PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (11)Tanpa menaruh curiga, aku membuka pintu dengan lebar dan menatap orang yang berada di hadapanku.''Papa sudah pul—'' Seketika raut wajahku berubah ketika mengetahui sosok yang ada di hadapanku. Ternyata laki-laki brengsek yang sama sekali nggak punya hati. Dia datang ke rumah ini tanpa merasa bersalah. ''Ada apa kamu datang ke sini, hah?'' Kedua tanganku berdecak pinggang dan menatapnya penuh amarah. Ingin sekali kucabik wajahnya dan kubunuh secara membabi buta sampai daging dan tulangnya terpotong menjadi beberapa bagian. ''Santai, dong! Jangan marah! Aku datang ke sini hanya ingin memberikan ini terhadap kamu,'' ujarnya sembari menyerahkan dua amplop besar berwarna cokelat kepadaku. ''Nggak sudi aku menerima apapun dari kamu setelah apa yang sudah kamu lakukan terhadapku!'' Dengan amarah aku langsung membuang amplop cokelat ke dalam tong sampah. Lalu, menatap nyalang mantan suamiku.''KEMBALIKAN SERTIFIKAT RUMAHKU! AKU MAU RUMAHKU KE
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (12)''Saya punya buktinya!''Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri kami. Dia menyerahkan semua bukti-bukti yang dibawanya kepada polisi yang ada di hadapan kami. ''Bi—bima ... kamu mendapatkan bukti itu dari mana?'' tanyaku terbata-bata. Aku sampai lupa bahwa Bima sama sekali nggak masuk ke kantor polisi bersamaku. Dia lebih memilih pergi tanpa ikut serta mendampingi kami masuk ke dalam.''Aku mendapatkan bukti-bukti ini tepat sesaat Pak Sanusi berada di rumah sakit. Beliau menyuruhku untuk mengumpulkan bukti-bukti agar bisa menjebloskan Hilman ke penjara,'' jelasnya memberitahu. Aku tertegun mendengar ucapannya.Terlihat, polisi membaca dengan seksama bukti yang diserahkan oleh Bima. Sementara Mas Hilman, dia membuang muka seakan menyimpan penuh amarah kepadaku. ''Bukti ini sudah selesai saya baca. Di dalamnya juga tertulis bahwa saudari Wulan Widya menggugat saudara Hilman Saputra—mantan suaminya, karena sudah menjual tanah beserta rumah d
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (13) PoV Hilman ''Bagaimana sayang si Wulan sudah kamu ceraikan belum?'' tanya Dewi. Dia menatap lekat wajahku seakan penuh harapan. ''Tentunya, sayang. Aku sudah menceraikan si Wulan. Lagipula untuk apa aku mempertahankannya, dia sama sekali nggak secantik kamu,'' ujarku bangga. ''Kalau begitu, kapan kamu akan menikahi aku?'' Sepertinya dia menagih janjiku, karena sebelumnya aku pernah menjanjikan bahwa setelah nanti aku dan Wulan bercerai aku akan segera menikahi Dewi. Awalnya memang aku berniat ingin segera menikahinya dalam waktu dekat, tapi entah kenapa aku mengurungkan niat dan belum ingin menjadikan Dewi sebagai istri. ''Nanti kalau uang tabungan sudah banyak, kita akan segera menikah. Kamu yang sabar, ya,'' ucapku tanpa memastikan kapan hari yang tepat untuk menikahinya. ''Kita nikah sirih saja dulu, aku sudah nggak kuat ingin setiap saat bersamamu, sayang.'' Dewi memohon, wajahnya menekuk memperlihatkan kesedihan yang dirasakan
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (14)''Ke mana?''''Ke rumah sakit. Barusan pihak rumah sakit telepon dan mengatakan Ibu dirawat dan menyuruhku untuk secepatnya ke sana.'' Aku menjelaskan.''Aku nggak mau!'' Tolaknya tanpa memberi alasan. Dia terlihat acuh dan sama sekali nggak punya rasa kasihan. ''Kenapa?''''Ya untuk apa bertemu ibumu, nanti malah aku lagi yang harus ngejaga ibumu selama di sana,'' tuturnya.''Memangnya kenapa? Kan sebentar lagi juga kita akan menikah, kamu harus menghormati ibuku selayaknya ibumu juga. Termasuk merawat ibuku jika sakit.'' Aku mencoba memberi pengertian terhadap Dewi, walaubagaimana pun ibuku juga pastinya akan menjadi ibu mertuanya. Dia harus paham bahwa merawat ibuku yang sakit adalah pahala yang akan membawanya masuk ke surga. Bukan hanya berbakti kepada suami saja, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Wulan ketika setiap Ibu sakit. Apalagi aku sudah mempercayakan semua uang hasil penjualan rumah kepada Dewi. Otomatis, dia harus menu
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (15)Aku nggak memberitahu tentang mimpi yang barusaja aku alami. Kenyataannya seakan nyata, tapi aku lebih memilih mengabaikan karena sama sekali nggak penting.Ibu menghela nafas. ''Oh iya, Hilman. Ibu mau tanya, penceraian kalian gimana, apakah sudah diproses?'' ''Belum, Bu.''''Kenapa? Bukankah lebih cepat lebih baik?'' tanya Ibu heran.''Aku nggak mau ngurusin penceraian, Bu. Karena Ibu tahu sendiri 'kan biaya pengacara serta pengadilan agama sangat mahal. Nanti saja kalau si Wulan sudah mengajukannya sendiri kan aku nggak perlu ngeluarin uang banyak.'' Aku menolak permintaan Ibu. Lagipula, aku nggak sudi ngeluarin uang untuk hal seperti itu. Bukankah laki-laki gampang menikah kembali nggak seperti perempuan?''Ya sudah, terserah kamu saja Ibu hanya tanya,'' ujar Ibu.***''Apa kamu nggak salah beli rumah ini yang akan menjadi tempat tinggal kita?'' tanya Ibu heran. Saat ini, kami tengah berada di depan rumah berlantai satu. Rumah ini namp
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (16)''Kamu apa kabar?'' tanya Dinar.''A—aku baik-baik saja.'' Aku tersenyum senang.''Kamu habis dari mana?'' tanyanya sambil memiringkan pandangan ke arah kantor pengadilan agama. ''Kamu habis dari KPA?'' lanjutnya.Aku mengangguk sembari mengiyakan. ''Kamu cerai dengan istrimu?'' tanyanya lagi penasaran.''Iya, aku dan istriku sudah memantapkan hati untuk bercerai. Dan, ini adalah jalan yang terbaik.'' Aku menjelaskannya.''Aku turut perihatin atas apa yang sudah menimpamu, Hilman. Oh iya, aku sama sekali belum tahu siapa istrimu, kamu sudah bercerai saja dengan dia,'' ujarnya menekuk wajah seakan sedih mendengar berita aku bercerai.''Nanti juga kamu akan tahu, Dinar. Yang jelas, hubungan kami mungkin sudah nggak seharmonis dulu. Aku yakin, mungkin ini jalan Tuhan agar nanti aku mendapatkan pengganti yang lebih baik dari dia.'' Aku mencurahkan isi hatiku. Biarlah ia tahu tentang kesedihanku, bukan dengan kenyataan yang sebenarnya.''Aku per
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (17)PoV WulanAku duduk menatap seluruh taman yang ada di sekitaran sini. Entah kenapa, rasanya aku ingin sekali berada di tempat yang semewah ini. Setelah tadi capek mencari keberadaan Bima membuatku harus menegakkan dahaga sembari menikmati pemandangan alam yang ada di sekitaran taman ini. Ini yang dinamakan surga dunia, selepas suamiku mengucapkan talak setelah itu juga aku merasa dunia begitu baik melepaskan laki-laki yang jahat seperti Mas Hilman. Antara sedih dan bahagia menjadi satu, sedih melihat anak-anak harus menanggung sakit hati atas perlakuan Mas Hilman yang nggak bertanggung jawab. Bahagia karena sudah berpisah darinya. ''Wulan ....''Suara erangan laki-laki berasal tepat di belakangku. Aku memalingkan pandangan dan menatap laki-laki bermata elang berdiri tegak menatapku sembari tersenyum. Dia kemudian duduk tepat di sampingku.''Kamu dari mana? Aku cari nggak ketemu!'' Aku bertanya heran. Aku pikir dia akan marah setelah tadi a
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (18)''Tapi berisik, Wulan. Jika kita nggak membuka mereka pasti akan terus mengetuk pintu,'' ucap Papa lagi.Aku menelan saliva dan membiarkan Papa membuka pintu, sementara aku melangkah hendak memasuki kamar Via. Aku begitu sangat penasaran sekali ingin tahu. ''Bima ... ternyata kamu!'' Terdengar suara Papa bersuara. ''Saya fikir orang yang kemarin menagih uang dua ratus juta!'' lanjut Papa.''Saya datang ke sini lagi, Pak. Saya dengar dari luar Via menangis. Boleh saya bertemu dengan Via sekarang?'' tanya Bima.Aku yang sudah tahu kedatangan Bima langsung datang menghampirinya bersama Via yang tengah kugendong. Anak bungsuku masih saja terus menangis.''Bima ....'' Lirihku berucap menatap kedatangannya.Bima tersenyum. ''Via kenapa nangis terus? Sini sama Om, yuk!'' Ajak Bima berceloteh sembari ingin ingin menggendong tubuh Via.Via mengangguk mau. ''Kamu kenapa, sayang, kok menangis terus?'' tanya Bima pada Via.''Via tadi ketemu Papa, tapi
Aku melangkah pelan bergegas membuka pintu, dan .....''Mas Tomi?''Aku menatap wajah suamiku dengan sedikit terkejut, rupanya yang mengetuk pintu adalah suamiku sendiri bukan seperti apa yang aku bayangkan.''Kamu kenapa?'' Tanya Mas Tomi heran.''Ah, nggak kenapa-napa kok, Mas,'' ucapku sembari terkekeh.Mas Tomi terdiam, dia melenggang dari hadapanku dan segera mencuci wajahnya.''Aku izin pagi ini mau pergi ya, Sayang,'' ujar Mas Tomi meminta izin.''Memangnya mau kemana sepagi ini, Mas?'' Aku kembali bertanya karena penasaran akan kemana perginya suamiku sepagi ini. Terlebih malam tadi kami tidak melakukan malam pert4ma yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri yang baru saja melewati proses ijab qobul kemarin, dan malah sekarang meminta izin untuk pergi?''Temanku ada yang meninggal,'' jelasnya lagi sambil menatapku dengan wajah serius.''Temanmu yang mana?'' tanyaku sembari menatap dengan pandangan dingin. Entah kenapa firasatku malah tertuju pada Bima.Ya, siapa lag
Hingga pada akhirnya ....Selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhku terbuka. Sorot mataku menerawang pada sosok laki-laki yang berdiri sembari melayangkan senyuman tipis di sudut bib1rnya.“Bi—bima ....”Aku terperanjat karena keterkejutan dengan apa yang sedang aku lihat saat ini. Untuk apa Bima berada di kamar ini? Mas Tomi? Dia kemana? Kenapa yang datang bukan suamiku. Ada apa ini sebenarnya? Pertanyaan itu seakan melayang di atas kepalaku. Entah mengapa Bima yang tadi tidak datang ke acara pernikahanku, dia malah terang-terangan datang ke kamar ini. Mau apa dia? “Kenapa kamu bisa masuk ke kamar ini, haa?” tanyaku seraya menaikan nada bicara. Aku tak suka dengan kedatangannya yang main nyolonong masuk tanpa permisi. Apa dia nggak tahu kalau kamar ini akan menjadi saksi m4l4m pert4ma aku bersama Mas Tomi, yang kini sudah resmi menjadi suamiku. Betul-betul tidak ada rasa malu. “Aku datang ke sini ingin melihat kamu betapa bahagianya menikah bersama laki-laki itu,” jelasnya sam
PoV Wulan“Bagaimana, Wulan, apakah kamu setuju dengan permintaan aku minggu lalu?” tanya seorang laki-laki, dia duduk sembari tersenyum berharap mendapat jawaban yang dia inginkan dari mulutku.Seminggu lalu, dia mencoba melamarku, lalu setelah itu, aku melakukan shalat istikhoroh agar mendapatkan jawaban atas apa yang aku doakan selama seminggu ini. Dan ternyata ....Akan tetapi, hatiku seakan tak mampu membohongi, aku takut menikah lagi dan gagal untuk yang kedua kalinya. Apalagi aku dan dia belum lama saling mengenal, aku tidak tahu karakternya seperti apa dan bagaimana. Aku selalu merasa bimbang menentukan pilihan.“Jawab, Ma, kenapa diam saja. Gadis sama adik-adik setuju kok kalau Mama mau menikah lagi,” pungkas anak pertamaku menimpali.“Iya, Wulan, mungkin sudah saatnya kamu mulai membuka hati dan menata kehidupan yang baru, Mama sangat berharap kamu bahagia, dan Mama pun setuju jika kamu menikah lagi,” ujar Mama menimpali, sama halnya seperti Gadis.Aku menatap ke sekeliling
Seketika itu, raut wajahku berubah, aku tak percaya dengan apa yang saat ini aku lihat. Ternyata ....“Dinar?” Dinar menatap tajam ke arahku, sorot matanya seakan menahan penuh kebencian.“Aku akan melaporkan ke polisi kalau kamu yang sudah mencelakaiku, Bima,” pungkasnya berucap. Aku tidak tahu sejak kapan Dinar sudah sadarkan diri dari koma, saat sebelum kedatangan polisi bahkan setelah polisi pergi pun aku masih melihat Dinar dengan kedua matanya yang masih tertutup rapat.Apakah dia mendengar ucapanku barusan? Sepertinya iya. Apalagi melihat Dinar yang sengaja menjatuhkan gelas dan berucap bahwa akan melaporkan aku ke pihak kepolisian. Nggak bisa. Dia nggak akan mungkin bisa melapor, untuk bangun saja dia pasti akan sulit, apalagi sampai melapor langsung ke kantor polisi.“Maafkan aku, Dinar, aku nggak sengaja. Ini salah faham. Aku menyesal.” Aku berusaha memohon agar dia memaafkan aku. “Nggak sengaja katamu, hah? Kamu hampir akan membunuh aku, Bima, demi Tuhan, aku nggak ridh
Benar apa yang aku ucapkan, mungkin jika Mama tidak pamit kepada aku, aku tak akan berbuat senekad itu.“Maksud kamu apa bilang begitu, malah menyalahkan Mama?” tanya Mama seakan nggak terima. “Aku melakukan itu karena aku dapat kabar bahwa Mama diculik oleh seseorang. Aku sangka yang menculik itu adalah Dinar, jadi tanpa segan aku langsung datang ke rumahnya dan langsung menusukkan pisau ke arah perutnya.” Aku menjelaskan kronolongi yang sebenarnya.Sebagai laki-laki, aku tidak sejahat itu, aku masih punya hati nurani, apalagi sampai tega menyakiti orang lain. Namun, atas kesalahpahaman yang sudah terjadi, aku bahkan hampir akan membUnuH orang lain, aku merasa sudah menjadi orang jahat karena shdah hampir menghilangkan nyawa orang lain. Aku berharap Dinar kembali siuman, jika dia semakin drop dan nyawanya melayang, aku akan menjadi tersangka menjadi tahanan polisi. Apalagi tadi saat aku kembali ke rumah Dinar beberapa para tetangga hadir menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Mun
“Ada apa, Pak?” tanyaku pada Pak Anton dengan wajah yang sangat lusuh.“Nyonya, Pak Bos. Ternyata Nyonya sudah pulang ke rumah barusan,” ujar Pak Anton membuatku terkejut.Apa? Mama pulang? Tanpa pikir panjang aku langsung keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah dengan ngos-ngosan. Terlihat, Mama tengah duduk di ruang keluarga sembari menikmati cemilan yang berada di genggaman tangannya. Dengan perasaan heran yang menggebu di dalam hati aku langsung menghampiri dan duduk di samping ibu yang telah melahirkanku.“Mama dari kemarin kemana, kok nggak pulang?” tanyaku langsung mengintograsi. Mama pun langsung menatap ke arahku sejenak.“Mama itu kemarin habis liburan ke luar kota bareng temen Mama, nah sekarang baru pulang,” jelas Mama membuat dadaku seketika berhenti berdetak.Lalu apa tadi saat ada seseorang yang mengirimkan foto-foto Mama tengah disekap dan semua anggota tubuh nampak terlihat banyak lebam. Wajahnya sama persis seperti Mama. Dan, setelah mendapat pesan itu a
Tiba-tiba, terdengar nada pesan masuk ke aplikasi Whatsap milikku, aku menatap dengan heran pada pemilik nomer telepon yang begitu tak kukenali siapa karena tidak tersimpan di kontak telepon. Aku pun dengan heran lantas segera membuka dan melihat pesan yang dia kirim. Tiba-tiba dadaku seakan berhenti berdetak, kedua mataku melotot seperti ingin keluar dari kelopaknya. Tubuhku pun ikut meregang kaku ketika menatap beberapa foto Mama yang dikirim oleh dia. Terlihat Mama tengah berkurai lemas, wajahnya lebam ungu mengeluarkan darah dari mulut dan hidungnya yang seperti dihantam dan dipukuli oleh seseorang orang. Namun, ada seseorang yang begitu sangat kukenali di samping Mama, dia tersenyum kecut menghadap ke arah camera. Ternyata dia—“Astagfirullah. Mama?!”Br3ngsEk! Jadi dia orangnya! Bener-bener keterlalu4n. B14d4b. Dia ternyata sudah gil4, bisa-bisanya dia mencul1k dan meny3k4p mama kandungku sampai-sampai terluka seperti itu. Aku harus menemuinya sekarang juga sebelum nyawa Mama
POV BIMA“Akhirnya kamu sudah sadar, Mas, aku senang melihat kamu bisa siuman lagi,” ucap suara perempuan yang terdengar begitu sangat familiar. Dari suaranya dia terdengar begitu sangat bahagia.Secara perlahan, aku mulai membuka kedua mata dan langsung menatap perempuan yang berada di sampingku. Saat itu juga, bola mataku seakan hampir akan keluar dari kelopaknya, aku benar-benar terkejut saat tahu bahwa perempuan itu ternyata ....Kenapa dia bisa ada di sini? Apa yang sudah terjadi? Dan, apa yang akan dia lakukan terhadapku? Seketika pertanyaan itu mulai menggema di kepala. Aku takut dia akan melakukan sesuatu hal cara sehingga membuatku menderita. “Kenapa kamu ada di sini?” tanyaku memandangnya penuh ketidaksukaan.“Aku di sini karena ingin terus menjaga kamu, Mas. Pasca kecelakaan minggu lalu sampai sekarang aku berada di sini menunggu kamu sadar dari masa kritis,” ujarnya menjawab.Aku menggeleng tak percaya, mana mungkin dia mau menunggu aku di sini selama itu, sementara se
“Jadi aku apa, Wulan, ayo teruskan?” ucap Tomi seakan penasaran ingin menantikan jawaban.“Aku insyaAllah siap ....”Tiba-tiba saja mulutku malah berucap seperti itu, nyatanya aku bimbang antara siap menerima pinangannya atau siap mengalami penderitaan seperti yang selalu kualami di pernikahan sebelumnya. Rasa trauma seakan membuatku diambang ketakutan, aku tak mampu lagi membayangkan bagaimana jadinya jika Tomi sama seperti Mas Hilman yang selalu membuatku menderita.“Kamu menerima lamaranku, Wulan?” Dia tersenyum girang. “Alhamdulillah ... akhirnyaa ...”Aku hanya terdiam memandangnya yang terlihat begitu senang padahal aku belum mengakatakan siap menjadi istrinya, tapi Tomi sudah merasa bahagia.Apa ini akhir dari perjuanganku setelah pasca perpisahanku dengan mantan suamiku?“Sebelum itu, aku ingin meminta untuk shalat istikhoroh terlebih dahulu, dengan begitu, semoga saja niat baik ini diberikan kelancaran, apakah kamu setuju?” ujarku padanya. Dengan sigap, Tomi langsung mengan