Bab 9. Menemukan Jalan Untuk Pulang.
Narendra segera memanggil pelayan rumah makan. Setelah meminta pelayan untuk membungkus semua pesanan yang nyaris tak tersentuh, membayar sekaligus memberi tip pada pelayan itu, Narendra mengajak Lintang keluar.
"Ayo, aku akan mengantarmu pulang, biar kamu tidak terlambat bekerja nanti!" ajak Narendra sebelah tangan menenteng tas berisi aneka makanan yang tadi mereka pesan, sementara tangan yang lain memeluk bahu Lintang, membimbingnya lembut keluar dari rumah makan yang tampak mulai terisi hampir disemua mejanya.
Beberapa pasang mata mengunjung tampak memandang keduanya dengan pandangan ingin tahu dan bisik-bisik antar sesama pengunjung yang datang bersama setelah mereka mengenali sosok sang Dalang.
"Baiklah, kemana aku harus mengantarmu?" tanya Narendra setelah mereka sudah berada dalam mobil dan bersiap untuk menj
Bab 10. NIGHT CLUBS STAR Jaya memasuki pelataran parkir sebuah bangunan ruko mewah di sudut kota. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi area parkir yang baru saja mereka masuki justru semakin padat. Beberapa motor dan mobil tampak mulai memadati area parkir. "Mau ke mana kita, Non?" tanya Jaya bingung saat dilihatnya Gendis sang putri majikan yang sudah bersiap-siap untuk turun dari sedan yang dikemudikannya. Lalu ia tergesa mengikuti langkah Gendis yang melenggang dengan stelan celana capri dan tanktop putih yang dilapisi jaket kulit hitam sepanjang pinggul yang menempel pas di tubuhnya. "Aku mau masuk ke sana, Jaya! Cuma aku, bukan kita. Kamu, tetap di mobil" perintah Gendis tanpa menoleh, kaki jenjangnya yang terbungkus boots kulit melangkah ringan diatas paving menuju salah satu ruko yang tampak temaram dengan minimnya penerangan. Tapi terlihat ramai oleh pengunjung.
Bab 11. LELAKI YANG BERBEDA Lintang berusaha menyelesaikan lagu terakhirnya dengan susah payah, setelah tanpa sengaja pandangan matanya beradu dengan pasangan muda-mudi yang tengah asyik berdansa dengan tubuh yang seolah melekat satu sama lain. Sang pemudi, adalah Gendis, teman satu sekolahnya yang sangat populer. Di samping karena wajahnya yang cantik dengan penampilannya yang modis, ia juga dikenal sebagai anak orang kaya raya yang selalu dikelilingi teman-temannya yang bertingkah bak dayang-datang baginya. Sementara pasangan dansanya adalah kakak kelas mereka yang dulu pernah menjabat sebagai ketua OSIS saat ia dan Gendis masih sama-sama duduk di kelas X, yang menurut informasi yang Lintang dengar, pasangan dansa Gendis itu adalah putra bungsu sang Bupati. Lintang selalu mengingat sosok itu walau dalam keremangan, karena sejak ia duduk di kelas XI, pemuda it
Bab 12. MALAIKAT BERWAJAH MENGERIKAN Lintang melanjutkan langkahnya saat saat ia yakin pengendara motor itu tidak lagi mengikutinya. Dilihatnya motor yang ditumpangi lelaki tak dikenalnya sudah berbelok di tikungan depan. Jalanan kembali sepi. Sambil menengok sekali lagi ke arah tikungan yang baru dimasuki pengendara motor itu, tikungan itu tampak gelap. Tak terlihat ada kendaraan lain yang lewat. Lintang yakin pengendara itu sudah berlalu, pergi entah ke mana. Lintang berjalan dengan langkah lebih lebar. Beberapa meter ke depan ia akan menemukan lahan kosong lagi, dan di sana keadaan akan lebih gelap, karena sinar lampu jalan terhalang kerimbunan pohon besar yang tumbuh menjulur dari dalam lahan kosong itu yang melewati dinding pagar. Kata orang, lahan kosong itu dulunya adalah bekas gudang milik pabrik bir yang sudah lama tak terpakai. Karena pabrik dipindahkan ke
Bab 13. BUKAN PEMILIK HATI Wulansari mendatangi kamar tidur suaminya pada siang hari. Ia tahu, saat itu suaminya pasti sudah terjaga meskipun tetap bertahan di kamarnya hingga sore menjelang. Lalu sehabis Maghrib suaminya akan segera pergi entah kemana dan baru akan pulang saat tengah malam. Berkeliaran di dalam rumah dan baru masuk ke kamar menjelang subuh. Begitu seterusnya. Kecuali hari Senin dan Kamis malam sudah pasti suaminya itu tidak pulang ke rumah entah menginap di mana, tapi Wulansari tak lagi peduli. Hidupnya sudah bergelimang materi, usaha rias pengantin yang digelutinya sudah sangat berkembang seiring dengan ketenaran nama suaminya. Urusan kepuasan batin bukan hal yang sulit. Dengan kekuasaan dan harta melimpah, tidak sulit untuk mencari lelaki yang bersedia memuaskannya. Tak ada kesulitan untuk membeli lelaki pemuas hasrat seperti itu. Seperti yang ia
Bab 14. SANG PENJAGA Seperti biasa saat malam Minggu, suasana HAPPY night POPPY begitu penuh pengunjung hingga berjubel. Udara pengap oleh asap rokok dan aroma alkohol memenuhi ruangan yang kini terasa sempit saking penuhnya pengunjung. Belum lagi suara hingar bingar music yang diputar kencang. Lintang masih sibuk berdandan di ruang rias ketika manager nightclub mengatakan ada yang ingin bertemu dengannya sebelum tampil. Untunglah Lintang sudah selesai berdandan, dari jam dinding yang di letakkan di ruangan sempit itu ia masih memiliki waktu sekitar seperempat jam sebelum naik panggung, jadi Lintang mempersilahkan tamunya untuk masuk. Seorang lelaki berpakaian rapi mendatanginya hanya untuk menyerahkan sebuah pesan dari seseorang. Lelaki itu tidak berkata apa-apa, selain pandangan matanya yang menelusuri lekuk tubuh Lintang yang memang selalu tampil sexy saat manggung dengan
Bab. 15. WAGE & KI NARENDRA Narendra menatap lelaki berwajah seolah terbelah oleh bekas luka di depannya dengan pandangan penuh minat. Mendengarkan cerita yang meluncur deras tentang putri kandungnya, bagaimana kesehariannya, ketenarannya di kalangan pecinta dunia malam, aura bintang yang dimilikinya saat menguasai panggung. Suara merdunya yang tak terlupakan. Penampilan di panggung yang selalu memukau juga kekerasan hati serta semangat yang dimilikinya. "Apa kamu mendekatinya? Bagaimana kesannya saat melihat bekas lukamu?" "Sebenarnya, saya hanya menjaganya dari kejauhan. Hampir tak terlihat!" "Apa dia menolak kalau kamu mendekatinya?" "Tidak, Ki! Dia tidak terlihat keberatan saat saya mendekatinya. Dia juga tidak terlihat takut atau jijik oleh cacat bekas luka ini!" Wage menunjuk tepat di bekas lu
Bab 16. STORY OF SCARS FACE Hingga suatu siang, beberapa hari setelah kabar penemuan mayat wanita di sungai besar di kampung sebelah tersiar dan menjadi pembicaraan semua orang. Wage melihat Wulansari berjalan mengendap-endap menuju sungai. Seperti yang Wage duga karena sudah sering memergoki Wulansari melakukan hal yang sama beberapa bulan terakhir, Wulansari sedang menanti seorang lelaki di tengah aliran sungai yang agak tersembunyi oleh bebatuan sungai. Beberapa saat setelah Wulansari berada di tengah sungai, lelaki itu mendatanginya. Dan seperti biasa, mereka akan melakukan sesuatu di balik bebatuan berdua, dengan telanjang mereka akan saling memandikan satu sama lain. Tapi siang itu berbeda, Wage tidak melihat mereka saling memandikan atau menggosok punggung atau bagian depan tubuh satu sama lain. Wage justru melihat Wulansari dengan kecepatan tangannya, m
Bab 17. TAMU LEWAT TENGAH MALAM Suasana HAPPY night POPPY sudah mulai sepi. Lintang sudah selesai membersihkan riasannya. Kostum panggungnya pun sudah berganti dengan kemeja gombrong lengan panjang dan jeans pas badan, ketika ia mendengar pintu ruang rias diketuk seseorang. "Masuk!" serunya. Detik berikutnya seorang lelaki berpenampilan rapi membuka pintu. Lewat bayangan kaca rias Lintang dapat melihat sosok gagah Dirgantara berjalan mendekat ke arahnya. "Ada apa Mas Dirga datang ke sini? Apa Gendis datang bersamamu?" "Kenapa aku harus datang dengannya? Aku tidak ada urusan dengannya." gumam Dirgantara dengan suara yang dapat didengar Lintang. "Maaf, kupikir Mas Dirga bersamanya. Aku sendiri juga agak malas berurusan dengannya!" Lintang kembali menghadap cermin, memulaskan sedikit lipgloss beraroma strawberry di bibirnya, untuk menjaga kelembabannya s
Di tempat yang berbeda, puluhan kilometer jaraknya dari pesisir pantai tempat Gendis dan Jaya menghabis kan waktu untuk menghibur diri, Wulansari pun tengah menikmati malam panasnya bersama seorang pemuda tampan dengan tubuh terpahat indah hasil latihan rutin selama beberapa waktu di pusat kebugaran yang kini mulai marak dibangun di kota kabupaten tempat tinggalnya.Pemuda dengan paras dan bentuk tubuh yang selalu akan membuat wanita merasa bergairah saat bersama itu adalah yang Wulansari sebut sebagai mainan barunya, yang akhir-akhir ini telah membuatnya melayang dan melupakan keberadaan Jaya yang sudah sejak beberapa tahun lalu menghangatkan ranjang tidurnya.Semenjak berkenalan dengan pemuda itu di sebuah pusat kebugaran yang ia datangi bersama seorang teman perias yang tampaknya sudah lebih dahulu mengenal kisah indah yang lain di balik suramnya kisah pernikahan sah yang sudah mereka jalani sebelumnya.Wulansari merasa seperti menemukan surganya yang baru setelah mengenal dan memp
Menuruti kemauan Gendis yang masih saja terlihat murung selama perjalanan, Jaya mengarahkan mobil yang dikemudikannya ke daerah pesisir yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tengah kota kabupaten tempat tinggal mereka."Kenapa nyari tempat bersedihnya mesti ke pantai sih Non, kan jauh? Kenapa kita gak pergi ke puncak saja? Cukup setengah jam perjalanan. Gak capek, gak bosan di jalan..?""Jaya... Diam! Kamu cuma sopir, aku majikannya! Jadi jangan banyak protes, aku mau ke pantai sekarang juga!" bentak Gendis kesal wajah sedihnya seketika berubah judes dengan pandangan mata melotot ke arah Jaya.Sambil menelan ludah, akhirnya Jaya mengangguk juga. Selama beberapa saat pandangannya hanya lurus terfokus di jalanan yang mulai sepi meninggalkan keramaian kota jauh di belakang mereka. "Sepi sekali... boleh setel musik kan, Non?" tanyanya memecah kebisuan.Beberapa detik tak ada jawaban. Jaya melirik ke kursi samping yang diduduki Gendis. Dari sudut matanya ia melihat gadis itu terliha
Tanpa terasa, tibalah hari yang sudah dinantikan Narendra, yaitu hari Ulang tahun Lintang yang ke 19.Jam 11 pagi, sesuai dengan jadwal acara yang sudah diatur oleh Narendra dengan bantuan Wage dan beberapa orang temannya, acara tasyakuran untuk memperingati hari kelahiran Lintang sengaja di adakan di rumah makan langganan tempat kejadian kericuhan beberapa hari sebelumnya.Untuk acara ini Narendra juga mengundang keluarga Bupati dan beberapa orang penting yang sudah sangat akrab dengan Ki Dalang Narendra, juga Kepala Desa dan tim pengacara dari firma hukum yang ia sewa. Selebihnya adalah teman-teman Lintang.Karena pada acara itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi tentang kejadian memalukan beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan berita tak sedap dan menghebohkan itu menjadi tajuk utama di hampir seluruh koran terbitan lokal dan nasional sehingga Narendra dengan bantuan tim pengacaranya juga mengundang banyak wartawan di acara tersebut.Tepat di jam setengah 12 siang, pada saat
Atas pesan Narendra yang sekarang tinggal bersamanya, Lintang mengantarkan sendiri minuman dan suguhan untuk tamu ayahnya itu ke ruang kerja ayahnya.Dua orang tamu dengan setelan resmi tampak duduk berseberangan dengan Narendra. Ketiganya tampak berbicara serius mengenai hal-hal yang berhubungan dengan legalitas hukum. Lintang sudah hampir keluar dari ruangan ayahnya setelah menyuguhkan tiga cangkir teh hangat dan camilan ringan, ketika Narendra menghentikan langkahnya dan menyuruhnya untuk berdiri di dekat kursi yang ia duduki."Ini putri kandung saya dari istri pertama. Namanya Lintang Prameswari. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Saya ingin melegalkan semua aset pribadi saya untuk dia. Karena saya tidak ingin putri saya ini mengalami kesulitan yang mungkin akan mendatanginya, sehubungan dengan warisan kelak dikemudian hari.Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Pak Suprapto kemarin bahwa aset milik bersama dengan istri ke dua saya sudah saya berikan semua untuk ist
"Istirahatlah, Non. Biarkan saya memanjakan milik Non Gendis yang sangat berharga ini. Apa saya perlu meminta air hangat untuk mengompresnya? Untuk meredakan nyeri setelah menelan milik saya tadi, hmmm?""Tidak, cukup bersihkan saja. Aku merasa tidak nyaman dengan rasa lengketnya.""Baiklah, biar saya urus bagian itu. Saya sangat tersanjung bisa melakukannya untuk Non Gendis.""Heeem.." Dan sesudahnya, Gendis sudah tak lagi memperdulikan apapun karena ia sudah diterbangkan impian indah setelah raganya merasakan kelelahan teramat sangat karena sudah berpacu bersama Jaya demi mencapai puncak klimaks tertinggi tadi.Sementara Jaya yang benar-benar berusaha mempergunakan kesempatan terbaik yang ia dapatkan malam ini dengan menjelajahi, menjamah bahkan menguasai walau sesaat hal yang sebelumnya tak pernah sekalipun berani ia impikan ataupun menyapa alam khayalnya. Yaitu tubuh molek sang Nona Muda.Baginya, dapat menyentuh kulit mulus gadis cantik yang di matanya seperti seorang Dewi, apala
Perlahan Jaya mulai mengoleskan minyak zaitun ke atas kulit punggung mulus Gendis yang sudah terbaring dalam posisi menelungkup di pinggiran ranjang dan perlahan, dengan tekanan yang pas dia mulai mengurutnya. Usapan telapak tangannya yang hangat segera saja berhasil membuat otot-otot tubuh Gendis yang semula menegang, perlahan menjadi rileks.Seperempat jam kemudian, hampir seluruh tubuh bagian belakang milik Gendis sudah berbalur minyak zaitun, dari mulai punggung hingga ke telapak kaki. Gendis pun sudah terlihat menikmati setiap belaian dengan tekanan terukur telapak tangan Jaya pada tubuhnya.Dengan menahan gejolak hasratnya, Jaya sengaja berlama-lama memberikan treatment di bagian bok*ng milik Gendis yang terasa padat, dengan bentuk membulat yang begitu menggoda.Gendis juga terlihat menikmati segala perlakuan Jaya di bagian tubuhnya yang sintal itu. Meskipun secara sengaja kadang-kadang jemari Jaya nyasar dengan nakalnya menyentuh bagian tersembunyi di belahan pant*tnya. Bahkan
"Cari tempat menginap yang aman, Jaya! Kurasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengikuti ide gila yang kau usulkan dulu!" ujar Gendis tiba-tiba setelah beberapa menit duduk diam tak bersuara dengan wajah merah padam karena amarah."Menginap, Non? Tapi beberapa tikungan lagi kita sampai di rumah?" jawab Jaya bingung."Kalau begitu putar balik, Bodoh!" sentak Gendis tak sabar."Baik, Non!" Jaya langsung memutar mobil yang dikemudikannya begitu menemukan jalur untuk memutar. Waktu yang hampir mendekati tengah malam membuat jalanan menjadi lengang dan memudahkan Jaya untuk segera putar balik arah menjauhi pusat kota. "Mau menginap dimana, Non?""Mana aku tahu, Tolol! Kau pikir aku sudah pengalaman dengan hal begituan? Kamu pikirkan saja tempat yang cocok, bukankah kamu sering pergi ke tempat-tempat seperti yang aku maksud dengan ibuku? Yang jelas tepat yang agak jauh agar tidak ada yang mengenali kita, bersih dan nyaman. Pastikan kita aman berada di sana!" perintah Gendis yang langsung
Gendis langsung memerintahkan Jaya untuk mendatangi rumah dinas Bupati setelah menerima kabar tentang keberadaan Dirgantara. Dengan binar bahagia di pandangan matanya, serta senyum kemenangan yang hampir tidak berhasil ia sembunyikan dari bibirnya membuatnya menjadi tidak sabar untuk melihat ekspresi kecewa dari Dirgantara setelah melihat gambar besar yang termuat di halaman depan surat kabar lokal yang tergeletak manis di atas pangkuannya itu. Bayangkan saja, saat seseorang yang tiba-tiba datang dan memberi kabar tak terbantahkan tentang perselingkuhan kekasihnya dengan seorang yang lebih pantas menjadi ayah ataupun pamannya. Apalagi spot foto yang terpampang di halaman depan koran itu menunjukkan kemesraan menjijikkan yang dipertontonkan di muka umum oleh seorang Dalang terkenal yang seharusnya jadi panutan bersama seorang gadis remaja yang terlihat sekali kalau usianya masih sangat muda. Mereka tertangkap kamera wartawan dalam keadaan saling berpelukan di tempat umum. Ini akan
Wulansari segera menemui suaminya yang baru saja memasuki kamar pribadinya saat hari sudah gelap. Di tangannya tergenggam selembar surat kabar terbitan sore tadi yang memuat berita tentang keributan yang terjadi di salah satu rumah makan ternama di kotanya yang melibatkan suami dan putrinya, Gendis."Apa ini, Kang?" tanyanya seraya melemparkan surat kabar yang sudah lecek ke arah Narendra.Dengan ketenangan luar biasa, Narendra mengambil gulungan surat kabar itu, membuka pada halaman depan dan membacanya sekilas. Ekspresi wajahnya masih sedatar ubin marmer yang tengah ia pijak di bawah kakinya. Datar dan dingin."Bisa jelaskan padaku?" tuntut Wulansari seraya melipat kedua lengannya di dada. Sorot matanya terlihat membara oleh api kemarahan."Semua sudah terlihat jelas di situ!" sahut Narendra datar, "Meskipun tidak semua keterangan yang diberitakan wartawan itu benar, tapi kejadiannya memang sepenuhnya benar. Bukankan ada foto yang membuktikan kebenarannya?" jawabnya tenang."Jadi be