yasudah ayo pergi, aku akan memberimu makanan nanti." ucap Vandes dan langsung melangkah pergi, Flora langsung ikut cepat cepat pergi.Jam kerja kembali berlangsung. Sekarang, flora dan Areta sedang berdua untuk membahas kontraknya."Flora!" ucap Areta dengan nada kesal."Hm." sahut Flora cuek sembari terus membaca lembaran di tangannya."Loe kok bisa bersama tuan Vandes?" tanya Areta tidak suka."Oh itu, dia tadi ingin menunjukkan tempat kantin, aku kan tidak tau dimana tempatnya, dan kau meninggalkanku bukan?" jawab Flora tersenyum tidak merasa bersalah.Areta berdecak kesal karena flora yang sangat santai. Dia tidak menyukai flora bersama tuan Vandes. Sekarang, keinginan Areta sudah berubah."JIKA TIDAK BISA MENDAPATKAN TUAN VEEKIT, HARUS MENDAPATKAN TUAN VANDES. MEREKA JUGA SEPUPU." batin Areta.*"Ada