Beranda / Horor / PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN / Bab 6. APAPUN UNTUK YANG DICINTA

Share

Bab 6. APAPUN UNTUK YANG DICINTA

Penulis: Evi Supiyah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-26 12:41:43

Apapun Untuk Yang Dicinta

"Sudah kulakukan apa yang harus kulakukan. Semuanya hanya untukmu. Untuk masa depan kita!' ujar lelaki itu seraya mengelus perut wanita pujaannya yang terlihat mulai mengembang diusia 4 bulan kehamilannya.

     

"Ya. Aku sudah mendengarnya. Itu membuatku lebih tenang. Satu batu penghalang sudah disingkirkan. Kita bisa lanjutkan perjalanan dengan lebih nyaman. Meskipun harus lebih sabar karena butuh waktu untuk mencapai tujuan." tutur wanita di depannya dengan suara lembut.

Batu yang didudukinya terasa basah oleh aliran air sungai, tapi ia tak perduli. Pun saat pakaian longgar yang membungkus tubuhnya juga sudah kuyup di bagian bawahnya. Ia hanya sedang menanti saat yang tepat.

"Aku tak perduli, harus berapa lama lagi menunggumu dan bayi kita untuk bersatu! Aku akan selalu setia. Menjagamu dan bayi kita. Aku tidak akan rela membiarkanmu merasa takut dan khawatir. Cukup katakan padaku, dan aku akan menghancurkan sumber ketakutanmu! Agar kau tahu betapa aku sangat mencintaimu. Aku rela melakukan apapun untukmu. Apapun itu!" ujarnya seraya merendahkan tubuhnya agar dapat memeluk dan menciumi perut sang wanita yang mulai membuncit. 

Separuh tubuhnya sudah terendam air sungai. Tapi hawa dingin air sungai benar-benar tidak mereka rasakan selain panas membakar oleh hasrat di hati mereka. Sambil menciumi mesra perut sang wanita, tangannya mulai mengelus tungkai untuk menggoda. 

Di sini, tepat di tengah sungai di sela-sela bebatuan besar sebagai penghalang dan terletak jauh dari tempat yang biasa digunakan warga kampung untuk mandi dan mencuci, adalah tempat yang biasa mereka gunakan untuk melakukan pertemuan rahasia. 

     

Sedikit lagi! Bisik hati sang wanita. Tangannya yang terulur jauh kebelakang membuat tubuhnya semakin condong, setengah terbaring seolah memberi kesempatan pada sang lelaki untuk lebih leluasa menjelajah. 

Dadanya mulai bergejolak saat lelaki itu sudah menyurukkan kepalanya diantara dua pahanya yang mengangkang. Ia tahu lelaki itu sudah begitu terlena oleh hasrat yang berkobar-kobar. 

Dan tibalah waktunya. 

Sekarang!! 

     

Secepat kilat tangannya meraih belati yang sudah ia sembunyikan dibawah tubuhnya, dan sekuat tenaga diayunkannya belati itu menusuk sangat jauh ke dalam punggung telanjang sang lelaki. 

     

Seketika lelaki itu menegakkan tubuhnya, matanya terbelalak ngeri dengan pandangan mata tak percaya, sementara wanita itu hanya memandang dingin pada tubuh kekar yang tertegak sesaat, sebelum akhirnya jatuh tersungkur ke dalam air sungai berarus tak terlalu deras. 

Kedalaman air yang hanya sepinggang menenggelamkan tubuh yang tengah meregang nyawa karena tikaman belati telah menembus jantungnya dengan telak. 

     

Wanita itu hanya memandang tubuh yang terayun oleh arus air tanpa berkedip. Tak terdengar jeritan ataupun kesiap ngeri yang lolos dari bibir tipisnya, ia hanya diam, seolah menikmati aliran air sungai yang semula jernih, perlahan telah menjadi merah oleh darah segar yang keluar dari luka tusukan di punggung telanjang sang korban. 

     

Lalu, setelah menunggu selama beberapa saat, dan air sungai di depannya sudah kembali jernih, perlahan ia turun dari batu yang sedari tadi didudukinya. Mendekati tubuh lelaki yang sudah kehilangan nyawa itu, dan dengan tenang mencabut kembali belati yang tadi ia tancapkan. Membilasnya di air sungai untuk membersihkan sisa darah yang menempel, lalu menyimpannya kembali di kantong kulit yang ada dibalik baju longgarnya.

     

Sesudahnya, seolah tak terjadi apa-apa ia segera bergerak mengarungi aliran sungai untuk menepi, mengganti bajunya yang basah, lalu melenggang pergi.

     

Tanpa ia sadari, sepasang mata telah mengawasi segala yang dilakukannya dari balik kerimbunan belukar di tepian sungai pada bagian tanah yang lebih tinggi.

     

***

     

Narendra terhenyak mendengar laporan bocah lelaki berusia sepuluh tahun di depannya. Sebenarnya ia merasa benar-benar tak percaya atas apa yang diceritakan bocah itu. Tapi rona kengerian yang masih terlukis di wajah polos itu membuatnya bimbang. 

     

Otaknya berputar, setelah menata potongan-potongan kejadian tragis yang telah terjadi beberapa hari lalu, ia mulai bisa menemukan sebuah kecocokan.

Tentang kematian Suminar, tingkah laku Wulansari yang terkadang terlihat gugup ataupun berusaha menyembunyikan kemarahan entah terhadap apa ataupun siapa yang tidak dimengerti Narendra. 

Juga seringnya Wulansari meninggalkan rumah tanpa mau ditemani siapapun. Lalu kabar yang baru saja dia dengar dari mulut bocah polos cucu dari tukang masak di rumahnya. Tentang apa yang telah dilakukan Istrinya yang tengah hamil muda itu ditengah sungai dengan lelaki yang tidak dikenalnya.

    

Dan semua potongan-potongan itu mulai terlihat alur jalinannya. Walaupun samar, Narendra mulai dapat menangkap gambarannya. Dan itu membuat ia semakin bertekad untuk segera bertindak menyelamatkan putri kandungnya.

     

"Baiklah, Wage. Jangan ceritakan ini pada siapapun! Ingat. Bahkan pada nenekmu. Hanya kamu dan aku yang tahu rahasia ini. Mengerti?!" Bocah lelaki didepannya mengangguk. "Nah, sekarang pergilah, temui aku tiga hari lagi!" ujarnya seraya mengulurkan sekantong uang pada pada bocah yang dipanggilnya Wage.

     

Tanpa membuang waktu lagi, segera setelah Wage berlari pergi, Narendrapun bersiap-siap, membawa segala yang diperlukannya, beberapa gepok uang kertas serta segenggam perhiasan dimasukkannya ke dalam kantong plastik lalu melapisinya dengan kain sarung sebelum memasukkannya ke dalam tas kain yang biasa ia pakai untuk membawa baju ganti saat bepergian. Tak lupa pula ia masukkan satu stel pakaian didalamnya.

     

"Mau kemana, Kang?" tanya Wulansari yang tiba-tiba saja sudah berdiri di pintu kamar mengawasinya yang tengah mengganti setelan rumahan yang dikenakannya dengan kemeja batik dan celana pantalon.

     

"Aku harus ke kota Kabupaten. Mungkin aku akan menginap barang satu dua hari." jawab Narendra dengan tak kentara berusaha menghindari pandangannya pada Wulansari. Ia khawatir tidak bisa menahan perasaan emosi yang saat ini tengah ia tahan saat melihat wajah bertopeng tanpa dosa di depannya itu.

     

"Ada apa di kota Kabupaten? Kenapa mendadak?" 

     

"Sebenarnya tidak mendadak, hanya saja aku lupa mengatakannya padamu kemarin. Aku akan menemui seorang teman yang bekerja di kantor Kabupaten. Lalu ada urusan lain juga yang harus kulakukan. Kalau urusanku selesai lebih cepat, besok malam aku pulang!" ujar Narendra sambil mencangklong tas kainnya, mengusap kepala istrinya sekilas "Oh ya, sebenarnya sejak tadi aku mencarimu. Aku sudah bertanya pada semua orang yang ada di rumah ini, tapi tak satupun yang mengetahui keberadaanmu. Kemana saja kamu siang ini?"

Wulansari mematung selama beberapa detik. Raut wajahnya terlihat berubah-ubah tapi segera ia bisa menguasai dirinya, "Aku tadi ke sungai. Siang ini gerah sekali, mandi di rumah rasanya kurang segar makanya aku pergi berendam di sungai." jawabnya lancar.

     

"Kenapa tidak minta orang untuk mengantarmu?" pancing Narendra. Sebenarnya ia sudah merasa hatinya seakan hendak meledak melihat raut polos yang ditampilkan Wulansari di hadapannya.

     

"Kenapa memangnya? Sebelum menikah dengan Kakang, aku sering pergi kemana-mana sendirian." jawab Wulansari dengan nada tak senang.

     

"Apa kau juga biasa pergi kemana-mana tanpa pamit?" tanya Narendra lagi mengacuhkan nada keras di suara Wulansari.

     

"Aku hanya pergi sebentar ke sungai, Kang. Untuk mandii ... bukannya.."

     

"Apa?" kejar Narendra saat Wulansari tampak kebingungan dan menggantung kalimatnya.

     

"Sebenarnya ada apa denganmu, Kang? Seolah kamu telah mencurigaiku melakukan sesuatu?" sengit Wulansari dan melemparkan pandangan menusuk pada wajah tampan suaminya. Salah satu kelebihan lain Wulansari selain keras kepala adalah, ia benar-benar seorang yang tangguh mentalnya.

     

Narendra tahu, dia terlalu menekan Wulansari. Ia khawatir melakukan kesalahan dengan memicu emosi Wulansari yang dapat berimbas pada keselamatan seseorang, jadi iapun segera menurunkan nada bicaranya, "Maaf, aku hanya khawatir. Lain kali, kalau ingin mandi di sungai ajaklah seseorang untuk menemanimu. Ada banyak bahaya mengintai di sungai. Bagaimana jika kamu terpeleset dan jatuh. Kamu sedang hamil muda, Wulan! Tolong lebih berhati-hati menjaga anakku." bujuk Narendra seraya meremas lembut bahu istrinya yang juga terlihat melunak.

     

"Tentu saja, Kang! Aku juga tak mau terjadi apa-apa padanya. Aku akan selalu berhati-hati!" Wulansari membawa tangan Narendra mengelus perutnya. Tapi, kembali berusaha tak terlalu kentara Narendra menarik tangannya dan bersikap seolah tengah terburu-buru.

     

"Sudah hampir sore, Wulan! Aku harus segera berangkat sekarang daripada kemalaman di jalan. Terlalu beresiko melakukan perjalanan sendiri malam-malam. Banyak terjadi pembegalan sekarang." pamitnya beralasan dan segera keluar menuju motor bebek yang terparkir di halaman.

     

Wulansari mengawasi kepergiaan suaminya dengan hati bertanya-tanya. Sebenarnya, iapun masih menaruh kecurigaan pada suaminya. Ia juga merasa sikap yang ditunjukkan suaminya tadi mengisyaratkan sesuatu. Apa yang sedang disembunyikan suaminya? Siapa yang akan ditemui suaminya? Apa yang sebenarnya akan dilakukannya? Apakah suaminya telah mengetahui sesuatu tentangnya?

     

Tanpa sepengetahuan Wulansari, hari itu juga Narendra mengajak ibunda Suminar dan Lintang Prameswari pergi dari rumah mereka dengan diam-diam dan mengirim keduanya ke tempat yang sangat jauh dari tempat itu dengan berbekal beberapa gepok uang kertas dan perhiasan. Ia tak perduli apa yang akan dilakukan Wulansari saat mengetahui bahwa uang simpanan dan perhiasannya telah lenyap. Yang ia pikirkan hanya satu, Ia ingin menjauhkan putrinya dari bahaya yang sewaktu-waktu mengancam. Tapi tentu saja ia butuh bekal untuk biaya hidup bagi ibu Suminar dan putrinya yang masih bayi itu di tempat yang baru, ia tak ingin Lintang Prameswari menjadi korban Wulansari yang berikutnya.

     

***

     

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Khara Asha
keputusan yang tepat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 7. SETELAH SEKIAN LAMA TERPISAH

    Bab 7. SETELAH SEKIAN LAMA TERPISAH17 tahun berlalu...Jelang sore, Seorang gadis berparas cantik dengan masih mengenakan seragam putih abu-abu yang tampak lusuh dipenuhi coretan pilox bahkan tas kain dan sebagian rambut panjangnya juga tak luput dari semprotan pilox warna oranye, tampak berdiri di depan gerbang besi setinggi hampir dua meter di pinggir jalan raya yang selalu tampak ramai lalu lintasnya, karena rumah mewah itu memang berada di tengah-tengah kota Kabupaten. Dari sela-sela jeruji gerbang ia dapat melihat sebuah bangunan rumah megah bertingkat di dalam pagar yang tampak sepi tak berpenghuni. Di halaman luas ia juga melihat sebuah truk besar dengan gambar gunungan wayang berwarana emas terlukis di bak papan berwarna dasar merah menyala, di sebelah truk, dan sebuah mobil sedan keluaran terbaru berwarna abu-abu metalik. Tepat di luar pagar, sebuah papan nama berukuran lumayan besar dengan tulisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 8. PENGAKUAN YANG MENGEJUTKAN

    Lintang terbeliak tak percaya pada apa yang baru saja di dengarnya. Pandangannya seolah melekat pada sosok muda berwibawa dengan setelan resmi yang tengah berkonsentrasi pada ramainya lalu lintas di lajur jalan yang mereka lalui.Ayah kandungnya?? Lelaki yang terlihat masih berusia sekitar 23 - 25 tahun itu mengaku bahwa ia adalah ayah kandungnya. Sementara ia sendiri, beberapa bulan ke depan akan merayakan ulang tahunnya yang ke 18. Telinganya yang salah dengar apa otak lelaki itu yang sinting?Narendra melirik sorot tak percaya sekaligus bingung yang terpancar di mata putrinya yang melotot ke arahnya. Yah tentu saja. Tak ada satupun orang yang akan percaya jika ia mengaku telah berusia 43 tahun. Penampilannya memang terlihat seolah masih berusia 25 tahun.Tubuhnya seolah berhenti berproses untuk menua seiring usianya semenjak ia menelan mustika Panji Anom yang telah didapatkannya usai

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 9. MENEMUKAN JALAN UNTUK PULANG

    Bab 9. Menemukan Jalan Untuk Pulang.Narendra segera memanggil pelayan rumah makan. Setelah meminta pelayan untuk membungkus semua pesanan yang nyaris tak tersentuh, membayar sekaligus memberi tip pada pelayan itu, Narendra mengajak Lintang keluar. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang, biar kamu tidak terlambat bekerja nanti!" ajak Narendra sebelah tangan menenteng tas berisi aneka makanan yang tadi mereka pesan, sementara tangan yang lain memeluk bahu Lintang, membimbingnya lembut keluar dari rumah makan yang tampak mulai terisi hampir disemua mejanya. Beberapa pasang mata mengunjung tampak memandang keduanya dengan pandangan ingin tahu dan bisik-bisik antar sesama pengunjung yang datang bersama setelah mereka mengenali sosok sang Dalang. "Baiklah, kemana aku harus mengantarmu?" tanya Narendra setelah mereka sudah berada dalam mobil dan bersiap untuk menj

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-29
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 10. NIGHTCLUBS' STAR

    Bab 10. NIGHT CLUBS STAR Jaya memasuki pelataran parkir sebuah bangunan ruko mewah di sudut kota. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi area parkir yang baru saja mereka masuki justru semakin padat. Beberapa motor dan mobil tampak mulai memadati area parkir. "Mau ke mana kita, Non?" tanya Jaya bingung saat dilihatnya Gendis sang putri majikan yang sudah bersiap-siap untuk turun dari sedan yang dikemudikannya. Lalu ia tergesa mengikuti langkah Gendis yang melenggang dengan stelan celana capri dan tanktop putih yang dilapisi jaket kulit hitam sepanjang pinggul yang menempel pas di tubuhnya. "Aku mau masuk ke sana, Jaya! Cuma aku, bukan kita. Kamu, tetap di mobil" perintah Gendis tanpa menoleh, kaki jenjangnya yang terbungkus boots kulit melangkah ringan diatas paving menuju salah satu ruko yang tampak temaram dengan minimnya penerangan. Tapi terlihat ramai oleh pengunjung.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 11. LELAKI YANG BERBEDA

    Bab 11. LELAKI YANG BERBEDA Lintang berusaha menyelesaikan lagu terakhirnya dengan susah payah, setelah tanpa sengaja pandangan matanya beradu dengan pasangan muda-mudi yang tengah asyik berdansa dengan tubuh yang seolah melekat satu sama lain. Sang pemudi, adalah Gendis, teman satu sekolahnya yang sangat populer. Di samping karena wajahnya yang cantik dengan penampilannya yang modis, ia juga dikenal sebagai anak orang kaya raya yang selalu dikelilingi teman-temannya yang bertingkah bak dayang-datang baginya. Sementara pasangan dansanya adalah kakak kelas mereka yang dulu pernah menjabat sebagai ketua OSIS saat ia dan Gendis masih sama-sama duduk di kelas X, yang menurut informasi yang Lintang dengar, pasangan dansa Gendis itu adalah putra bungsu sang Bupati. Lintang selalu mengingat sosok itu walau dalam keremangan, karena sejak ia duduk di kelas XI, pemuda it

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-03
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 12. MALAIKAT BERWAJAH MENGERIKAN

    Bab 12. MALAIKAT BERWAJAH MENGERIKAN Lintang melanjutkan langkahnya saat saat ia yakin pengendara motor itu tidak lagi mengikutinya. Dilihatnya motor yang ditumpangi lelaki tak dikenalnya sudah berbelok di tikungan depan. Jalanan kembali sepi. Sambil menengok sekali lagi ke arah tikungan yang baru dimasuki pengendara motor itu, tikungan itu tampak gelap. Tak terlihat ada kendaraan lain yang lewat. Lintang yakin pengendara itu sudah berlalu, pergi entah ke mana. Lintang berjalan dengan langkah lebih lebar. Beberapa meter ke depan ia akan menemukan lahan kosong lagi, dan di sana keadaan akan lebih gelap, karena sinar lampu jalan terhalang kerimbunan pohon besar yang tumbuh menjulur dari dalam lahan kosong itu yang melewati dinding pagar. Kata orang, lahan kosong itu dulunya adalah bekas gudang milik pabrik bir yang sudah lama tak terpakai. Karena pabrik dipindahkan ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-06
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 13. BUKAN PEMILIK HATI

    Bab 13. BUKAN PEMILIK HATI Wulansari mendatangi kamar tidur suaminya pada siang hari. Ia tahu, saat itu suaminya pasti sudah terjaga meskipun tetap bertahan di kamarnya hingga sore menjelang. Lalu sehabis Maghrib suaminya akan segera pergi entah kemana dan baru akan pulang saat tengah malam. Berkeliaran di dalam rumah dan baru masuk ke kamar menjelang subuh. Begitu seterusnya. Kecuali hari Senin dan Kamis malam sudah pasti suaminya itu tidak pulang ke rumah entah menginap di mana, tapi Wulansari tak lagi peduli. Hidupnya sudah bergelimang materi, usaha rias pengantin yang digelutinya sudah sangat berkembang seiring dengan ketenaran nama suaminya. Urusan kepuasan batin bukan hal yang sulit. Dengan kekuasaan dan harta melimpah, tidak sulit untuk mencari lelaki yang bersedia memuaskannya. Tak ada kesulitan untuk membeli lelaki pemuas hasrat seperti itu. Seperti yang ia

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-08
  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 14. SANG PENJAGA

    Bab 14. SANG PENJAGA Seperti biasa saat malam Minggu, suasana HAPPY night POPPY begitu penuh pengunjung hingga berjubel. Udara pengap oleh asap rokok dan aroma alkohol memenuhi ruangan yang kini terasa sempit saking penuhnya pengunjung. Belum lagi suara hingar bingar music yang diputar kencang. Lintang masih sibuk berdandan di ruang rias ketika manager nightclub mengatakan ada yang ingin bertemu dengannya sebelum tampil. Untunglah Lintang sudah selesai berdandan, dari jam dinding yang di letakkan di ruangan sempit itu ia masih memiliki waktu sekitar seperempat jam sebelum naik panggung, jadi Lintang mempersilahkan tamunya untuk masuk. Seorang lelaki berpakaian rapi mendatanginya hanya untuk menyerahkan sebuah pesan dari seseorang. Lelaki itu tidak berkata apa-apa, selain pandangan matanya yang menelusuri lekuk tubuh Lintang yang memang selalu tampil sexy saat manggung dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-11

Bab terbaru

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 69. WANITA YANG TAK PERNAH MERASA PUAS

    Di tempat yang berbeda, puluhan kilometer jaraknya dari pesisir pantai tempat Gendis dan Jaya menghabis kan waktu untuk menghibur diri, Wulansari pun tengah menikmati malam panasnya bersama seorang pemuda tampan dengan tubuh terpahat indah hasil latihan rutin selama beberapa waktu di pusat kebugaran yang kini mulai marak dibangun di kota kabupaten tempat tinggalnya.Pemuda dengan paras dan bentuk tubuh yang selalu akan membuat wanita merasa bergairah saat bersama itu adalah yang Wulansari sebut sebagai mainan barunya, yang akhir-akhir ini telah membuatnya melayang dan melupakan keberadaan Jaya yang sudah sejak beberapa tahun lalu menghangatkan ranjang tidurnya.Semenjak berkenalan dengan pemuda itu di sebuah pusat kebugaran yang ia datangi bersama seorang teman perias yang tampaknya sudah lebih dahulu mengenal kisah indah yang lain di balik suramnya kisah pernikahan sah yang sudah mereka jalani sebelumnya.Wulansari merasa seperti menemukan surganya yang baru setelah mengenal dan memp

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 68. PENGHIBURAN UNTUK NONA MUDA YANG SEDANG GUNDAH

    Menuruti kemauan Gendis yang masih saja terlihat murung selama perjalanan, Jaya mengarahkan mobil yang dikemudikannya ke daerah pesisir yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tengah kota kabupaten tempat tinggal mereka."Kenapa nyari tempat bersedihnya mesti ke pantai sih Non, kan jauh? Kenapa kita gak pergi ke puncak saja? Cukup setengah jam perjalanan. Gak capek, gak bosan di jalan..?""Jaya... Diam! Kamu cuma sopir, aku majikannya! Jadi jangan banyak protes, aku mau ke pantai sekarang juga!" bentak Gendis kesal wajah sedihnya seketika berubah judes dengan pandangan mata melotot ke arah Jaya.Sambil menelan ludah, akhirnya Jaya mengangguk juga. Selama beberapa saat pandangannya hanya lurus terfokus di jalanan yang mulai sepi meninggalkan keramaian kota jauh di belakang mereka. "Sepi sekali... boleh setel musik kan, Non?" tanyanya memecah kebisuan.Beberapa detik tak ada jawaban. Jaya melirik ke kursi samping yang diduduki Gendis. Dari sudut matanya ia melihat gadis itu terliha

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 67. KONFERENSI PERS

    Tanpa terasa, tibalah hari yang sudah dinantikan Narendra, yaitu hari Ulang tahun Lintang yang ke 19.Jam 11 pagi, sesuai dengan jadwal acara yang sudah diatur oleh Narendra dengan bantuan Wage dan beberapa orang temannya, acara tasyakuran untuk memperingati hari kelahiran Lintang sengaja di adakan di rumah makan langganan tempat kejadian kericuhan beberapa hari sebelumnya.Untuk acara ini Narendra juga mengundang keluarga Bupati dan beberapa orang penting yang sudah sangat akrab dengan Ki Dalang Narendra, juga Kepala Desa dan tim pengacara dari firma hukum yang ia sewa. Selebihnya adalah teman-teman Lintang.Karena pada acara itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi tentang kejadian memalukan beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan berita tak sedap dan menghebohkan itu menjadi tajuk utama di hampir seluruh koran terbitan lokal dan nasional sehingga Narendra dengan bantuan tim pengacaranya juga mengundang banyak wartawan di acara tersebut.Tepat di jam setengah 12 siang, pada saat

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 66 MENGURAI KERUWETAN

    Atas pesan Narendra yang sekarang tinggal bersamanya, Lintang mengantarkan sendiri minuman dan suguhan untuk tamu ayahnya itu ke ruang kerja ayahnya.Dua orang tamu dengan setelan resmi tampak duduk berseberangan dengan Narendra. Ketiganya tampak berbicara serius mengenai hal-hal yang berhubungan dengan legalitas hukum. Lintang sudah hampir keluar dari ruangan ayahnya setelah menyuguhkan tiga cangkir teh hangat dan camilan ringan, ketika Narendra menghentikan langkahnya dan menyuruhnya untuk berdiri di dekat kursi yang ia duduki."Ini putri kandung saya dari istri pertama. Namanya Lintang Prameswari. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Saya ingin melegalkan semua aset pribadi saya untuk dia. Karena saya tidak ingin putri saya ini mengalami kesulitan yang mungkin akan mendatanginya, sehubungan dengan warisan kelak dikemudian hari.Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Pak Suprapto kemarin bahwa aset milik bersama dengan istri ke dua saya sudah saya berikan semua untuk ist

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 65. ENJOY A VERY HOT CLIMAX

    "Istirahatlah, Non. Biarkan saya memanjakan milik Non Gendis yang sangat berharga ini. Apa saya perlu meminta air hangat untuk mengompresnya? Untuk meredakan nyeri setelah menelan milik saya tadi, hmmm?""Tidak, cukup bersihkan saja. Aku merasa tidak nyaman dengan rasa lengketnya.""Baiklah, biar saya urus bagian itu. Saya sangat tersanjung bisa melakukannya untuk Non Gendis.""Heeem.." Dan sesudahnya, Gendis sudah tak lagi memperdulikan apapun karena ia sudah diterbangkan impian indah setelah raganya merasakan kelelahan teramat sangat karena sudah berpacu bersama Jaya demi mencapai puncak klimaks tertinggi tadi.Sementara Jaya yang benar-benar berusaha mempergunakan kesempatan terbaik yang ia dapatkan malam ini dengan menjelajahi, menjamah bahkan menguasai walau sesaat hal yang sebelumnya tak pernah sekalipun berani ia impikan ataupun menyapa alam khayalnya. Yaitu tubuh molek sang Nona Muda.Baginya, dapat menyentuh kulit mulus gadis cantik yang di matanya seperti seorang Dewi, apala

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 64. TERBAKAR GAIRAH LIAR NONA MUDA

    Perlahan Jaya mulai mengoleskan minyak zaitun ke atas kulit punggung mulus Gendis yang sudah terbaring dalam posisi menelungkup di pinggiran ranjang dan perlahan, dengan tekanan yang pas dia mulai mengurutnya. Usapan telapak tangannya yang hangat segera saja berhasil membuat otot-otot tubuh Gendis yang semula menegang, perlahan menjadi rileks.Seperempat jam kemudian, hampir seluruh tubuh bagian belakang milik Gendis sudah berbalur minyak zaitun, dari mulai punggung hingga ke telapak kaki. Gendis pun sudah terlihat menikmati setiap belaian dengan tekanan terukur telapak tangan Jaya pada tubuhnya.Dengan menahan gejolak hasratnya, Jaya sengaja berlama-lama memberikan treatment di bagian bok*ng milik Gendis yang terasa padat, dengan bentuk membulat yang begitu menggoda.Gendis juga terlihat menikmati segala perlakuan Jaya di bagian tubuhnya yang sintal itu. Meskipun secara sengaja kadang-kadang jemari Jaya nyasar dengan nakalnya menyentuh bagian tersembunyi di belahan pant*tnya. Bahkan

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 63. SERANJANG DENGAN JAYA DEMI MENDAPATKAN DIRGA

    "Cari tempat menginap yang aman, Jaya! Kurasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengikuti ide gila yang kau usulkan dulu!" ujar Gendis tiba-tiba setelah beberapa menit duduk diam tak bersuara dengan wajah merah padam karena amarah."Menginap, Non? Tapi beberapa tikungan lagi kita sampai di rumah?" jawab Jaya bingung."Kalau begitu putar balik, Bodoh!" sentak Gendis tak sabar."Baik, Non!" Jaya langsung memutar mobil yang dikemudikannya begitu menemukan jalur untuk memutar. Waktu yang hampir mendekati tengah malam membuat jalanan menjadi lengang dan memudahkan Jaya untuk segera putar balik arah menjauhi pusat kota. "Mau menginap dimana, Non?""Mana aku tahu, Tolol! Kau pikir aku sudah pengalaman dengan hal begituan? Kamu pikirkan saja tempat yang cocok, bukankah kamu sering pergi ke tempat-tempat seperti yang aku maksud dengan ibuku? Yang jelas tepat yang agak jauh agar tidak ada yang mengenali kita, bersih dan nyaman. Pastikan kita aman berada di sana!" perintah Gendis yang langsung

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 62. TAK LAGI TERMAKAN HASUTAN

    Gendis langsung memerintahkan Jaya untuk mendatangi rumah dinas Bupati setelah menerima kabar tentang keberadaan Dirgantara. Dengan binar bahagia di pandangan matanya, serta senyum kemenangan yang hampir tidak berhasil ia sembunyikan dari bibirnya membuatnya menjadi tidak sabar untuk melihat ekspresi kecewa dari Dirgantara setelah melihat gambar besar yang termuat di halaman depan surat kabar lokal yang tergeletak manis di atas pangkuannya itu. Bayangkan saja, saat seseorang yang tiba-tiba datang dan memberi kabar tak terbantahkan tentang perselingkuhan kekasihnya dengan seorang yang lebih pantas menjadi ayah ataupun pamannya. Apalagi spot foto yang terpampang di halaman depan koran itu menunjukkan kemesraan menjijikkan yang dipertontonkan di muka umum oleh seorang Dalang terkenal yang seharusnya jadi panutan bersama seorang gadis remaja yang terlihat sekali kalau usianya masih sangat muda. Mereka tertangkap kamera wartawan dalam keadaan saling berpelukan di tempat umum. Ini akan

  • PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN   Bab 61. BERAKHIRNYA SEBUAH PERJANJIAN YANG MERANTAI KEBEBASAN

    Wulansari segera menemui suaminya yang baru saja memasuki kamar pribadinya saat hari sudah gelap. Di tangannya tergenggam selembar surat kabar terbitan sore tadi yang memuat berita tentang keributan yang terjadi di salah satu rumah makan ternama di kotanya yang melibatkan suami dan putrinya, Gendis."Apa ini, Kang?" tanyanya seraya melemparkan surat kabar yang sudah lecek ke arah Narendra.Dengan ketenangan luar biasa, Narendra mengambil gulungan surat kabar itu, membuka pada halaman depan dan membacanya sekilas. Ekspresi wajahnya masih sedatar ubin marmer yang tengah ia pijak di bawah kakinya. Datar dan dingin."Bisa jelaskan padaku?" tuntut Wulansari seraya melipat kedua lengannya di dada. Sorot matanya terlihat membara oleh api kemarahan."Semua sudah terlihat jelas di situ!" sahut Narendra datar, "Meskipun tidak semua keterangan yang diberitakan wartawan itu benar, tapi kejadiannya memang sepenuhnya benar. Bukankan ada foto yang membuktikan kebenarannya?" jawabnya tenang."Jadi be

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status