Bab 17. TAMU LEWAT TENGAH MALAM
Suasana HAPPY night POPPY sudah mulai sepi. Lintang sudah selesai membersihkan riasannya. Kostum panggungnya pun sudah berganti dengan kemeja gombrong lengan panjang dan jeans pas badan, ketika ia mendengar pintu ruang rias diketuk seseorang.
"Masuk!" serunya. Detik berikutnya seorang lelaki berpenampilan rapi membuka pintu. Lewat bayangan kaca rias Lintang dapat melihat sosok gagah Dirgantara berjalan mendekat ke arahnya. "Ada apa Mas Dirga datang ke sini? Apa Gendis datang bersamamu?"
"Kenapa aku harus datang dengannya? Aku tidak ada urusan dengannya." gumam Dirgantara dengan suara yang dapat didengar Lintang.
"Maaf, kupikir Mas Dirga bersamanya. Aku sendiri juga agak malas berurusan dengannya!" Lintang kembali menghadap cermin, memulaskan sedikit lipgloss beraroma strawberry di bibirnya, untuk menjaga kelembabannya s
Bab 18. PERSYARATAN BERAT DARI SI TAMPAN Dirgantara diam, berusaha mencerna penuturan Lintang. Tapi hatinya terlanjur merasa panas. Ia merasa cemburu pada seseorang bernama Galih. Ia tahu, Di mata Lintang ia pasti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Galih. Lelaki itu lebih dulu bertemu Lintang. Dia bisa mendekati Lintang kapanpun dia mau, dan dia adalah bos Lintang. Penghasilannya juga pasti sudah lumayan. Sementara dirinya, walaupun ia terlahir dari keluarga terpandang dan kaya raya. Ayahnya bahkan seorang Bupati, tapi ia hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mendekati Lintang. Lagi pula walaupun ia adalah keturunan orang kaya di kota itu, tapi dia belum bekerja. Dia belum berpenghasilan meskipun tak akan ada masalah bagi keuangannya. Uang saku yang dikirimkan orang tuanya sangat berlebih. Bahkan mungkin jumlahnya bisa lima kali lipat gaji rata-rat
Bab 19. PERTEMUAN TAK SENGAJA DENGAN SI CULAS. Lintang menapaki tangga di depan pintu masuk plaza dengan satu tangan menggandeng Mutia. Bocah mungil berusia 4 tahun mengenakan overall berwarna fuschia, dengan rambut berombak dikucir 2 berhias pita sewarna bajunya, yang tampak begitu lincah berjalan sambil meloncat- loncat kegirangan. Kedua orang tua Mutia, Galih dan Laras pemilik nightclub HAPPY night POPPY berjalan beriringan di belakang mereka. "Ayah, nanti aku mau beli boneka yang bisa menangis ya!" pinta Mutia manja sesaat setelah melepaskan tangannya dari gandengan Lintang dan berlari ke arah ayahnya. "Boneka menangis lagi? Terakhir kali Kita belanja di sini, Mutia kan sudah beli?" Laras mengingatkan tapi Mutia tidak menghiraukan ucapan ibunya. "Beli lagi ya, Yah. Yang lama bajunya jelek. Mutia mau yang pakai baju kuning!" rengek Mutia. Jari mung
Bab 20. AIR PENGASIHAN "Lintang!" terdengar suara Gendis menyapa dari kejauhan. Lintang menoleh ke arah suara. Mutia masih berada dalam gendongannya. Gendis yang baru turun dari eskalator segera menghampirinya. "Keponakanmu? Kelihatan terawat ya? Kakakmu pasti lumayan kaya." Lintang hanya tersenyum mengabaikan nada mengejek dipertanyaan yang Gendis lontarkan. "Sudah selesai?" tanyanya sambil melirik tas plastik besar berlogo butik terkenal. "Sudah! Disain dari pemilik butik itu tak pernah mengecewakan, makanya aku selalu belanja di butiknya. Kebetulan tadi aku juga menemukan Bros cantik yang cocok dengan kebayaku di toko perhiasan lantai tiga. Ehm, rasanya benar-benar tak sabar untuk mengenakannya saat mendampingi Mas Dirga di acara itu!" tuturnya setengah pamer. "Oh ya, kudengar acara itu
Bab 21. TAMU SPESIAL DI HARI LIBUR. "Lin, mandinya cepetan, ada tamu tuh!" Gedoran di pintu kamar mandi membuat Lintang segera mengguyur sisa-sisa butiran lulur mandi yang menempel di sekujur tubuhnya. "Siapa?" "Gak tahu, pengan nanya aku grogi duluan! Udah pokoknya buruan mandinya. Kalau dia pergi gara-gara kelamaan nunggu bisa nyesel kamu nanti!" ujar Diah sengaja membuat Lintang penasaran. Lima menit berikutnya Lintang keluar dari kamar mandi dengan rambut terbungkus handuk. Seketika harum lulur mandi pengganti sabun yang selalu digunakan Lintang untuk merawat kulitnya menguar dari tubuhnya yang masih lembab dan terlihat segar. "Siapa sih tamunya? Perasaan aku gak bikin janji sama siapa-siapa deh. Aku ingin nyantai saja di rumah hari ini, mumpung nanti malam libur kerja!" tanya Lintang pada Diah yang ternyata masih setia menunggunya di depan kamar mandi. &nbs
Bab 22. KASIH SAYANG AYAH YANG LAMA DINANTI. "Ayo turun, Nduk! Kita sudah sampai di rumah kita, kelak kalau kamu mau pulang ke sini!" ajak Ki Narendra. Tanpa banyak cakap Lintang menuruti ajakan ayahnya. Segera saja pandangannya mengitari suasana rumah berukuran tak terlalu besar yang cukup terlindung dari keramaian jalan raya. Halaman yang cukup luas dipenuhi beberapa pohon mangga dan jambu air yang cukup rindang. Sebagian malah sudah mulai berbuah. Di beberapa sudut terdapat rumpun bunga yang tumbuh terawat. "Ayo masuk!" Ki Narendra merengkuh bahu Lintang dan membimbingnya memasuki teras rumah yang terlihat bersih tak berdebu. Seseorang membukakan pintu sebelum Ki Narendra mengetuknya. Detik berikutnya seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan wajah di penuhi bulu kumis dan jenggot yang terukur rapi tersenyum hangat menyambut kedatangan mereka.
Bab 23. TERLEMPAR KEMBALI PADA KISAH MASA LALU "Kapankah terakhir kali aku bisa merasakan pelukan Ayah? Maksudku sebelum kita terpisah?" tanya Lintang seraya menikmati kehangatan kasih sayang lewat pelukan ayahnya. "Sudah sangat lama sekali, Sayang! Terakhir kali Ayah menggendong dirimu adalah saat Ayah mengantarkan kamu dan nenek pindah ke Wonorejo. Saat itu kamu masih berusia sekitar satu tahun. Tubuhmu sangat mungil dan cantik, tapi suaramu kencang sekali saat menangis!" bisik Ki Narendra dengan suara parau. Rengkuhan tangannya di bahu Lintang semakin erat. Keharuan begitu membuncah memenuhi hatinya. Pertanyaan putrinya membuatnya terseret kembali pada kisah masa lalu. Saat itu, bertahun-tahun lalu... Laporan Wage kecil yang memergoki perbuatan Wulansari yang telah membunuh teman lelakinya di sungai telah membuka mata hatinya dan membuatnya menarik kesimpulan tentang
Bab 24. MENIKMATI LIMPAHAN KASIH SAYANG. Ki Narendra tersenyum simpul saat melihat Lintang nyaris tertidur dalam rengkuhan tangannya, saat mendengarkan kisah masa lalu yang ia ceritakan. Mereka berdua tengah berdiri berdampingan di bawah pohon mangga yang cukup rindang. Elusan angin sepoi-sepoi semakin mendatangkan rasa kantuknya. Mungkin ia bangun terlalu pagi tadi. Wage mengatakan padanya bahwa Lintang sampai di tempat indekosnya sekitar jam 3 dini hari. Sementara ia datang menjemputnya tepat jam 8 saat teman kost putrinya itu mengatakan bahwa Lintang sudah bangun sejak tadi. "Sebaiknya kamu istirahat dulu di kamar. Mari ayah tunjukkan letak kamarmu. Semua sudah ayah siapkan!" Ki Narendra menuntun Lintang masuk lagi ke dalam rumah lewat pintu samping. Tanpa membantah, karena memang Lintang sudah tidak mampu lagi membuka kelopak matanya yang terasa berat. Setengah terp
Bab 25. MALAIKAT KIRIMAN AYAH. Lintang langsung membulatkan bola matanya setelah mengenali dua orang lelaki yang kini berdiri berjajar di teras rumah untuk menyambut kedatangan mereka. "Mas Wage?" Wage hanya menarik sedikit ujung bibirnya seraya membukakan pintu mobil untuk Lintang dan mempersilahkan gadis yang tengah memandangnya bingung itu untuk keluar dari dalam mobil. "Hehehe, selamat datang di rumah kami, Mbak Lintang!" sela Pak Jun yang langsung menggandeng tangan halus Lintang menuju teras. Membiarkan Wage yang masih terdiam menahan pintu mobil yang terbuka. Masih memandang Wage dengan sorot mata kebingungan, Lintang mengikuti langkah Pak Jun. "Ini rumah Wage, Lintang! Wage dan Pak Jun ini yang selalu setia membantu ayah. Mereka ini orang-orang kepercayaan Ayah." "Jadi selama ini, Mas Wage yang ditugaskan ayah untuk mendampingi saya?" tany
Di tempat yang berbeda, puluhan kilometer jaraknya dari pesisir pantai tempat Gendis dan Jaya menghabis kan waktu untuk menghibur diri, Wulansari pun tengah menikmati malam panasnya bersama seorang pemuda tampan dengan tubuh terpahat indah hasil latihan rutin selama beberapa waktu di pusat kebugaran yang kini mulai marak dibangun di kota kabupaten tempat tinggalnya.Pemuda dengan paras dan bentuk tubuh yang selalu akan membuat wanita merasa bergairah saat bersama itu adalah yang Wulansari sebut sebagai mainan barunya, yang akhir-akhir ini telah membuatnya melayang dan melupakan keberadaan Jaya yang sudah sejak beberapa tahun lalu menghangatkan ranjang tidurnya.Semenjak berkenalan dengan pemuda itu di sebuah pusat kebugaran yang ia datangi bersama seorang teman perias yang tampaknya sudah lebih dahulu mengenal kisah indah yang lain di balik suramnya kisah pernikahan sah yang sudah mereka jalani sebelumnya.Wulansari merasa seperti menemukan surganya yang baru setelah mengenal dan memp
Menuruti kemauan Gendis yang masih saja terlihat murung selama perjalanan, Jaya mengarahkan mobil yang dikemudikannya ke daerah pesisir yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tengah kota kabupaten tempat tinggal mereka."Kenapa nyari tempat bersedihnya mesti ke pantai sih Non, kan jauh? Kenapa kita gak pergi ke puncak saja? Cukup setengah jam perjalanan. Gak capek, gak bosan di jalan..?""Jaya... Diam! Kamu cuma sopir, aku majikannya! Jadi jangan banyak protes, aku mau ke pantai sekarang juga!" bentak Gendis kesal wajah sedihnya seketika berubah judes dengan pandangan mata melotot ke arah Jaya.Sambil menelan ludah, akhirnya Jaya mengangguk juga. Selama beberapa saat pandangannya hanya lurus terfokus di jalanan yang mulai sepi meninggalkan keramaian kota jauh di belakang mereka. "Sepi sekali... boleh setel musik kan, Non?" tanyanya memecah kebisuan.Beberapa detik tak ada jawaban. Jaya melirik ke kursi samping yang diduduki Gendis. Dari sudut matanya ia melihat gadis itu terliha
Tanpa terasa, tibalah hari yang sudah dinantikan Narendra, yaitu hari Ulang tahun Lintang yang ke 19.Jam 11 pagi, sesuai dengan jadwal acara yang sudah diatur oleh Narendra dengan bantuan Wage dan beberapa orang temannya, acara tasyakuran untuk memperingati hari kelahiran Lintang sengaja di adakan di rumah makan langganan tempat kejadian kericuhan beberapa hari sebelumnya.Untuk acara ini Narendra juga mengundang keluarga Bupati dan beberapa orang penting yang sudah sangat akrab dengan Ki Dalang Narendra, juga Kepala Desa dan tim pengacara dari firma hukum yang ia sewa. Selebihnya adalah teman-teman Lintang.Karena pada acara itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi tentang kejadian memalukan beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan berita tak sedap dan menghebohkan itu menjadi tajuk utama di hampir seluruh koran terbitan lokal dan nasional sehingga Narendra dengan bantuan tim pengacaranya juga mengundang banyak wartawan di acara tersebut.Tepat di jam setengah 12 siang, pada saat
Atas pesan Narendra yang sekarang tinggal bersamanya, Lintang mengantarkan sendiri minuman dan suguhan untuk tamu ayahnya itu ke ruang kerja ayahnya.Dua orang tamu dengan setelan resmi tampak duduk berseberangan dengan Narendra. Ketiganya tampak berbicara serius mengenai hal-hal yang berhubungan dengan legalitas hukum. Lintang sudah hampir keluar dari ruangan ayahnya setelah menyuguhkan tiga cangkir teh hangat dan camilan ringan, ketika Narendra menghentikan langkahnya dan menyuruhnya untuk berdiri di dekat kursi yang ia duduki."Ini putri kandung saya dari istri pertama. Namanya Lintang Prameswari. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Saya ingin melegalkan semua aset pribadi saya untuk dia. Karena saya tidak ingin putri saya ini mengalami kesulitan yang mungkin akan mendatanginya, sehubungan dengan warisan kelak dikemudian hari.Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Pak Suprapto kemarin bahwa aset milik bersama dengan istri ke dua saya sudah saya berikan semua untuk ist
"Istirahatlah, Non. Biarkan saya memanjakan milik Non Gendis yang sangat berharga ini. Apa saya perlu meminta air hangat untuk mengompresnya? Untuk meredakan nyeri setelah menelan milik saya tadi, hmmm?""Tidak, cukup bersihkan saja. Aku merasa tidak nyaman dengan rasa lengketnya.""Baiklah, biar saya urus bagian itu. Saya sangat tersanjung bisa melakukannya untuk Non Gendis.""Heeem.." Dan sesudahnya, Gendis sudah tak lagi memperdulikan apapun karena ia sudah diterbangkan impian indah setelah raganya merasakan kelelahan teramat sangat karena sudah berpacu bersama Jaya demi mencapai puncak klimaks tertinggi tadi.Sementara Jaya yang benar-benar berusaha mempergunakan kesempatan terbaik yang ia dapatkan malam ini dengan menjelajahi, menjamah bahkan menguasai walau sesaat hal yang sebelumnya tak pernah sekalipun berani ia impikan ataupun menyapa alam khayalnya. Yaitu tubuh molek sang Nona Muda.Baginya, dapat menyentuh kulit mulus gadis cantik yang di matanya seperti seorang Dewi, apala
Perlahan Jaya mulai mengoleskan minyak zaitun ke atas kulit punggung mulus Gendis yang sudah terbaring dalam posisi menelungkup di pinggiran ranjang dan perlahan, dengan tekanan yang pas dia mulai mengurutnya. Usapan telapak tangannya yang hangat segera saja berhasil membuat otot-otot tubuh Gendis yang semula menegang, perlahan menjadi rileks.Seperempat jam kemudian, hampir seluruh tubuh bagian belakang milik Gendis sudah berbalur minyak zaitun, dari mulai punggung hingga ke telapak kaki. Gendis pun sudah terlihat menikmati setiap belaian dengan tekanan terukur telapak tangan Jaya pada tubuhnya.Dengan menahan gejolak hasratnya, Jaya sengaja berlama-lama memberikan treatment di bagian bok*ng milik Gendis yang terasa padat, dengan bentuk membulat yang begitu menggoda.Gendis juga terlihat menikmati segala perlakuan Jaya di bagian tubuhnya yang sintal itu. Meskipun secara sengaja kadang-kadang jemari Jaya nyasar dengan nakalnya menyentuh bagian tersembunyi di belahan pant*tnya. Bahkan
"Cari tempat menginap yang aman, Jaya! Kurasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengikuti ide gila yang kau usulkan dulu!" ujar Gendis tiba-tiba setelah beberapa menit duduk diam tak bersuara dengan wajah merah padam karena amarah."Menginap, Non? Tapi beberapa tikungan lagi kita sampai di rumah?" jawab Jaya bingung."Kalau begitu putar balik, Bodoh!" sentak Gendis tak sabar."Baik, Non!" Jaya langsung memutar mobil yang dikemudikannya begitu menemukan jalur untuk memutar. Waktu yang hampir mendekati tengah malam membuat jalanan menjadi lengang dan memudahkan Jaya untuk segera putar balik arah menjauhi pusat kota. "Mau menginap dimana, Non?""Mana aku tahu, Tolol! Kau pikir aku sudah pengalaman dengan hal begituan? Kamu pikirkan saja tempat yang cocok, bukankah kamu sering pergi ke tempat-tempat seperti yang aku maksud dengan ibuku? Yang jelas tepat yang agak jauh agar tidak ada yang mengenali kita, bersih dan nyaman. Pastikan kita aman berada di sana!" perintah Gendis yang langsung
Gendis langsung memerintahkan Jaya untuk mendatangi rumah dinas Bupati setelah menerima kabar tentang keberadaan Dirgantara. Dengan binar bahagia di pandangan matanya, serta senyum kemenangan yang hampir tidak berhasil ia sembunyikan dari bibirnya membuatnya menjadi tidak sabar untuk melihat ekspresi kecewa dari Dirgantara setelah melihat gambar besar yang termuat di halaman depan surat kabar lokal yang tergeletak manis di atas pangkuannya itu. Bayangkan saja, saat seseorang yang tiba-tiba datang dan memberi kabar tak terbantahkan tentang perselingkuhan kekasihnya dengan seorang yang lebih pantas menjadi ayah ataupun pamannya. Apalagi spot foto yang terpampang di halaman depan koran itu menunjukkan kemesraan menjijikkan yang dipertontonkan di muka umum oleh seorang Dalang terkenal yang seharusnya jadi panutan bersama seorang gadis remaja yang terlihat sekali kalau usianya masih sangat muda. Mereka tertangkap kamera wartawan dalam keadaan saling berpelukan di tempat umum. Ini akan
Wulansari segera menemui suaminya yang baru saja memasuki kamar pribadinya saat hari sudah gelap. Di tangannya tergenggam selembar surat kabar terbitan sore tadi yang memuat berita tentang keributan yang terjadi di salah satu rumah makan ternama di kotanya yang melibatkan suami dan putrinya, Gendis."Apa ini, Kang?" tanyanya seraya melemparkan surat kabar yang sudah lecek ke arah Narendra.Dengan ketenangan luar biasa, Narendra mengambil gulungan surat kabar itu, membuka pada halaman depan dan membacanya sekilas. Ekspresi wajahnya masih sedatar ubin marmer yang tengah ia pijak di bawah kakinya. Datar dan dingin."Bisa jelaskan padaku?" tuntut Wulansari seraya melipat kedua lengannya di dada. Sorot matanya terlihat membara oleh api kemarahan."Semua sudah terlihat jelas di situ!" sahut Narendra datar, "Meskipun tidak semua keterangan yang diberitakan wartawan itu benar, tapi kejadiannya memang sepenuhnya benar. Bukankan ada foto yang membuktikan kebenarannya?" jawabnya tenang."Jadi be