Bab 34. RUMAH LAMA AYAH.
Wanita paruh baya yang menyambut kedatangan mereka buru-buru undur diri ke belakang untuk menyiapkan suguhan bagi Lintang dan Wage.
"Itu tadi adalah istri Kang Muji. Mereka menempati rumah ini sekaligus biar ada yang membersihkan dan merawat. Semenjak membeli rumah ini, aku baru dua kali datang ke sini." tutur Wage seraya membimbing Lintang untuk berkeliling melihat-lihat keadaan rumah besar itu.
"Mas..?"
"Heemm?"
"Kalau ini dulunya adalah rumah ayah, berarti aku dilahirkan di sini?"
"Tidak. Bukan di rumah ini!"
"Bukan di rumah ini? Katanya ini rumah ayah."
"Maksudku, ini adalah rumah istri Ki Narendra."
"Ibuku?" Lintang kian bingung.
"Ibumu adalah istri pertama Ki Narendra. Setelah kamu lahir, Ki Narendra berpisah dengan ibumu dan
Bab 35. INSIDEN DI SUNGAI Tiba di tepi sungai yang lumayan besar dengan aliran air jernih yang cukup kuat arusnya, dengan bebatuan gunung sebesar kerbau yang bersembulan di tengah sungai itu, Lintang dan Wage berjalan beriringan. Sesekali Wage membantu Lintang berjalan di atas batu sungai memegang erat tangannya agar tak terpeleset dan jatuh ke dalam air sungai yang berarus cukup deras itu. "Di aliran inilah, suatu pagi warga sekitar sini menemukan jasad ibumu diantara batu-batu sungai!" jelas Wage setelah mereka berdua berada di atas batu gunung berukuran lumayan besar sehingga dapat menampung mereka berdua. Sambil mencelupkan kedua kakinya di aliran air, Lintang memandang sekelilingnya. Terdiam beberapa waktu, mencoba membayangkan tentang kehebohan yang terjadi saat ibunya ditemukan dalam keadaan tewas di antara bebatuan sungai. Wage sengaja membiarkan
Bab 36. SOSOK LELAKI YANG SANGAT MENGGODA. Dalam perjalanan pulang ke kota, Wage sengaja mampir ke toko pakaian yang kebetulan mereka lewati. Setelah berdebat sebentar karena Lintang tidak mau turun dari mobil dengan hanya mengenakan daster yang dipinjamkan istri Kang Muji padanya, akhirnya Wage mengalah. Meskipun dengan paras kebingungan ia segera turun dan memasuki toko pakaian. Tak sampai sepuluh menit kemudian ia sudah kembali ke mobil dan menyerahkan kantong belanjaan pada Lintang. "Jangan rewel. Aku tidak pernah belanja pakaian perempuan. Itu tadi pemilik toko yang memilihkan. Jangan khawatir dengan warnanya, tapi aku tidak terlalu yakin dengan modelnya!" ujarnya seraya tancap gas mencari pom bensin terdekat. Untuk mengisi tangki bahan bakar, sekaligus mencarikan tempat untuk Lintang agar dapat berganti pakaian dengan yang lebih pantas.
Bab 37. SAAT SUASANA SYAHDU MEMBUATMU MEMPERMALUKAN DIRI SENDIRI. Lintang duduk mematung ditempatnya. Matanya tertuju di layar televisi yang tengah menayangkan adegan romantis film Hollywood. Sementara di sampingnya, Wage duduk dengan santai seraya menyandarkan punggungnya di lengan sofa. Entah kapan ia mengambil selimut tebal dari kamar tamu yang saat ini tiba-tiba saja sudah menyelimuti bagian bawah tubuh hingga ke dada. Di luar hujan turun kian deras disertai angin kencang dan kilat yang sesekali menyambar. "Dingin?" tanya Wage, Lintang mengangguk tanpa menoleh. Tatapan matanya masih tertuju ke layar kaca. "Kemarilah!" Tanpa menunggu jawaban, Wage segera menarik tubuh Lintang ke tengah pangkuannya sekaligus membawanya masuk kedalam selimut yang tengah menutupi tubuhnya. Seperti tersengat aliran listrik bertegangan ribuan volt, Lintang yang dari a
TERPERANGKAP PESONA SI MUNGIL.Di dalam kamar tamu, Wage merebahkan tubuhnya dengan pikiran tak keruan. Hanya berbaring gelisah tanpa mampu memejamkan mata.Kepalanya terasa berat oleh hasrat yang tak tersalurkan. Gelombang gairah yang tadi telah melambungkannya begitu tinggi dan berujung dengan terhempasnya ia dengan begitu kuat di kedalaman yang gelap dan dingin. Seperti sisa malam ini.Di luar hujan tinggal mencurahkan rintik kecil airnya saja, berikut hawa dingin yang membekukan tulang. Wage meringkuk di kasur berukuran besar hanya dengan mengenakan celana panjangnya saja.Ia tak sempat mencari kaus yang tadi ia kenakan sebelum Lintang menggoda dan menenggelamkan dirinya dalam kubangan hasrat yang begitu pekat. Membuatnya hilang kesadaran dalam seretan ombak erotis yang sangat menghipnotis.Akhirnya, disinilah ia, meringkuk sendiri dalam kesakitan yang mendera. Ra
NASEHAT YANG MENYESATKAN. Seperti biasa Lintang menyambut kedatangan Wage pada saat akan mengantarkannya ke klub, di teras rumah. "Aku tidak kerja malam ini, Mas!" ujar Lintang menjawab pertanyaan tak terucap dari Wage yang mengawasi pakaian yang ia kenakan malam ini. "Yah, mungkin kamu juga masih kaget dengan kejadian tadi. Apa kamu baik-baik saja? Aku tidak pamit padamu saat pergi dari sini tadi pagi. Maaf sudah membuat keributan. Apa ibu kost menegur kamu?" Lintang menggeleng, "beliau pasti mengerti ini hanya salah faham. Beliau hanya berpesan agar menyelesaikan semuanya secara baik-baik dan kalau bisa di luar saja agar tidak terjadi keributan lagi di sini. Malu dengan tetangga." "Yah, tentu saja. Dia tidak memberi pilihan tadi. Aku spontan memukulnya saat ia menampar kamu tadi. Maaf!" "Lupakan, Mas. Aku malas ngomongin dia!" putus Lintang sera
SAAT WANITA SOSIALITA BERKUMPUL. Wulansari segera mendatangi meja resepsionis. Hanya dengan menunjukkan kartu khusus yang ia miliki, seorang office boy segera mengantarkannya ke ruangan khusus yang sudah dipesan teman-temannya. Memasuki sebuah ruangan nyaman kedap suara berukuran lumayan luas yang dilengkapi perabotan mewah. Dua set sofa diletakkan di ruangan itu sesuai pesanan berikut satu set audio visual berukuran besar yang ditempatkan di salah satu dinding. Di dalam ruangan itu sudah menunggu hampir semua peserta. Mereka adalah wanita-wanita berusia sekitar 35 hingga 50 tahun dengan penampilan yang menunjukkan kelas sosial mereka. Meskipun mereka semua adalan perias-perias kondang, suami-suami mereka juga orang-orang yang berpenghasilan besar. Sebagian adalah para pengusaha ataupun pejabat. Maka tak heran jika acara arisan tersebut juga dijadikan ajang pamer kekayaan
BRONDONG TAMPAN ( TUMBAL ) ARISAN.Dengan langkah bergegas, Lilis segera menuju kamar yang ditunjukkan Fitri saat menyerahkan kunci kamar padanya saat namanya keluar sebagai penarik arisan.Sempat dilihatnya ekspresi kecewa yang diperlihatkan Tina saat ia menerima beberapa gepok uang arisan serta kunci kamar hotel sebagai tempat ia menikmati hadiah hiburannya."Waah, selamat menikmati hadiah hiburannya ya Jeng.. nanti kalau sudah, datang ke sini untuk ceritakan pengalamannya. Beneran kita tunggu di sini looh!Kita gak akan bubar sebelum selesai mendengar cerita panasmu nanti! Setuju gak yang lainnya? Nanti sambil nunggu saya putarkan video yang lain deh. Dijamin hot pokoknya. Semua artis di video itu saya kenal. Jadi kalau ada yang minat pengen senang-senang sama mereka bisa hubungi saya!"Dan di sinilah ia, berdiri tak sabar sekaligus deg-degan tepat di depan pintu k
SEORANG GADIS YANG MEMBUAT TIGA LELAKI KELABAKAN.Ini adalah malam ke dua Dirga duduk diam dengan perasaan kecewa di salah satu sudut kelab malam HAPPY night POPPY tempat Lintang bekerja.Sama seperti kemarin, ia tidak menemukan Lintang melakukan pekerjaannya seperti biasanya. Dua malam ini panggung diisi penyanyi lain sebagai penggantinya. Suasana kelab tiba-tiba terasa hambar. Dirga yakin bukan cuma ia yang merasa kecewa karena ketidakhadiran Lintang, tapi hampir semua pengunjung yang memadati kelab tiap malam juga tengah menantikan penampilannya.Berkali-kali MC harus naik ke panggung untuk menenangkan pengunjung dan memberi alasan tentang absennya sang bintang. Tak banyak kata, MC hanya menjelaskan kalau saat ini lintang belum dapat tampil karena sedang sakit.Dirga semakin merasa kacau. Ada rasa berdosa terselip di hatinya setelah mengingat apa yang ia lakukan pada Lintang. Tadi sian
Di tempat yang berbeda, puluhan kilometer jaraknya dari pesisir pantai tempat Gendis dan Jaya menghabis kan waktu untuk menghibur diri, Wulansari pun tengah menikmati malam panasnya bersama seorang pemuda tampan dengan tubuh terpahat indah hasil latihan rutin selama beberapa waktu di pusat kebugaran yang kini mulai marak dibangun di kota kabupaten tempat tinggalnya.Pemuda dengan paras dan bentuk tubuh yang selalu akan membuat wanita merasa bergairah saat bersama itu adalah yang Wulansari sebut sebagai mainan barunya, yang akhir-akhir ini telah membuatnya melayang dan melupakan keberadaan Jaya yang sudah sejak beberapa tahun lalu menghangatkan ranjang tidurnya.Semenjak berkenalan dengan pemuda itu di sebuah pusat kebugaran yang ia datangi bersama seorang teman perias yang tampaknya sudah lebih dahulu mengenal kisah indah yang lain di balik suramnya kisah pernikahan sah yang sudah mereka jalani sebelumnya.Wulansari merasa seperti menemukan surganya yang baru setelah mengenal dan memp
Menuruti kemauan Gendis yang masih saja terlihat murung selama perjalanan, Jaya mengarahkan mobil yang dikemudikannya ke daerah pesisir yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tengah kota kabupaten tempat tinggal mereka."Kenapa nyari tempat bersedihnya mesti ke pantai sih Non, kan jauh? Kenapa kita gak pergi ke puncak saja? Cukup setengah jam perjalanan. Gak capek, gak bosan di jalan..?""Jaya... Diam! Kamu cuma sopir, aku majikannya! Jadi jangan banyak protes, aku mau ke pantai sekarang juga!" bentak Gendis kesal wajah sedihnya seketika berubah judes dengan pandangan mata melotot ke arah Jaya.Sambil menelan ludah, akhirnya Jaya mengangguk juga. Selama beberapa saat pandangannya hanya lurus terfokus di jalanan yang mulai sepi meninggalkan keramaian kota jauh di belakang mereka. "Sepi sekali... boleh setel musik kan, Non?" tanyanya memecah kebisuan.Beberapa detik tak ada jawaban. Jaya melirik ke kursi samping yang diduduki Gendis. Dari sudut matanya ia melihat gadis itu terliha
Tanpa terasa, tibalah hari yang sudah dinantikan Narendra, yaitu hari Ulang tahun Lintang yang ke 19.Jam 11 pagi, sesuai dengan jadwal acara yang sudah diatur oleh Narendra dengan bantuan Wage dan beberapa orang temannya, acara tasyakuran untuk memperingati hari kelahiran Lintang sengaja di adakan di rumah makan langganan tempat kejadian kericuhan beberapa hari sebelumnya.Untuk acara ini Narendra juga mengundang keluarga Bupati dan beberapa orang penting yang sudah sangat akrab dengan Ki Dalang Narendra, juga Kepala Desa dan tim pengacara dari firma hukum yang ia sewa. Selebihnya adalah teman-teman Lintang.Karena pada acara itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi tentang kejadian memalukan beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan berita tak sedap dan menghebohkan itu menjadi tajuk utama di hampir seluruh koran terbitan lokal dan nasional sehingga Narendra dengan bantuan tim pengacaranya juga mengundang banyak wartawan di acara tersebut.Tepat di jam setengah 12 siang, pada saat
Atas pesan Narendra yang sekarang tinggal bersamanya, Lintang mengantarkan sendiri minuman dan suguhan untuk tamu ayahnya itu ke ruang kerja ayahnya.Dua orang tamu dengan setelan resmi tampak duduk berseberangan dengan Narendra. Ketiganya tampak berbicara serius mengenai hal-hal yang berhubungan dengan legalitas hukum. Lintang sudah hampir keluar dari ruangan ayahnya setelah menyuguhkan tiga cangkir teh hangat dan camilan ringan, ketika Narendra menghentikan langkahnya dan menyuruhnya untuk berdiri di dekat kursi yang ia duduki."Ini putri kandung saya dari istri pertama. Namanya Lintang Prameswari. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Saya ingin melegalkan semua aset pribadi saya untuk dia. Karena saya tidak ingin putri saya ini mengalami kesulitan yang mungkin akan mendatanginya, sehubungan dengan warisan kelak dikemudian hari.Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Pak Suprapto kemarin bahwa aset milik bersama dengan istri ke dua saya sudah saya berikan semua untuk ist
"Istirahatlah, Non. Biarkan saya memanjakan milik Non Gendis yang sangat berharga ini. Apa saya perlu meminta air hangat untuk mengompresnya? Untuk meredakan nyeri setelah menelan milik saya tadi, hmmm?""Tidak, cukup bersihkan saja. Aku merasa tidak nyaman dengan rasa lengketnya.""Baiklah, biar saya urus bagian itu. Saya sangat tersanjung bisa melakukannya untuk Non Gendis.""Heeem.." Dan sesudahnya, Gendis sudah tak lagi memperdulikan apapun karena ia sudah diterbangkan impian indah setelah raganya merasakan kelelahan teramat sangat karena sudah berpacu bersama Jaya demi mencapai puncak klimaks tertinggi tadi.Sementara Jaya yang benar-benar berusaha mempergunakan kesempatan terbaik yang ia dapatkan malam ini dengan menjelajahi, menjamah bahkan menguasai walau sesaat hal yang sebelumnya tak pernah sekalipun berani ia impikan ataupun menyapa alam khayalnya. Yaitu tubuh molek sang Nona Muda.Baginya, dapat menyentuh kulit mulus gadis cantik yang di matanya seperti seorang Dewi, apala
Perlahan Jaya mulai mengoleskan minyak zaitun ke atas kulit punggung mulus Gendis yang sudah terbaring dalam posisi menelungkup di pinggiran ranjang dan perlahan, dengan tekanan yang pas dia mulai mengurutnya. Usapan telapak tangannya yang hangat segera saja berhasil membuat otot-otot tubuh Gendis yang semula menegang, perlahan menjadi rileks.Seperempat jam kemudian, hampir seluruh tubuh bagian belakang milik Gendis sudah berbalur minyak zaitun, dari mulai punggung hingga ke telapak kaki. Gendis pun sudah terlihat menikmati setiap belaian dengan tekanan terukur telapak tangan Jaya pada tubuhnya.Dengan menahan gejolak hasratnya, Jaya sengaja berlama-lama memberikan treatment di bagian bok*ng milik Gendis yang terasa padat, dengan bentuk membulat yang begitu menggoda.Gendis juga terlihat menikmati segala perlakuan Jaya di bagian tubuhnya yang sintal itu. Meskipun secara sengaja kadang-kadang jemari Jaya nyasar dengan nakalnya menyentuh bagian tersembunyi di belahan pant*tnya. Bahkan
"Cari tempat menginap yang aman, Jaya! Kurasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengikuti ide gila yang kau usulkan dulu!" ujar Gendis tiba-tiba setelah beberapa menit duduk diam tak bersuara dengan wajah merah padam karena amarah."Menginap, Non? Tapi beberapa tikungan lagi kita sampai di rumah?" jawab Jaya bingung."Kalau begitu putar balik, Bodoh!" sentak Gendis tak sabar."Baik, Non!" Jaya langsung memutar mobil yang dikemudikannya begitu menemukan jalur untuk memutar. Waktu yang hampir mendekati tengah malam membuat jalanan menjadi lengang dan memudahkan Jaya untuk segera putar balik arah menjauhi pusat kota. "Mau menginap dimana, Non?""Mana aku tahu, Tolol! Kau pikir aku sudah pengalaman dengan hal begituan? Kamu pikirkan saja tempat yang cocok, bukankah kamu sering pergi ke tempat-tempat seperti yang aku maksud dengan ibuku? Yang jelas tepat yang agak jauh agar tidak ada yang mengenali kita, bersih dan nyaman. Pastikan kita aman berada di sana!" perintah Gendis yang langsung
Gendis langsung memerintahkan Jaya untuk mendatangi rumah dinas Bupati setelah menerima kabar tentang keberadaan Dirgantara. Dengan binar bahagia di pandangan matanya, serta senyum kemenangan yang hampir tidak berhasil ia sembunyikan dari bibirnya membuatnya menjadi tidak sabar untuk melihat ekspresi kecewa dari Dirgantara setelah melihat gambar besar yang termuat di halaman depan surat kabar lokal yang tergeletak manis di atas pangkuannya itu. Bayangkan saja, saat seseorang yang tiba-tiba datang dan memberi kabar tak terbantahkan tentang perselingkuhan kekasihnya dengan seorang yang lebih pantas menjadi ayah ataupun pamannya. Apalagi spot foto yang terpampang di halaman depan koran itu menunjukkan kemesraan menjijikkan yang dipertontonkan di muka umum oleh seorang Dalang terkenal yang seharusnya jadi panutan bersama seorang gadis remaja yang terlihat sekali kalau usianya masih sangat muda. Mereka tertangkap kamera wartawan dalam keadaan saling berpelukan di tempat umum. Ini akan
Wulansari segera menemui suaminya yang baru saja memasuki kamar pribadinya saat hari sudah gelap. Di tangannya tergenggam selembar surat kabar terbitan sore tadi yang memuat berita tentang keributan yang terjadi di salah satu rumah makan ternama di kotanya yang melibatkan suami dan putrinya, Gendis."Apa ini, Kang?" tanyanya seraya melemparkan surat kabar yang sudah lecek ke arah Narendra.Dengan ketenangan luar biasa, Narendra mengambil gulungan surat kabar itu, membuka pada halaman depan dan membacanya sekilas. Ekspresi wajahnya masih sedatar ubin marmer yang tengah ia pijak di bawah kakinya. Datar dan dingin."Bisa jelaskan padaku?" tuntut Wulansari seraya melipat kedua lengannya di dada. Sorot matanya terlihat membara oleh api kemarahan."Semua sudah terlihat jelas di situ!" sahut Narendra datar, "Meskipun tidak semua keterangan yang diberitakan wartawan itu benar, tapi kejadiannya memang sepenuhnya benar. Bukankan ada foto yang membuktikan kebenarannya?" jawabnya tenang."Jadi be